Ilustrasi oleh : SwaIklan.com |
Sosok pembantu rumah tangga (PRT) dewasa ini sudah seperti menjadi darah daging dalam kehidupan keluarga suami istri yang sibuk bekerja di kota besar. Kontinuitas pekerjaan dengan beragam kesibukannya sering menghinggapi pasangan suami istri yang bekerja. Tidak dipungkiri, pekerjaan rumah tangga sehari hari terancam menjadi terbengkalai. Melihat kondisi seperti ini, tentunya akan menjadi persoalan serius bagi pasangan suami istri yang bekerja yang dampaknya tentu bisa menggangu ritme pekerjaan bahkan kehidupan rumah tangga.
Perkara pekerjaan rumah tangga sedianya adalah kewajiban pasangan suami istri. Sekarang tugas itu dipercayakan pada PRT, mulai dari urusan beres-beres rumah hingga mengasuh anak. Coba tengok saja, untuk urusan beres-beres rumah mungkin suatu hal yang lazim, tetapi bicara mengasuh anak, apalagi anak yang diasuh masih balita sebenarnya sangat bertentangan dengan nurani pasangan suami istri. Kenyataan yang terjadi dalam pekerjaan membuat pasangan suami istri tidak bisa berbuat apa-apa. Sebenarnya tidak juga dikatakan pasrah, demi alasan kelangsungan hidup ekonomi rumah tangga mau tidak mau suka tidak suka pasangan suami istri yang bekerja tetap mencari jalan keluar agar semua aktivitas kerumahtanggaan dan pekerjaan tetap terjaga.
Menilik begitu beratnya aktivitas rumah dan kantor sehari-hari yang dilakukan hampir bersamaan akhirnya menjadi ujian bagi pasangan suami istri yang bekerja. Suka dan duka pasti menjadi menu sehari-hari. Dari rasa kecocokkan dengan PRT sampai bagaimana PRT mengerti tugas yang diberikan kepadanya sehari-hari acapkali menjadi menu yang tiada habis dibahas. Meskipun begitu, terkadang pasangan suami istri merasa prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan. Terlebih lagi jauh dari kampung halaman. Padahal sejatinya mereka sama sebagai orangtua dari anak-anaknya, meski nasib yang membedakan. Namun demikian sikap saling menghormati dan menghargai terhadap tugas masing-masing harus terus dikembangkan. Berdasarkan pertimbangan demikian, biasanya pasangan suami istri kerap mencari PRT yang mempunyai referensi dari orang-orang terdekat.
Tidak menjadi suatu hal yang aneh, model (referensi) macam ini menjadi andalan bagi pasangan suami istri. Maksudnya tak lain dan tak bukan adalah menghindarkan diri dari sesuatu yang tidak diinginkan. Sebut saja, belakangan ini marak kejahatan di perumahan berkedok pembantu. Apalagi pembantu yang dipekerjakan tidak diketahui secara persis asal usulnya. Ketenangan pasangan suami istri pekerja menjadi taruhan yang sangat mahal. Walaupun mahal ongkosnya, model referensi menjadi favorit pasangan suami istri mencari wakilnya untuk mengurusi pekerjaan rumah dan mengasuh anak. Biasanya prinsip yang dikedepankan berdasarkan pada kedekatan keluarga.
Lain halnya dengan PRT yang berasal dari penyalur atau agen. Memang model ini lebih profesional dan cekatan meskipun ongkos yang dikeluarkan sangat profesional juga. Bagi pasangan suami istri yang kerap menggunakan jasa PRT ini biasanya ekstra waspada dan agak ketat. Kalau perlu dibuatkan perjanjian kerja. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi suatu hal yang tidak diinginkan, mengingat ketiadatahuan asal-usul individu dan sifat pembawaannya. Benar, disalurkan dari agen yang terkenal sekalipun, namun sejatinya kenyamanan dan ketenangan belum sepenuhnya milik pasangan suami istri.
Dilema masalah tentang PRT akan terasa gaungnya, lebih-lebih menjelang lebaran. Menjadi maklum, lebaran adalah kesempatan bagi mereka pulang kampung bertemu dengan keluarga tercintanya. Meskipun setahun sekali, momen seperti lebaran menjadi harapan mereka agar diperkenankan pulang oleh majikan. Biasanya, majikan manapun pasti mengabulkan sepanjang mereka sepakat dengan janji kapan kembali lagi. Itupun kalau mereka menepati janji.
Sering dijumpai, mereka tidak kembali dengan berbagai alasan. Tidak melulu karena tidak kerasan, kadang-kadang yang kerasan dan merasa cocok dengan majikannyapun tidak kembali. Hal ini menjadi dilematis majikan ketika mendengar kabar sang pembantu tidak kembali. Perasaan kecewa dan pusing bercampur baur menjadi satu. Apalagi telah menemukan pembantu yang cocok. Mau tidak mau akhirnya sang majikan kembali mencari pembantu yang baru dengan permasalahan yang sama. Teruus begitu setiap tahunnya. Fenomena yang tak lekang saat lebaran.
PRT dan majikan bagai dua keping mata uang yang senantiasa hidup di suatu negara meskipun maju dan sejahtera.
Perkara pekerjaan rumah tangga sedianya adalah kewajiban pasangan suami istri. Sekarang tugas itu dipercayakan pada PRT, mulai dari urusan beres-beres rumah hingga mengasuh anak. Coba tengok saja, untuk urusan beres-beres rumah mungkin suatu hal yang lazim, tetapi bicara mengasuh anak, apalagi anak yang diasuh masih balita sebenarnya sangat bertentangan dengan nurani pasangan suami istri. Kenyataan yang terjadi dalam pekerjaan membuat pasangan suami istri tidak bisa berbuat apa-apa. Sebenarnya tidak juga dikatakan pasrah, demi alasan kelangsungan hidup ekonomi rumah tangga mau tidak mau suka tidak suka pasangan suami istri yang bekerja tetap mencari jalan keluar agar semua aktivitas kerumahtanggaan dan pekerjaan tetap terjaga.
Menilik begitu beratnya aktivitas rumah dan kantor sehari-hari yang dilakukan hampir bersamaan akhirnya menjadi ujian bagi pasangan suami istri yang bekerja. Suka dan duka pasti menjadi menu sehari-hari. Dari rasa kecocokkan dengan PRT sampai bagaimana PRT mengerti tugas yang diberikan kepadanya sehari-hari acapkali menjadi menu yang tiada habis dibahas. Meskipun begitu, terkadang pasangan suami istri merasa prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan. Terlebih lagi jauh dari kampung halaman. Padahal sejatinya mereka sama sebagai orangtua dari anak-anaknya, meski nasib yang membedakan. Namun demikian sikap saling menghormati dan menghargai terhadap tugas masing-masing harus terus dikembangkan. Berdasarkan pertimbangan demikian, biasanya pasangan suami istri kerap mencari PRT yang mempunyai referensi dari orang-orang terdekat.
Tidak menjadi suatu hal yang aneh, model (referensi) macam ini menjadi andalan bagi pasangan suami istri. Maksudnya tak lain dan tak bukan adalah menghindarkan diri dari sesuatu yang tidak diinginkan. Sebut saja, belakangan ini marak kejahatan di perumahan berkedok pembantu. Apalagi pembantu yang dipekerjakan tidak diketahui secara persis asal usulnya. Ketenangan pasangan suami istri pekerja menjadi taruhan yang sangat mahal. Walaupun mahal ongkosnya, model referensi menjadi favorit pasangan suami istri mencari wakilnya untuk mengurusi pekerjaan rumah dan mengasuh anak. Biasanya prinsip yang dikedepankan berdasarkan pada kedekatan keluarga.
Lain halnya dengan PRT yang berasal dari penyalur atau agen. Memang model ini lebih profesional dan cekatan meskipun ongkos yang dikeluarkan sangat profesional juga. Bagi pasangan suami istri yang kerap menggunakan jasa PRT ini biasanya ekstra waspada dan agak ketat. Kalau perlu dibuatkan perjanjian kerja. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi suatu hal yang tidak diinginkan, mengingat ketiadatahuan asal-usul individu dan sifat pembawaannya. Benar, disalurkan dari agen yang terkenal sekalipun, namun sejatinya kenyamanan dan ketenangan belum sepenuhnya milik pasangan suami istri.
Dilema masalah tentang PRT akan terasa gaungnya, lebih-lebih menjelang lebaran. Menjadi maklum, lebaran adalah kesempatan bagi mereka pulang kampung bertemu dengan keluarga tercintanya. Meskipun setahun sekali, momen seperti lebaran menjadi harapan mereka agar diperkenankan pulang oleh majikan. Biasanya, majikan manapun pasti mengabulkan sepanjang mereka sepakat dengan janji kapan kembali lagi. Itupun kalau mereka menepati janji.
Sering dijumpai, mereka tidak kembali dengan berbagai alasan. Tidak melulu karena tidak kerasan, kadang-kadang yang kerasan dan merasa cocok dengan majikannyapun tidak kembali. Hal ini menjadi dilematis majikan ketika mendengar kabar sang pembantu tidak kembali. Perasaan kecewa dan pusing bercampur baur menjadi satu. Apalagi telah menemukan pembantu yang cocok. Mau tidak mau akhirnya sang majikan kembali mencari pembantu yang baru dengan permasalahan yang sama. Teruus begitu setiap tahunnya. Fenomena yang tak lekang saat lebaran.
PRT dan majikan bagai dua keping mata uang yang senantiasa hidup di suatu negara meskipun maju dan sejahtera.