Rabu, 17 Agustus 2011

Warna warni Ritual Mudik

Ilustrasi
Lebaran masih menyisakan dua minggu lagi, namun gaungnya sudah menyebar ke seluruh umat muslim yang menjalankan ibadah puasa. Terlebih lagi umat muslim perantauan, yang akan melaksanakan ritual mudik berlebaran bersama orang yang dikasihi di kampung halaman. Kumpul bersama keluarga besar di tempat kelahiran, menjadi kelebihan sendiri untuk merasakan kebahagiaan bersama-sama.

Coba tengok di salah satu blog komunitas di satu daerah. Beberapa bloger memberikan statement-nya tentang mudik, seperti di bawah ini ;

“karena lebaran hari yg sangat istimewa buat umat muslim, kita bisa bertemu sodara2x yg lain dan juga temen2x kita dulu. Dan kita juga bisa bersilahturahmi dan saling maaf-maaf an. Karena hanya lebaran momen yg tepat dan kalo lebaran bisa pulang kampung kan suatu perjuangan banget. Bayangin harga tiket bis naik, macet dan harus sedia dana yg buuuuuuayak buat angpau (biasa setahun sekali).”

“Walaupun butuh perjuangan tapi ritual mudik sudah menjadi kebiasaan bagi perantau utuk bisa merayakan lebaran bersama keluarga & termasuk moment yg tepat untuk sungkem sama orang tua.”

“Untuk mengobati rasa kangen dengan orang tua, saudara saudara, tetangga tetangga, teman sekolah, suasana desa, makanan khas desa dan yang paling penting sowan ke orang tua,karena orang tua akan merasa senang anak2 nya bisa kumpul di hari raya.”

“Moment ketemu dengan orang-orang atau individu yang punya hubungan historis dengan kehidupan kita di waktu yang silam adalah moment yang nggak bisa di hitung dengan nominal saat kita mudik lebaran”.


Yah benar sekali, mudik menjadi ritual terkait erat dengan lebaran. Istilah mudik menurut Bahasa Indonesia adalah pulang kampung. Tradisi ini tidak diketahui persis kapan munculnya. Tradisi ini terjadi akibat dari proses akulturasi berbagai nilai kehidupan adat dan budaya asal kampung halaman seperti, tanda bakti anak kepada orang tua, sejarah hidup dan nilai-nilai agama, sosial maupun budaya, menjadi pelengkap kenapa ritual mudik menjadi tradisi.

Mudik, selain bisa dilihat dari kacamata sejarah, bisa juga dilihat dari sisi pernik-pernik pengalaman selama perjalanan, lengkap dengan informasi dan variasi-nya. Dan berbicara perjalanan biasanya tak lepas dari momok yang namanya macet. Kondisi ini timbul akibat dari menumpuknya jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan jalan, marka jalan yang rusak, rambu lalulintas yang mati, jalanan yang rusak, tidak tertibnya pengguna jalan hingga pasar tumpah telah menjadi ciri khas tersendiri saat mudik. 

Yang menjadi repot kemudian adalah jajaran kepolisian dan pemerintah mengatur kelancaran perjalanan pemudik selamat sampai tujuan. Meski banyak kekurangannya, sudah semestinya pemudik juga berpartisipasi ikut melancarkan perjalanan mudik. Taat terhadap aturan maupun rambu lalulintas juga menjaga emosi dengan kesabaran sebenarnya sangat membantu tugas polisi dan pemangku kepentingan lainnya.

Dari sisi ekonomi, mudik menjadi sarana berputarnya roda ekonomi dengan banyak mengalirnya uang. Gerak ekonomi semakin cepat dengan banyaknya permintaan. Sebagaimana hukum ekonomi, makin banyak permintaan maka harga yang ditawarkan menjadi mahal. 

Coba tengok, jenis barang apa yang tidak naik selama menjelang musim mudik. Belum lagi harga tiket moda angkutan baik itu darat, laut dan udara. Artinya, musim mudik menjadi momen yang tepat untuk menangguk untung. Hal ini bukanlah menjadi hal yang berlebihan selama negara masih menerapkan pasar bebas.

Anehnya, kenaikan yang meningkat tajam bukan menjadi penghalang untuk tetap mudik bersama keluarga yang disayangi. Yang menjadi ketiban pulung adalah pengusaha yang wajib membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada karyawannya. Belum lagi di sisi sepanjang perjalanan mudik juga menjadi warna tersendiri, seperti menjamurnya bengkel dadakan, tempat makan dan rehat, asongan, sampai jasa urut tidak ketinggalan mendapat kecipratan rejeki dari pemudik.

Dari segi keamanan, sebenarnya pemudik menjadi sasaran empuk penjahat untuk melakukan aksinya. Sebut saja seperti pemudik yang terbius setelah meminum atau memakan makanan dari seseorang yang tidak dikenalnya. Perampasan, pencopetan bahkan kejahatan seperti perampokan menjadi sesuatu yang perlu diwaspadai oleh pemudik. Sebab kenapa menjadi sasaran, sudah bukan menjadi rahasia umum lagi kalau pemudik biasanya banyak membawa uang dan perhiasan untuk keluarganya di kampung. Modus ini bisa dibaca oleh siapapun termasuk penjahat yang ingin mengambil untung sesaat. Memang, ini merupakan bagian dari tugas kepolisian tetapi alangkah baiknya jika pemudik hati-hati dan waspada jangan sampai lengah. Kejahatan datang bukan karena niat tapi karena ada kesempatan, begitu kata salah satu tokoh di sebuah stasiun televisi swasta nasional.

Setiap pemudik ingin sekali perjalanan mudiknya nyaman. Aspek yang satu ini sesungguhnya sangat penting tetapi di saat waktu menjadi sempit dan pemudik tidak mendapatkan moda angkutan, kenyamanan menjadi tidak lagi yang di damba. Yang terpikir adalah bagaimana bisa pulang kampung dan terangkut pulang meskipun berdesak-desakan dan sekujur badan penuh dengan peluh. 

Untungnya dengan memperhatikan kejadian-kejadian sebelumnya, para pemangku kepentingan baik pemerintah maupun pengusaha membantu pemudik dengan program mudik gratis. Untuk yang satu ini, pengusahalah bintangnya. Tak terhitung, banyak juga pengusaha yang menyediakan mudik gratis bagi karyawannya. Sedangkan pemerintah biasanya menambah armada untuk membawa pemudik yang tidak terangkut. Kenyamanan tetap menjadi faktor utama bagi pengusaha sebagai bagian dari rasa perhatian dan bentuk apresiasi dari pengabdian karyawannya.

Benar, mudik menjadi ciri khas yang unik bagi Indonesia yang rakyatnya banyak merantau baik itu dari luar maupun dalam negeri. Mudik akan menjadi bermakna jika dilakukan dengan perhitungan yang matang. Patuhi rambu lalulintas, perhatikan tanda dan penunjuk jalan dan perhatikan juga kesiapan kendaraan selama dalam perjalanan. Tidak melulu kewajiban dari pemerintah yang mengatur kelancaran mudik tetapi juga menjadi keharusan bagi pemudik. Nilai kepedulian dan kesabaran harus ditanamkan sejak dini, dan menjadi ajang tempat pengujian ibadah selama bulan puasa. Jika semua yang berkepentingan peduli, niscaya tradisi mudik menjadi menyenangkan dan pengalaman yang tak terlupakan.

Selasa, 16 Agustus 2011

Fenomena Stiker Pada Kendaraan Bermotor

Fenomena banyaknya pengguna kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, yang menunjukkan eksistensi suatu organisasi yang mapan, kelompok tertentu yang punya massa atau berisikan himbauan hal-hal positif, bahkan kalimat ejekan atau bernada provokatif, dengan menempelkan tanda khusus atau ciri-ciri tertentu pada bagian kendaraan, sudah bukan menjadi rahasia umum lagi.

Pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor ditenggarai menghilangkan kenyamanan berkendaraan. Rasa aman dan nyaman menjadi hal yang sangat mahal, apalagi perilaku kendaraan umum yang ugal-ugalan, lengkap sudah permasalahan yang mendera masyarakat khususnya di bidang transportasi.


Khusus di wilayah Jakarta dan kota penyangga di sekitarnya, pesatnya pertumbuhan kendaraan diyakini bisa membuat hilang rasa nyaman berkendaraan dari sebagian pengguna kendaraan bermotor itu sendiri. Tentu menimbulkan dampak yang tidak kecil. Salah satunya adalah kesalahpahaman dan bisa terjadi kapan saja tanpa diduga sebelumnya.

Masalah keamanan, belakangan ini menjadi faktor yang sangat penting bagi masyarakat. Dengan terjaminnya keamanan, masyarakat berharap aktivitas sehari-hari menjadi lancar tanpa gangguan yang berarti. Disamping keamanan, kenyamanan dalam berkendaraan, juga kesalahpahaman diantara pengguna jalan akibat tidak tertibnya di jalan, bisa mempengaruhi kualitas kinerja dan tujuan yang ingin dicapai.

Nah, berharap dapat mengantisipasi permasalahan tersebut, pada tataran di lapangan, masyarakat cenderung bersikap mencari cara yang efektif dan tidak melanggar ketertiban umum. Salah satu cara yang dilakukan adalah menandai kendaraan bermotor dengan tanda khusus tertentu.

Mengenai tanda khusus, biasanya banyak macam bentuknya, stiker, jaket, baju dan lain-lainnya. Khusus untuk tanda stiker, media yang digunakan agar terlihat ciri khusus tersebut biasanya kaca pada mobil bagian belakang dan sparkboard maupun samping kanan dan kiri pada sepeda motor bagian belakang. Tujuannya sudah tentu bisa ditebak bahwa si empunya kendaraan bermotor adalah bagian atau anggota dari sebuah organisasi maupun komunitas itu sendiri.

Bagi yang melihat tentunya akan menjadi pertimbangan tersendiri ketika berhadapan dengan si empunya kendaraan manakala ada kesempatan berinteraksi baik langsung maupun tidak langsung. Dengan kenyataan seperti ini, diharapkan orang yang membaca dianggap tahu dan akibatnya timbul rasa sungkan untuk membuat masalah. Selain itu, tanda khusus tersebut bisa menjadi ciri khas kendaraan yang dimiliki

Seperti diketahui pada umumnya, ketika pengendara baik roda dua maupun roda empat ketika keluar dari rumah menuju tempat yang dituju, otomatis berlaku melekat UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan. Tujuannya sederhana, untuk ketertiban dan kenyamanan di jalan. Mau tidak mau, aturan ini harus dipatuhi. Karena sejatinya, setiap orang dianggap tahu hukum ketika aturan itu diterbitkan oleh pemerintah. Semuanya kembali untuk kepentingan bersama.


Dengan melihat begitu pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor sekarang ini, ada semacam rasa apatisme terhadap disiplin di jalan. Terbukti, kesadaran pengguna kendaraan bermotor untuk tertib dijalan masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya survey yang dilakukan lembaga independen, bahwa angka kecelakaan kendaraan bermotor dari tahun ke tahun meningkat.

Kekhawatiran ini bukannya tanpa alasan, jika melihat fakta di lapangan, kecelakaan terjadi bermula dari tidak tertibnya pengguna kendaraan bermotor itu sendiri. Maka tidak heran, sering terjadi kesalahpahaman hingga menimbulkan percekcokan bahkan sampai perkelahian diantara sesama pengendara bermotor. Belum termasuk faktor keamanan dari sasaran kejahatan.

Kondisi ini bisa membuat masyarakat mencoba mencari jati diri dengan berkelompok, salah satu diantaranya dengan membentuk organisasi atau komunitas kendaraan bermotor. Sayangnya, manfaat yang dihasilkan dari pengaruh stiker tersebut hanya bersifat lebih banyak melindungi kepentingan individu dan kelompoknya saja. Bisa ditebak stiker digunakan hanya untuk kepentingan si pengemudi agar terhindar dari kesalahpahaman maupun sasaran kejahatan di jalan.

Pamer stiker di kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat menjadi fenomena tersendiri lika-likunya keramaian lalulintas. Gejala ini mewabah sejak rasa keamanan dan kenyamanan menjadi sesuatu yang langka untuk diwujudkan.

Berangkat dari sini, dituntut peran yang lebih besar dari aparat yang berwenang. Polisi dalam hal ini, tidak bisa tinggal diam untuk mengurai benang permasalahan lalulintas. Peranan polisi yang begitu besar diharapkan dapat memberikan pengaruh gejala negatif yang terjadi di masyarakat.

Terkait penggunaan stiker yang marak belakangan ini, seharusnya polisi tidak bisa tinggal diam. Walaupun terlihat sepele, namun bukan tak mungkin kota kita akan menjadi kota stiker. Penggunaan stiker yang bukan pada tempatnya dipastikan dapat menimbulkan gesekan antar pengguna kendaraan. Dari rasa egoisme, provokatif dan ajakan, stiker pada umumnya hanya dapat membuat orang yang membacanya bingung. Sudah saatnya pelaksanaan ketertiban di jalan umum dilakukan sedari masalah yang paling kecil, baru kemudian yang lebih besar.

Senin, 15 Agustus 2011

THR dan Transfer Nilai Kemanusiaan

Sketsa oleh : firmanjaya.wordpress.com
Bercerita saat menjelang lebaran tak sedap rasanya jika tidak menengok satu asa yang dinanti setiap pekerja, yaitu Tunjangan Hari Raya atau biasa disebut dengan THR. Harapan menjadi besar ketika ramadhan segera berakhir dan lebaran kian mendekat. Rasa optimis dan keyakinan menyelimuti seluruh pekerja di berbagi sektor kerja tak terkecuali penulis sendiri.

Menakertrans jauh-jauh hari mengatakan, pemberian THR oleh perusahaan wajib hukumnya, bahkan H-7 paling lambat sudah bisa diberikan kepada pekerja. Maklumat yang disiarkan melalui running text di sebuah stasiun televisi swasta menjadi tanda begitu perhatiannya pemerintah terhadap nasib pekerja menjelang lebaran. Belum lagi, posko pengaduan yang dibuka oleh pemerintah maupun LSM terhadap perusahaan yang tidak mengindahkan anjuran yang dimaksud. Hal ini dilakukan demi kemanusiaan, hak pekerja untuk mendapatkannya dan kewajiban perusahaan untuk membayarnya.

Memang diakui, THR lekat dengan hari raya atau lebaran sebagai penghargaan terhadap dedikasi dan loyalitas pekerja kepada perusahaan sekaligus suka cita kemenangan bagi umat muslim setelah melaksanakan puasa selama sebulan. Setelahnya, sesama umat saling silaturrahmi dan memberi. 

Maklum, kebanyakan pekerja di negeri yang muslimnya mencapai 90%, adalah ciri khas tersendiri yang tidak terbantahkan. Permakluman demikian juga melekat kepada setiap pekerja yang telah lama mengabdi pada perusahaan dan kantor-kantor swasta maupun pemerintah.

Kepedulian terhadap sesama mendadak menyebar bak virus, entah itu pekerja, pengusaha maupun pemerintah. Seakan menahbiskan betapa besar arti kepedulian sesama umat, implementasi kepedulian diwujudkan dalam beragam hal kesejahteraan untuk pekerja. Salah satunya adalah pemberian tunjangan hari raya atau THR.

THR dikemas dalam berbagai bentuk tapi biasanya pekerja lebih mengharapkan dalam bentuk nilai. Hal ini menjadi alasan karena kemudahan dan praktis juga dapat dimanfaatkan sesuai selera pekerja. THR diberikan sebagai bentuk dari apresiasi pengabdian pekerja kepada pengusaha. Nilai dan besarannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan setiap perusahaan.

Hadirnya lebaran makin memperat hubungan silaturrahmi antara pengusaha dan pekerja. Hubungan kerja terjalin erat dan sehat. Tiada kata yang keluar seindah dan sehalus di hari lebaran. Hubungan timbal balik diharapkan menjadi modal berharga kemajuan perusahaan dan pekerja. Seperti apa hubungan timbal balik itu, hanya nilai-nilai dan semangat ramadhan-lah yang bisa menjawab. Namun demikian, tidak menjadikan satu hal yang pesimis antara pekerja dan pengusaha di luar semangat lebaran. Transfer nilai dan semangat harus dipacu dan dieksplorasi untuk mewujudkan kesejahteraan yang hakiki.

Minggu, 14 Agustus 2011

Pak Mamat : "Merdeka !"

Berjalan menyusuri pinggir jalan raya besar di tengah terik matahari, seorang lelaki tua tampak terengah-engah menghela nafas dan mencoba mengumpulkan tenaga. Nampak raut mukanya bergurat setengah menengadah, seakan menunjukkan dirinya mampu mendorong sebuah gerobak sederhana penuh muatan. Di usianya yang senja, ia tetap semangat meski peluh membasahi raut wajahnya, bahkan tubuhnya, lelaki tua itu tidak menghiraukannya.

Sebut saja Pak Mamat, lelaki baya itu adalah salah satu dari penjual bendera keliling tahunan. Bermodal gerobak kecil dan uang hasil pinjaman, Pak Mamat mencoba peruntungan menjual bendera dan umbul-umbul untuk keperluan peringatan hari kemerdekaan ke masyarakat. Bila melihat apa yang dijajakannnya, terpampang banyak ragam dan rupa, juga corak jualannya. Semuanya didominasi warna merah putih, maklum tujuh belasan sudah dekat.

Setapak dua tapak dia berusaha melempar senyum, sambil menawarkan dagangannya kepada pejalan kaki dan pengendara motor. Hingga membawanya pada kelokan sebuah gang, dan tanpa ampun, Pak Mamat  berteriak lantang menawarkan bendera dan umbul-umbul termasuk lima belas batang bambu untuk keperluan Agustusan. Tanpa dinyana, dua anak kecil datang mendekat melihat-lihat bendera Pak Mamat. Melihat calon konsumennya anak kecil, Pak Mamat segera beraksi dengan membawakan cerita dibumbui lawakan kecil tentang perjuangan pendahulu kita di masa lalu.

Sejurus kemudian, anak-anak serius mendengarkan Pak Mamat. Sesekali mereka tertawa mendengar ceritanya. Ulah Pak Mamat, kontan membuat orang tua mereka menghampiri bermaksud membeli, seraya mengeluarkan beberapa uang recehan kecil demi si buah hati. Dengan cekatan, Pak Mamat kemudian mengambil bendera yang dipilih dan membantu mengikatkannya pada sebuah batang bambu.

Anak-anakpun riang bukan kepalang. Kini, mereka punya bendera untuk dikibarkan di beranda depan rumahnya. Tak ketinggalan pula, senyum mengembang dari orang tua mereka. Melihat tingkah anak kecil tersebut, Pak Mamat takjub dan menitikkan air mata. Dipandanginya bendera yang terpasang tanpa henti, seakan ada sesuatu yang membawanya ke alam lain. Pak Mamat-pun bahagia, benderanya terjual, kemudian sambil berdoa bisa mendapat rejeki disisa setengah hari libur, bulan puasa tahun 2011.

Dalam asanya, Pak Mamat ingin sekali membagi sedikit kebahagiannya kepada orang lain. Sulitnya hidup akibat biaya ekonomi tinggi membuat Pak Mamat terus berjuang banting tulang. Tak peduli berapa yang didapatnya, dia tetap semangat menggelorakan makna perjuangan saat masa kemerdekaan. Meskipun dirinya tidak sebaik nasib orang pada umunya, Pak Mamat masih sempat memikirkan pinjaman yang harus dilunaskannya, syukur-syukur ada sisa sekedar dapur bisa ngebul.

"Merdeka !" pekik Pak Mamat semangat.