Gambar diunduh dari imbalo.wordpress.com |
Diskriminasi atau apapun namanya
tidaklah dibenarkan. Berita tentang diskriminasi banyak menghias kehidupan di
sekitar kita. Diskriminasi bisa dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan
organisasi tertentu, atau kelompok yang senangnya bersinggungan dengan SARA
(suku, agama dan ras). Terhadap perilaku sosial beberapa kelompok yang
disinyalir melakukan diskriminasi, sudah sepatutnya pemerintah melakukan
langkah pencegahan sekaligus mengeleminir serta berdiri paling depan dengan
lantang menyuarakan anti diskriminatif.
Kini, episode tentang diskriminasi
menjadi perhatian dunia. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Myanmar.
Kerusuhan sepanjang sejarah myanmar beberapa waktu yang lalu meledak dengan
aksi bentrokan yang terjadi antara etnis minoritas ronghya dengan etnis yang
tidak mengakui keberadaan ronghya sebagai bagian dari bangsa Myanmar.
Dalam artikel ini, penulis tidak
mengupas tuntas kenapa bentrokan terjadi, kapan dan bagaimana dengan korban
yang jatuh serta ada kepentingan apa dibalik tragedi ini. Penulis hanya mengutarakan
keprihatinannya terkait berita di berbagai media massa yang menyebutkan telah
terjadi pengusiran etnis Ronghya yang diduga dilakukan secara terorganisir.
Dari beberapa media yang penulis
baca, etnis Ronghya tidak diakui oleh mayoritas penduduk Myanmar sebagai bagian
dari warga Myanmar. Penderitaan terhadap etnis Ronghya membuat siapapun akan
mengkernyitkan dahi ketika tahu, mereka tidak mendapat pengakuan sebagai warga
negara. Lalu, apakah dengan demikian, sebagai bagian dari anak cucu adam yang
menempati salah satu sudut planet bumi ini, etnis Ronghya salah ? kemudian
dibarikan terlantar dan terdampar ? Dari mana mereka sesungguhnya berasal,
apakah pengkebirian hak-hak mereka dibenarkan dengan ulah bar-bar oknum warga
yang belum bisa menerima demokrasi ?
Jujur, dalam hal ini Penulis
tidak mau terjebak terhadap hal-hal yang semakin memperkeruh suasana. Penulis
menyuarakan keprihatinannya terhadap minimnya aksi pemerintah Myanmar mencegah
segelintir oknum warganya yang melakukan aksi kriminal. Dan, jatuhnya korban tewas
yang mencapai puluhan orang, tentu menjadikan episode penderitaan etnis Ronghya
semakin berat. Dampak dari pengusiran itu sendiri, beberapa penduduk kemudian
mengungsi ke negara-negara tetangga. Bahkan semakin miris ketika ada sebagian
dari pejabat penguasa dari negara tetangga yang menolak kedatangan pengungsi
dengan berbagai alasan.
Terhadap peristiwa ini, tentu
menjadi catatan buruk tersendiri bagi pemerintah Myanmar yang baru saja
mengalami transisi dari junta militer ke sistem demokrasi. Sangat kontras
dengan keberhasilan transisi demokrasi yang banyak dipuji negara-negara di
dunia. Perjuangan panjang dan berat Aung San Su Kyi menjadikan Myanmar sebagai
negara demokrasi sedikit ternoda dengan peristiwa ini. Dan jauh di Inggris
sana, saat Su Kyi menghadiri suatu acara di London, dirinya sangat terpukul
ketika mengetahui tragedi kemanusiaan terjadi di rumahnya sendiri. Su Kyi juga meminta
pemerintah Myanmar melakukan aksi yang dapat mencegah tragedi Ronghya menjadi
besar.
Namun demikian, penulis berharap
catatan pertengahan tahun Myanmar tentang kemajuan transisi dari militer ke
demokrasi merupakan prestasi besar yang dilakukan pemerintah Myanmar. Duniapun
berseru dan tersenyum dengan perubahan yang manis dan mulus. Banyak yang
menilai kebijakan Presiden Thien Sen merupakan bentuk upaya rekonsiliasi dari
berbagai elemen, khususnya militer dan rakyat yang pro demokrasi. Asean sebagai
organisasi kawasan, mendukung terus kemajuan-kemajuan demokrasi di Myanmar
sekaligus sebagai modal dan aset terhadap stabilitas kawasan. Belum lagi
Amerika dan Eropa, meski dilanda krisis moneter, mereka terus memantau
perkembangan yang terjadi Myanmar.
Atas dasar analisis dan
penafsiran tersebut, sangat diyakini pemerintah Myanmar akan melakukan
langkah-langkah strategis terhadap isu Ronghya ini. Kemampuan Myanmar mencarikan
jalan keluar terhadap isu dan masalah kemanusiaan, tentu membuat dunia kembali
mengapresiasi sejauhmana kedewasaan Myanmar dalam berdemokrasi.
Menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan memperlakukan warganya sama di depan hukum merupakan ciri dari
negara demokrasi.