Gambar diunduh dari google.com (awangjivi.com) |
Pernah suatu waktu penulis saat
kecil ditanyakan orang terdekat, “Nak, nanti kalau sudah besar mau jadi apa?”
Dengan spontan penulis menjawab, “Jadi Insinyur Perminyakan!”. Jawaban yang
keluar dari mulut mungil tersebut kemudian disenyumkan dengan manis dan
didoakan Sang Penanya. “Kalo mau mendapat cita-cita tersebut, banyak berdo’a,
kerja keras dan berusaha, jangan lupa berbuat adil dengan saudara atau teman.
Mudah-mudahan tercapai ya Nak”, katanya.
Penulis ingat betul pesan 28
tahun yang lalu tersebut. Kini merangkak usia 35 tahun, cita-cita yang
diimpikan hanyalah tinggal cerita. Manusia berencana tetapi Tuhan punya rencana
yang lain. Rencana yang tidak pernah kita tahu. Rencana yang katanya, sudah diperjanjikan
saat manusia hendak lahir dari perut bundanya. Tapi, apapun itu, rencana Tuhan
jauh lebih bermanfaat dan rencana Tuhan adalah pilihan terbaik buat hambaNya
yang dikasihi. Meski itu, untuk meraih sukses, disertai dengan hambatan,
tantangan dan godaan bahkan cacian dan sindiran.
Banyak orang bilang, setiap usia
bertambah sejatinya orang semakin dewasa, bijaksana dan mampu mengendalikan
diri. Namun banyak pula orang bilang, bertambahnya usia sesungguhnya adalah
mengurangi jatah hidup manusia itu sendiri.
Terhadap hal ini, masing-masing
manusia diberikan kelebihan untuk menutupi kekurangannya. Manusia juga
diberikan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan diberikan
anugerah untuk melindungi diri. Kemampuan yang dimiliki tentu masing-masing
berbeda. Termasuk ketahanan manusia mendapati cobaan.
Mencoba meningkatkan kualitas
hidup dalam setiap bidang tentu tidak mudah diraih begitu saja. Banyak cobaan
dan tantangan silih berganti datang menerjang. Dari yang mudah hingga yang
sulit, tak terkecuali dibidang sosial kemasyarakatan atau hubungan antar
manusia.
Menarik memang bila membedah hubungan antar manusia ini, tidak cukup
waktu untuk menjelaskannya hanya berjam-jam, berhari-hari atau bertahun-tahun,
tapi lebih pada implementasi atau praktek di lapangan. Barangkali itu yang bisa
membuat penilaian seseorang lebih berarti dibanding hanya dengan cerita atau
sekedar tinta diatas kertas belaka.
Dalam posisi demikian, bila
ditautkan dalam kehidupan sekarang, Penulis lebih mendamba sebuah nilai kerja
yang menghasilkan output, nilai
kesesuaian, nilai persamaan, konsistensi dalam mengambil keputusan serta cerdas
untuk menangkap gejala dan fenomena yang berlangsung disekitarnya. Lain itu ada
nilai Pengakuan dan kejujuran yang harus dijunjung tinggi serta menghindari
jebakan-jebakan miskin pemikiran dan benang kusut hawa nafsu yang mengungkung
personal dalam parodi yang tidak perlu.