Kamis, 02 Februari 2012

Aksi Buruh Tutup Jalan Tol dan Dampak Yang Ditimbulkannya


Ilustrasi : Republika
Awal tahun 2012 marak dengan demo buruh di wilayah jabodetabek. Seperti halnya yang dilakukan gabungan serikat pekerja di kawasan industri Cibitung dan Cikarang Bekasi yang menutup akses jalan tol Jakarta-Cikampek beberapa waktu lalu. Padahal akses jalan tol merupakan jalur strategis yang menjadi urat nadi gerak ekonomi masyarakat. Tidak hanya terkait industri, tetapi juga kegiatan ekonomi lainnya yang melibatkan masyarakat luas.

Demo oleh buruh ini merupakan akumulasi kekecewaan buruh terhadap pengusaha yang tidak segera melaksanakan ketetapan Gubernur tentang Upah Minimum Propinsi. Bahwa katanya penaikan besaran upah buruh, sebelumnya sudah melalui Dewan Pengupahan di Kabupaten dan hasilnya kemudian di bawa ke Gubernur yang langsung menyetujui usulan penaikan upah buruh di kawasan Bekasi.

Terhadap putusan ini, seharusnya pengusaha bisa langsung melaksanakannya. Namun yang terjadi adalah pengusaha melalui wadah Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) tidak menyetujui dan membawanya ke pengadilan untuk banding. Kontan saja, langkah Apindo ini menuai cemoohan dan buruh mengancam akan melakukan aksi demo besar-besaran jika apa yang telah menjadi putusan Gubernur tidak dilaksanakan.

Ancaman buruh rupanya tidak main-main. Dalam perjalanannya, gelombang demo oleh buruh di kawasan Bekasi makin lama makin besar. Dari sudut pandang keamanan dan ketertiban, aksi ini tentu membawa implikasi atas terciptanya gangguan dan kekacauan. Sadar akan dampak yang ditimbulkan dan kerugian yang diderita, pengusaha melalui Apindo kemudian bersedia melakukan mediasi dengan buruh. Alhasil dicapai kesepakatan bahwa Apindo berjanji untuk menarik berkas banding putusan Gubernur atas Upah Minimum dari Pengadilan. Mendengar janji dari Apindo, buruh se Bekasi menanggapnya sebagai suatu langkah maju dari kegiatan mediasi yang dilakukan.

Namun sayang, janji tinggal janji. Dari perwakilan buruh, rupanya mencium niat Apindo tidak serius mencabut bandingnya. Akhirnya proses pengadilan banding terhadap Keputusan Gubernur tentang Upah Minimum berjalan terus. Hingga pada suatu hari dimana ditetapkan, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan permohonan Banding dari Apindo. Keruan saja, putusan ini memantik buruh untuk kembali mengancam melaksanakan demo.

Ancaman demo buruh ini benar-benar diwujudkan pada beberapa waktu lalu dengan menutup akses jalan tol Jakarta-Cikampek pada pagi jelang siang. Menurut pengakuan perwakilan buruh, sebenarnya mereka hanya bermaksud menutup pintu tol Cikarang, tapi diluar dugaan ribuan buruh di sejumlah kawasan Cibitung dan Cikarang rupanya turut bergabung hingga akhirnya menutup akses jalan tol.

Bagi masyarakat umum, langkah menutup jalan tol adalah salah, karena merugikan masyarakt lainnya. Apa yang dilakukan buruh di Bekasi banyak mendapat cibiran dari pengguna jalan. Bahkan ada penumpang dari Bus turun dan protes terhadap aksi ini. Terhadap protes pengguna Bus, beberapa oknum buruh terpancing emosi dan hampir saja terjadi keributan. Untung saja bisa dilerai dan massa buruh tetap melanjutkan aksinya tanpa peduli dengan masyarakat lainnya. 

Sedangkan bagi pemerintah, langkah penutupan jalan tol hingga berjam-jam tentu menjadi masalah yang sangat serius. Disinyalir kerugian yang didapat mencapai miliaran bahkan triliunan. Jika tidak diambil langkah yang tepat, demo buruh akan semakin anarkis dan akan memukul perekonomian masyarakat.

Melalui juru bicaranya, Presiden SBY kemudian memerintahkan Menakertrans untuk segera mengambil langkah-langkah penting dan strategis untuk mengatasi persoalan buruh dan pengusaha. Pemerintah sepertinya tidak mau dibilang lamban, perintah Presiden langsung direspon cepat Menko perekonomian dengan menugaskan Menakertrans melakukan langkah-langkah percepatan membuat suatu keputusan yang menguntungkan kedua belah pihak (buruh dan pengusaha).

Dengan kerja keras, Menakertrans bersama Gubernur Jabar, Bupati Bekasi, perwakilan buruh dan Apindo kemudian melakukan proses mediasi untuk menentukan kesepakatan besaran upah yang diinginkan ke belah pihak. Tanpa menyertakan dewan pengupahan, kesepakatan akhirnya dicapai. Kesepakatan ini kemudian menjadi acuan pelaksanaan keputusan Gubernur Jawa Barat untuk mengubah keputusan sebelumnya. Memang diakui, meskipun tidak melalui dewan pengupahan, hasil kesepakatan penetapan upah yang dimediasi Menakertrans merupakan keputusan yang tepat dan cepat. Dan, bagi buruh kabar kesepakatan upah minimum yang diinginkan menjadi angin segar meskipun besaran angkanya beda tipis dari yang ditetapkan Gubernur Jabar sebelumnya.

Sementara itu bagi Apindo, meski berat, kesepakatan yang dicapai merupakan solusi yang terbaik bagi semuanya. Memang persoalan buruh dan keinginannya selesai. Masalah keamanan dan kerugian yang lebih besar lagi juga selesai, tetapi ada satu kekhawatiran Apindo, usai demo besar-besaran tersebut akan membuat para investor berpikir dua kali melanjutkan usahanya di kawasan industri yang ada di Bekasi. Bukan tidak mungkin investor akan hengkang. Bila iya, tentu akan mempengaruhi citra buruk Indonesia kembali tentang kepastian hukum dunia usaha. Padahal baru saja salah satu Pemeringkat Dunia telah mentahbiskan Indonesia sebagai tempat berinvenstasi yang bagus dan cerah.

Beberapa pengamat dunia usaha bahkan menyatakan hal yang serupa. Tetapi beberapa lagi juga menepiskan kekhawatiran tersebut. Belum ada gelagat para investor akan merelokasi usahanya. Seandainyapun ada, paling-paling di luar Bekasi. Mereka hanya menyayangkan beberapa asosiasi pengusaha yang berafiliasi di Apindo terlalu khawatir. Menurutnya lagi, untuk dalam jangka waktu yang panjang merelokasi usaha bukan langkah yang tepat, mengingat Indonesia adalah tempat berinvestasi yang bagus dibandingkan negara-negara lainnya. Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%, Indonesia menjadi tempat yang paling menjanjikan.

Bila melihat ke Eropa yang sedang bangkrut atau ke negara Asia bahkan Asia Tenggara, peluang untuk menanamkan investasi perlu dilakukan penghitungan untung dan rugi. Dan cost yang ditimbulkan tentu jauh lebih besar. Belum lagi pasar dunia yang sedang lesu. Karenanya, kalangan pengamat dunia usaha meyakini, demo buruh yang terjadi beberapa waktu lalu tidaklah menimbulkan ketakutan para investor.

Terhadap hal ini, pemerintah, pengusaha dan buruh harus kembali duduk bersama untuk merumuskan jalan keluar ke depannya. Bukan tidak mungkin masalah seperti ini akan terjadi di masa yang akan datang. Semakin berlarut-larutnya merumuskan nilai kekhalayakan upah, potensi demo buruh pasti terus terjadi.

Solusi yang masuk akal saat ini adalah meyakinkan investor bagaimana menciptakan kondisi yang nyaman, kepastian hukum dan komunikasi yang baik antara pengusaha dan buruh termasuk Pemerintah sebagai mediator harus memainkan peran yang aktif. Pemerintah harus mampu mencium gejala-gejala yang muncul di dunia usaha. Jangan sampai pemerintah dan jajaran yang berkepentingan di dalamnya tidur tanpa harus mempunyai solusi. Kalau perlu siapkan jalan keluar tanpa harus menunggu perintah Presiden.

Bagi masyarakat, kejadian demo kemarin kalo mau jujur memang membuat masyarakat terpukul lantaran kegiatan ekonominya terhambat. Tapi bagi masyarakat jauh lebih dewasa menyikapi persoalan tersebut. Maklum, buruh adalah bagian dari masyarakat.