Ilustrasi : Sosial Networking |
Suatu kasus hukum yang terangkat
ke permukaan biasanya bukanlah kasus biasa. Kasus-kasus yang luar biasa tersebut
muncul lantaran disebabkan tiupan media yang berulang-ulang mempublikasikannya,
hingga pada akhirnya mendapatkan attensi masyarakat
luas. Kasus hukum macam korupsi pejabat, politikus dan beberapa oknum PNS
seringkali muncul dalam ingatan kita, betapa media mempunyai peran yang begitu
penting.
Kedudukan media di era global
mencapai puncaknya ketika media mengambil peranan langsung terhadap perubahan
sosial, budaya, politik dan pemerintahan. Media menancapkan perannya sebagai
komunikator masyarakat yang menginginkan keterbukaan informasi.
Dulu saat rezim orde baru, peranan
media hanyalah sebagai corong kebijakan pemerintah. Setiap kali ada kebijakan
yang dijalankan, media mengambil fungsi menjadi instrumen sekaligus sosialisator
yang mumpuni. Acapkali media menayangkan dan menginformasikan kebijakan, selalu
mendukung langkah apa yang diambil oleh pemerintah. Maka jangan heran jika
media tidak bisa berkembang lantaran nasibnya berada ditangan rezim penguasa.
Kini, media nasibnya berubah
seratus delapan puluh derajat pasca runtuhnya rezim orde baru. Sejak reformasi
yang digulirkan seluruh elemen bangsa saat tahun 1998, media menampakkan wajah
barunya menjadi pengawal amanat reformasi rakyat. Media tidak lagi dibawah
rezim penguasa tetapi media langsung berperan menjadi pemain sekaligus pengawal
setiap perubahan sosial, budaya, hukum dan politik yang terus berkembang di
Indonesia.
Salah satu contohnya adalah peristiwa
unik diakhir tahun 2011 lalu. Kasus pencurian sendal anggota Kepolisian di Palu
oleh seorang pelajar yang menurut undang-undang masih dianggap anak, menjadi
bahan pemberitaan di seantero negeri. Kasus kecil yang menjadikan anak
dihadapkan pada pengadilan dengan ancaman hukuman penjara di atas 1 tahun tersebut,
sontak saja membuat masyarakat kaget.
Dalam kondisi demikian, peranan
media menjadi sangat penting. Media mampu memberikan gambaran terkait kondisi
sebenarnya. Media juga terus bersuara bahkan memantik simpati jutaan masyarakat
Indonesia yang beramai-ramai mengumpulkan sendal sebagai bentuk keprihatinan
atas kasus yang menimpa pelajar tersebut.
Dari media kemudian, para pemangku kepentingan memberikan pendapat dan pandangannnya tidak terkecuali para pemerhati perlindungan anak dan organisasi kemasyarakatan di seantero negeri. Karuan saja kasus kecil tersebut menjadi kasus yang seolah-olah besar. Dan disini, lagi-lagi media mengambil peranan yang tidak kecil ketika memberikan informasi kepada masyarakat. Dampaknya tentu saja sangat berarti dan memberikan perubahan sosial serta dinamika di masyarakat. Media mampu menciptakan angin perubahan yang tentu berpihak pada masyarakat.
Dari media kemudian, para pemangku kepentingan memberikan pendapat dan pandangannnya tidak terkecuali para pemerhati perlindungan anak dan organisasi kemasyarakatan di seantero negeri. Karuan saja kasus kecil tersebut menjadi kasus yang seolah-olah besar. Dan disini, lagi-lagi media mengambil peranan yang tidak kecil ketika memberikan informasi kepada masyarakat. Dampaknya tentu saja sangat berarti dan memberikan perubahan sosial serta dinamika di masyarakat. Media mampu menciptakan angin perubahan yang tentu berpihak pada masyarakat.
Pernah dalam satu kesempatan,
mantan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan bahwa kasus-kasus kecil
yang terjadi di masyarakat sebaiknya tidak diselesaikan di pengadilan (restorative justice), tetapi dilakukan menurut
kepantasan sosial dengan cara islah atau pemberian hukuman yang mendidik
seperti kerja sosial dan sebagainya.
Kementerian Hukum dan HAM pernah
menegaskan, akan bergandengan tangan dan berkoordinasi terkait dengan
kasus-kasus kecil di masyarakat dengan Lembaga Peradilan, Lembaga Penegak Hukum
seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Bahkan rencana ini menurut kabar yang beredar
akan dimasukkan dalam rancangan undang-undang KUHAP yang baru. Meskipun itu,
UU-nya belum diketok palu.
Sekali lagi, untuk
mensosialisasikan rencana tersebut, media mendapatkan peran yang tidak kecil.
Media bisa menginformasikan langsung kepada masyarakat tentang bagaimana
kasus-kasus kecil tidak melulu diselesaikan di pengadilan. Salah satu
pertimbangannya adalah, rumah tahanan maupun penjara akhirnya mengalami over capacity. Kelebihan kapasitas,
tentu tidak baik bagi pembinaan para narapidana. Secara psikologis, menumpuknya
narapidana yang tidak sesuai kapasitas rumah tahanan maupun lembaga
pemasyarakatan tentu akan membuat mereka tidak nyaman. Ujung-ujungnya,
ketertiban dan keamanan menjadi rentan untuk dijaga. Selain itu, akan terjadi
persinggungan sosial yang bisa memicu konflik di dalam penjara.
Tentu kita tidak mau hal itu
terjadi. Perlu sebuah kerjasama dari seluruh elemen bangsa untuk mewujudkan
suatu keadaan yang dinamis agar tujuan pembangunan yang mewujudkan masyarakat
adil dan makmur menjadi kenyataan. Termasuk media yang menjadi pelopor
informasi bagi masyarakat dan pengawal amanat reformasi tahun 1998.