Rabu, 20 Juni 2012

Etnis Ronghya di Myanmar, Korban Diskriminasi ?


Gambar diunduh dari imbalo.wordpress.com
Diskriminasi atau apapun namanya tidaklah dibenarkan. Berita tentang diskriminasi banyak menghias kehidupan di sekitar kita. Diskriminasi bisa dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan organisasi tertentu, atau kelompok yang senangnya bersinggungan dengan SARA (suku, agama dan ras). Terhadap perilaku sosial beberapa kelompok yang disinyalir melakukan diskriminasi, sudah sepatutnya pemerintah melakukan langkah pencegahan sekaligus mengeleminir serta berdiri paling depan dengan lantang menyuarakan anti diskriminatif.

Kini, episode tentang diskriminasi menjadi perhatian dunia. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Myanmar. Kerusuhan sepanjang sejarah myanmar beberapa waktu yang lalu meledak dengan aksi bentrokan yang terjadi antara etnis minoritas ronghya dengan etnis yang tidak mengakui keberadaan ronghya sebagai bagian dari bangsa Myanmar. 

Dalam artikel ini, penulis tidak mengupas tuntas kenapa bentrokan terjadi, kapan dan bagaimana dengan korban yang jatuh serta ada kepentingan apa dibalik tragedi ini. Penulis hanya mengutarakan keprihatinannya terkait berita di berbagai media massa yang menyebutkan telah terjadi pengusiran etnis Ronghya yang diduga dilakukan secara terorganisir. 

Dari beberapa media yang penulis baca, etnis Ronghya tidak diakui oleh mayoritas penduduk Myanmar sebagai bagian dari warga Myanmar. Penderitaan terhadap etnis Ronghya membuat siapapun akan mengkernyitkan dahi ketika tahu, mereka tidak mendapat pengakuan sebagai warga negara. Lalu, apakah dengan demikian, sebagai bagian dari anak cucu adam yang menempati salah satu sudut planet bumi ini, etnis Ronghya salah ? kemudian dibarikan terlantar dan terdampar ? Dari mana mereka sesungguhnya berasal, apakah pengkebirian hak-hak mereka dibenarkan dengan ulah bar-bar oknum warga yang belum bisa menerima demokrasi ?

Jujur, dalam hal ini Penulis tidak mau terjebak terhadap hal-hal yang semakin memperkeruh suasana. Penulis menyuarakan keprihatinannya terhadap minimnya aksi pemerintah Myanmar mencegah segelintir oknum warganya yang melakukan aksi kriminal. Dan, jatuhnya korban tewas yang mencapai puluhan orang, tentu menjadikan episode penderitaan etnis Ronghya semakin berat. Dampak dari pengusiran itu sendiri, beberapa penduduk kemudian mengungsi ke negara-negara tetangga. Bahkan semakin miris ketika ada sebagian dari pejabat penguasa dari negara tetangga yang menolak kedatangan pengungsi dengan berbagai alasan. 

Terhadap peristiwa ini, tentu menjadi catatan buruk tersendiri bagi pemerintah Myanmar yang baru saja mengalami transisi dari junta militer ke sistem demokrasi. Sangat kontras dengan keberhasilan transisi demokrasi yang banyak dipuji negara-negara di dunia. Perjuangan panjang dan berat Aung San Su Kyi menjadikan Myanmar sebagai negara demokrasi sedikit ternoda dengan peristiwa ini. Dan jauh di Inggris sana, saat Su Kyi menghadiri suatu acara di London, dirinya sangat terpukul ketika mengetahui tragedi kemanusiaan terjadi di rumahnya sendiri. Su Kyi juga meminta pemerintah Myanmar melakukan aksi yang dapat mencegah tragedi Ronghya menjadi besar.

Namun demikian, penulis berharap catatan pertengahan tahun Myanmar tentang kemajuan transisi dari militer ke demokrasi merupakan prestasi besar yang dilakukan pemerintah Myanmar. Duniapun berseru dan tersenyum dengan perubahan yang manis dan mulus. Banyak yang menilai kebijakan Presiden Thien Sen merupakan bentuk upaya rekonsiliasi dari berbagai elemen, khususnya militer dan rakyat yang pro demokrasi. Asean sebagai organisasi kawasan, mendukung terus kemajuan-kemajuan demokrasi di Myanmar sekaligus sebagai modal dan aset terhadap stabilitas kawasan. Belum lagi Amerika dan Eropa, meski dilanda krisis moneter, mereka terus memantau perkembangan yang terjadi Myanmar.

Atas dasar analisis dan penafsiran tersebut, sangat diyakini pemerintah Myanmar akan melakukan langkah-langkah strategis terhadap isu Ronghya ini. Kemampuan Myanmar mencarikan jalan keluar terhadap isu dan masalah kemanusiaan, tentu membuat dunia kembali mengapresiasi sejauhmana kedewasaan Myanmar dalam berdemokrasi. 

Menjunjung tinggi hak asasi manusia dan memperlakukan warganya sama di depan hukum merupakan ciri dari negara demokrasi.