Rabu, 04 Januari 2012

Peranan Media Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat


Ilustrasi : Sosial Networking
Suatu kasus hukum yang terangkat ke permukaan biasanya bukanlah kasus biasa. Kasus-kasus yang luar biasa tersebut muncul lantaran disebabkan tiupan media yang berulang-ulang mempublikasikannya, hingga pada akhirnya mendapatkan attensi masyarakat luas. Kasus hukum macam korupsi pejabat, politikus dan beberapa oknum PNS seringkali muncul dalam ingatan kita, betapa media mempunyai peran yang begitu penting.

Kedudukan media di era global mencapai puncaknya ketika media mengambil peranan langsung terhadap perubahan sosial, budaya, politik dan pemerintahan. Media menancapkan perannya sebagai komunikator masyarakat yang menginginkan keterbukaan informasi.

Dulu saat rezim orde baru, peranan media hanyalah sebagai corong kebijakan pemerintah. Setiap kali ada kebijakan yang dijalankan, media mengambil fungsi menjadi instrumen sekaligus sosialisator yang mumpuni. Acapkali media menayangkan dan menginformasikan kebijakan, selalu mendukung langkah apa yang diambil oleh pemerintah. Maka jangan heran jika media tidak bisa berkembang lantaran nasibnya berada ditangan rezim penguasa.

Kini, media nasibnya berubah seratus delapan puluh derajat pasca runtuhnya rezim orde baru. Sejak reformasi yang digulirkan seluruh elemen bangsa saat tahun 1998, media menampakkan wajah barunya menjadi pengawal amanat reformasi rakyat. Media tidak lagi dibawah rezim penguasa tetapi media langsung berperan menjadi pemain sekaligus pengawal setiap perubahan sosial, budaya, hukum dan politik yang terus berkembang di Indonesia.

Salah satu contohnya adalah peristiwa unik diakhir tahun 2011 lalu. Kasus pencurian sendal anggota Kepolisian di Palu oleh seorang pelajar yang menurut undang-undang masih dianggap anak, menjadi bahan pemberitaan di seantero negeri. Kasus kecil yang menjadikan anak dihadapkan pada pengadilan dengan ancaman hukuman penjara di atas 1 tahun tersebut, sontak saja membuat masyarakat kaget.

Dalam kondisi demikian, peranan media menjadi sangat penting. Media mampu memberikan gambaran terkait kondisi sebenarnya. Media juga terus bersuara bahkan memantik simpati jutaan masyarakat Indonesia yang beramai-ramai mengumpulkan sendal sebagai bentuk keprihatinan atas kasus yang menimpa pelajar tersebut.

Dari media kemudian, para pemangku kepentingan memberikan pendapat dan pandangannnya tidak terkecuali para pemerhati perlindungan anak dan organisasi kemasyarakatan di seantero negeri. Karuan saja kasus kecil tersebut menjadi kasus yang seolah-olah besar. Dan disini, lagi-lagi media mengambil peranan yang tidak kecil ketika memberikan informasi kepada masyarakat. Dampaknya tentu saja sangat berarti dan memberikan perubahan sosial serta dinamika di masyarakat. Media mampu menciptakan angin perubahan yang tentu berpihak pada masyarakat.

Pernah dalam satu kesempatan, mantan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan bahwa kasus-kasus kecil yang terjadi di masyarakat sebaiknya tidak diselesaikan di pengadilan (restorative justice), tetapi dilakukan menurut kepantasan sosial dengan cara islah atau pemberian hukuman yang mendidik seperti kerja sosial dan sebagainya. 

Kementerian Hukum dan HAM pernah menegaskan, akan bergandengan tangan dan berkoordinasi terkait dengan kasus-kasus kecil di masyarakat dengan Lembaga Peradilan, Lembaga Penegak Hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Bahkan rencana ini menurut kabar yang beredar akan dimasukkan dalam rancangan undang-undang KUHAP yang baru. Meskipun itu, UU-nya belum diketok palu.

Sekali lagi, untuk mensosialisasikan rencana tersebut, media mendapatkan peran yang tidak kecil. Media bisa menginformasikan langsung kepada masyarakat tentang bagaimana kasus-kasus kecil tidak melulu diselesaikan di pengadilan. Salah satu pertimbangannya adalah, rumah tahanan maupun penjara akhirnya mengalami over capacity. Kelebihan kapasitas, tentu tidak baik bagi pembinaan para narapidana. Secara psikologis, menumpuknya narapidana yang tidak sesuai kapasitas rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan tentu akan membuat mereka tidak nyaman. Ujung-ujungnya, ketertiban dan keamanan menjadi rentan untuk dijaga. Selain itu, akan terjadi persinggungan sosial yang bisa memicu konflik di dalam penjara. 

Tentu kita tidak mau hal itu terjadi. Perlu sebuah kerjasama dari seluruh elemen bangsa untuk mewujudkan suatu keadaan yang dinamis agar tujuan pembangunan yang mewujudkan masyarakat adil dan makmur menjadi kenyataan. Termasuk media yang menjadi pelopor informasi bagi masyarakat dan pengawal amanat reformasi tahun 1998.



Selasa, 03 Januari 2012

UU Bantuan Hukum dan Angin Perubahan Sosial Berkeadilan

Ilustrasi
Dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, alinea ke 4 yang salah satu petikannya ditegaskan bahwa negara menjamin perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Jika merunut jaminan negara tersebut, sudah seyogyanya kapanpun dan siapapun pemimpinnya, terlebih dahulu mengutamakan kepentingan rakyatnya terutama dalam hal pembelaan terkait masyarakat kecil di pengadilan.

Terungkapnya beberapa kasus yang melibatkan masyarakat pada akhir bulan lalu, lebih cenderung disebabkan adanya gesekan terhadap beberapa golongan masyarakat yang lebih kuat, apalagi yang terkait dengan ekonomi. Bahkan tidak jarang, gesekan sosial yang terjadi di tengah masyarakat, bisa menyeret masyarakat itu sendiri ke dalam ranah pengadilan. Dan, ujung-ujungnya, pertaruhan siapa yang salah dan siapa yang benar ditentukan melalui pengadilan yang independensinya terkadang sedikit menguntungkan pihak-pihak yang lebih kuat. Tentu saja, lagi-lagi masyarakat kecil yang tidak punya kekuatan menjadi korban.

Lemahnya posisi tawar masyarakat kecil yang beracara di pengadilan, kini diharapkan tidak terjadi lagi. Munculnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) disekitar masyarakat, sedikit membantu masyarakat kecil mendapatkan akses keadilan. Meskipun perjuangan itu butuh waktu yang teramat panjang. Namun demikian, tidak menyurutkan para pegiat hukum yang bersedia mendampingi masyarakat kecil untuk terus mendapatkan keadilan yang biasanya lebih berpihak pada yang kuat atau bermodal.

Kini, angin baik kembali berhembus ke masyarakat saat rezim pemerintahan 2011 beberapa bulan menjelang akhir tahun lalu mengesahkan beleid tentang Bantuan Hukum. Bersama dengan DPR, pemerintah menunjukkan itikad dan kemauannya untuk memberikan sesuatu yang berarti bagi masyarakat, khususnya tentang bantuan hukum.

Undang-undang No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang diundangkan pada tanggal 2 November 2011 merupakan akses bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan. UU ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat, khususnya orang atau kelompok orang miskin yang membutuhkannya. Selain itu, beleid yang lahir dari semangat reformasi hukum nasional ini dibuat sebagai salah satu terwujudnya perubahan sosial yang berkeadilan.

Undang-undang ini terdiri dari 11 Bab, yang masing-masing babnya terdiri dari, Bab I tentang Ketentuan Umum 3 pasal, Bab II tentang Ruang Lingkup 2 pasal, Bab III tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum 2 pasal, Bab IV tentang Pemberi Bantuan Hukum 4 pasal, Bab V tentang Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum 2 pasal, Bab VI tentang Syarat dan Tata Cara Pemberi Bantuan Hukum 2 pasal, Bab VII tentang Pendanaan 4 pasal, Bab VIII tentang Larangan 1 pasal, Bab IX tentang Ketentuan Pidana 1 pasal, Bab X tentang Ketentuan Peralihan 2 pasal dan Bab XI tentang Ketentuan Penutup 2 pasal.

Secara keseluruhan UU Bantuan Hukum terdiri dari 25 pasal yang tentu dalam pelaksanaannya harus disertai dengan peraturan pemerintah dan peraturan lainnya yang mendukung Undang-undang ini. Sebagai informasi, UU ini dilaksanakan sepenuhnya oleh kementerian yang bergerak dalam bidang Hukum dan HAM, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM RI. Dan pertanggung jawabannya langsung kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap akhir tahun anggaran.

Bagi masyarakat kecil atau masyarakat miskin, dengan diundangkannya peraturan ini menjadi angin penyejuk ditengah mahalnya biaya beracara di pengadilan dengan membayar jasa pengacara yang jauh dari isi kantong penghasilan mereka. Mereka akan didampingi oleh LBH-LBH yang terverifikasi dan terakreditasi dengan baik oleh Lembaga yang mengurusinya.

Sudah tentu, jika segala proses pembuatan peraturan pendukungnya sudah selesai, masyarakat bisa mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma dengan menghubungi LBH terdekat yang telah diverifikasi dan diakreditasi. Nantinya, teman-teman LBH inilah yang mendampingi semua kepentingan masyarakat kecil dan miskin untuk beracara di pengadilan. Kualitas mereka tidak perlu ditanyakan lagi jika dibandingkan dengan pengacara terkenal. Pemerintah dan DPR tentu saja akan mengawal setiap proses pelaksanaan hingga pertanggung jawabannya secara akuntabel dan transparan kepada masyarakat.

Untuk itu, perlu kita dukung dibuatnya peraturan pendukung undang-undang ini, seperti peraturan pemerintah dan peraturan menteri dan peraturan turunan lainnya, sehingga amanat yang terkandung dalam undang-undang ini bisa berjalan dengan baik, lancar dan tepat sasaran serta akuntabilitasnya terpercaya. 

Sementara itu, pada saat dibentuknya peraturan pendukung Undang-undang Bantuan Hukum oleh pemerintah, pelaksanaan bantuan hukum yang diselenggarakan di Kementerian atau Lembaga lainnya tetap berjalan sampai selesai akhir tahun anggaran 2012. Kementerian dan Lembaga yang dimaksud adalah Mahkamah Agung, Kepolisian, Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan. Bila lancar, tahun 2013 dan telah selesai dibuatnya peraturan pemerintah, termasuk peraturan Menteri-nya dibuat, maka Bantuan Hukum selanjutnya akan menjadi wewenang Kementerian Hukum dan HAM.

Menurut informasi, peraturan pendukung Undang-undang Bantuan Hukum , saat ini sedang dilakukan pembahasan pada tingkat asistensi. Selanjutnya akan dilakukan assesment, sosialisasi, pembuatan PP dan Permen, proses verifikasi dan akreditasi. Rencananya akhir tahun 2012 telah selesai dan 2013 sudah siap untuk dilaksanakan penuh di bawah Kementerian Hukum dan HAM.