Ilustrasi : Republika |
Awal tahun 2012 marak dengan demo
buruh di wilayah jabodetabek. Seperti halnya yang dilakukan gabungan serikat
pekerja di kawasan industri Cibitung dan Cikarang Bekasi yang menutup akses
jalan tol Jakarta-Cikampek beberapa waktu lalu. Padahal akses jalan tol
merupakan jalur strategis yang menjadi urat nadi gerak ekonomi masyarakat.
Tidak hanya terkait industri, tetapi juga kegiatan ekonomi lainnya yang melibatkan
masyarakat luas.
Demo oleh buruh ini merupakan
akumulasi kekecewaan buruh terhadap pengusaha yang tidak segera melaksanakan
ketetapan Gubernur tentang Upah Minimum Propinsi. Bahwa katanya penaikan
besaran upah buruh, sebelumnya sudah melalui Dewan Pengupahan di Kabupaten dan
hasilnya kemudian di bawa ke Gubernur yang langsung menyetujui usulan penaikan
upah buruh di kawasan Bekasi.
Terhadap putusan ini, seharusnya
pengusaha bisa langsung melaksanakannya. Namun yang terjadi adalah pengusaha
melalui wadah Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) tidak menyetujui dan
membawanya ke pengadilan untuk banding. Kontan saja, langkah Apindo ini menuai
cemoohan dan buruh mengancam akan melakukan aksi demo besar-besaran jika apa
yang telah menjadi putusan Gubernur tidak dilaksanakan.
Ancaman buruh rupanya tidak
main-main. Dalam perjalanannya, gelombang demo oleh buruh di kawasan Bekasi
makin lama makin besar. Dari sudut pandang keamanan dan ketertiban, aksi ini
tentu membawa implikasi atas terciptanya gangguan dan kekacauan. Sadar akan
dampak yang ditimbulkan dan kerugian yang diderita, pengusaha melalui Apindo kemudian
bersedia melakukan mediasi dengan buruh. Alhasil dicapai kesepakatan bahwa
Apindo berjanji untuk menarik berkas banding putusan Gubernur atas Upah Minimum
dari Pengadilan. Mendengar janji dari Apindo, buruh se Bekasi menanggapnya sebagai
suatu langkah maju dari kegiatan mediasi yang dilakukan.
Namun sayang, janji tinggal
janji. Dari perwakilan buruh, rupanya mencium niat Apindo tidak serius mencabut
bandingnya. Akhirnya proses pengadilan banding terhadap Keputusan Gubernur
tentang Upah Minimum berjalan terus. Hingga pada suatu hari dimana ditetapkan,
majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan permohonan Banding dari Apindo.
Keruan saja, putusan ini memantik buruh untuk kembali mengancam melaksanakan
demo.
Ancaman demo buruh ini benar-benar
diwujudkan pada beberapa waktu lalu dengan menutup akses jalan tol
Jakarta-Cikampek pada pagi jelang siang. Menurut pengakuan perwakilan buruh,
sebenarnya mereka hanya bermaksud menutup pintu tol Cikarang, tapi diluar
dugaan ribuan buruh di sejumlah kawasan Cibitung dan Cikarang rupanya turut
bergabung hingga akhirnya menutup akses jalan tol.
Bagi masyarakat umum, langkah
menutup jalan tol adalah salah, karena merugikan masyarakt lainnya. Apa yang
dilakukan buruh di Bekasi banyak mendapat cibiran dari pengguna jalan. Bahkan ada
penumpang dari Bus turun dan protes terhadap aksi ini. Terhadap protes pengguna
Bus, beberapa oknum buruh terpancing emosi dan hampir saja terjadi keributan.
Untung saja bisa dilerai dan massa buruh tetap melanjutkan aksinya tanpa peduli
dengan masyarakat lainnya.
Sedangkan bagi pemerintah, langkah
penutupan jalan tol hingga berjam-jam tentu menjadi masalah yang sangat serius.
Disinyalir kerugian yang didapat mencapai miliaran bahkan triliunan. Jika tidak
diambil langkah yang tepat, demo buruh akan semakin anarkis dan akan memukul perekonomian
masyarakat.
Melalui juru bicaranya, Presiden
SBY kemudian memerintahkan Menakertrans untuk segera mengambil langkah-langkah
penting dan strategis untuk mengatasi persoalan buruh dan pengusaha. Pemerintah
sepertinya tidak mau dibilang lamban, perintah Presiden langsung direspon cepat
Menko perekonomian dengan menugaskan Menakertrans melakukan langkah-langkah
percepatan membuat suatu keputusan yang menguntungkan kedua belah pihak (buruh
dan pengusaha).
Dengan kerja keras, Menakertrans
bersama Gubernur Jabar, Bupati Bekasi, perwakilan buruh dan Apindo kemudian
melakukan proses mediasi untuk menentukan kesepakatan besaran upah yang
diinginkan ke belah pihak. Tanpa menyertakan dewan pengupahan, kesepakatan
akhirnya dicapai. Kesepakatan ini kemudian menjadi acuan pelaksanaan keputusan
Gubernur Jawa Barat untuk mengubah keputusan sebelumnya. Memang diakui,
meskipun tidak melalui dewan pengupahan, hasil kesepakatan penetapan upah yang
dimediasi Menakertrans merupakan keputusan yang tepat dan cepat. Dan, bagi
buruh kabar kesepakatan upah minimum yang diinginkan menjadi angin segar
meskipun besaran angkanya beda tipis dari yang ditetapkan Gubernur Jabar
sebelumnya.
Sementara itu bagi Apindo, meski
berat, kesepakatan yang dicapai merupakan solusi yang terbaik bagi semuanya.
Memang persoalan buruh dan keinginannya selesai. Masalah keamanan dan kerugian
yang lebih besar lagi juga selesai, tetapi ada satu kekhawatiran Apindo, usai
demo besar-besaran tersebut akan membuat para investor berpikir dua kali
melanjutkan usahanya di kawasan industri yang ada di Bekasi. Bukan tidak
mungkin investor akan hengkang. Bila iya, tentu akan mempengaruhi citra buruk Indonesia
kembali tentang kepastian hukum dunia usaha. Padahal baru saja salah satu Pemeringkat Dunia telah mentahbiskan
Indonesia sebagai tempat berinvenstasi yang bagus dan cerah.
Beberapa pengamat dunia usaha bahkan
menyatakan hal yang serupa. Tetapi beberapa lagi juga menepiskan kekhawatiran
tersebut. Belum ada gelagat para investor akan merelokasi usahanya.
Seandainyapun ada, paling-paling di luar Bekasi. Mereka hanya menyayangkan
beberapa asosiasi pengusaha yang berafiliasi di Apindo terlalu khawatir.
Menurutnya lagi, untuk dalam jangka waktu yang panjang merelokasi usaha bukan
langkah yang tepat, mengingat Indonesia adalah tempat berinvestasi yang bagus
dibandingkan negara-negara lainnya. Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%,
Indonesia menjadi tempat yang paling menjanjikan.
Bila melihat ke Eropa yang sedang
bangkrut atau ke negara Asia bahkan Asia Tenggara, peluang untuk menanamkan
investasi perlu dilakukan penghitungan untung dan rugi. Dan cost yang ditimbulkan tentu jauh lebih
besar. Belum lagi pasar dunia yang sedang lesu. Karenanya, kalangan pengamat
dunia usaha meyakini, demo buruh yang terjadi beberapa waktu lalu tidaklah
menimbulkan ketakutan para investor.
Terhadap hal ini, pemerintah,
pengusaha dan buruh harus kembali duduk bersama untuk merumuskan jalan keluar
ke depannya. Bukan tidak mungkin masalah seperti ini akan terjadi di masa yang
akan datang. Semakin berlarut-larutnya merumuskan nilai kekhalayakan upah,
potensi demo buruh pasti terus terjadi.
Solusi yang masuk akal saat ini
adalah meyakinkan investor bagaimana menciptakan kondisi yang nyaman, kepastian
hukum dan komunikasi yang baik antara pengusaha dan buruh termasuk Pemerintah
sebagai mediator harus memainkan peran yang aktif. Pemerintah harus mampu
mencium gejala-gejala yang muncul di dunia usaha. Jangan sampai pemerintah dan
jajaran yang berkepentingan di dalamnya tidur tanpa harus mempunyai solusi.
Kalau perlu siapkan jalan keluar tanpa harus menunggu perintah Presiden.
Bagi masyarakat, kejadian demo
kemarin kalo mau jujur memang membuat masyarakat terpukul lantaran kegiatan
ekonominya terhambat. Tapi bagi masyarakat jauh lebih dewasa menyikapi
persoalan tersebut. Maklum, buruh adalah bagian dari masyarakat.