Sepanjang bulan maret
ini, Ibukota dipenuhi sesak dengan berita pencalonan bakal Gubernur dan Wakil
Gubernur Jakarta. Berbagai drama dan kejadian sekitar politik pencalonan
pemimpin Jakarta selalu menghiasi layar kaca. Praktis, pesan yang ingin
disampaikan ke masyarakat, baik itu oleh para kandidat maupun partai pendukung
bisa ditangkap langsung oleh audiens segmen yang dituju. Harapannya media mampu
menyampaikan setiap pesan yang hendak disampaikan. Nah, disinilah peran media
seperti televisi diyakini bisa mempengaruhi pikiran calon pemilih untuk
menentukan jagoan yang akan diusungnya menjadi pemimpin Jakarta.
Gambar oleh zonaebook.wordpress |
Mengutip salah satu
artikel di laman dari salah satu blog, media sebagai salah satu bentuk
komunikasi massa mempunyai peran yang cukup signifikan dalam menciptakan
perubahan penting bagi kondisi kehidupan sosial masyarakat. Dengan media, suatu
realitas peristiwa dapat diketahui secara umum meninggalkan lokasi dan menuju
batas-batas wilayah yang lebih luas menembus jarak, ruang dan waktu. Selain itu
pula secara kuantitas cakupan jangkauan yang dituju oleh media pada consumer
(masyarakat) dalam jumlah yang besar, banyak. Sangat pas dengan ciri penduduk
Jakarta yang sangat heterogen.
Menjadi lebih
komplit, ternyata para kandidat bakal calon Gubernur dan Wakil sudah melek
informasi. Dengan kata lain, para tim sukses yang mengusung jagonya,
ramai-ramai melirik media televisi sebagai wahana menyampaikan pesan dan
janji-janji yang digaungkan para kandidat. Perang strategi media tidak
terelakkan lagi.
Tidak hanya melalui
media televisi, para pendukung kandidat Gubernur dan Wakilnya juga melirik
media berita online. Melalui jaringan
internet yang semakin canggih dan mudah diakses, informasi tentang keunggulan
kandidat terus disuarakan sejauh pelosok di bumi Betawi. Bayangkan berapa besar
biaya yang harus disiapkan untuk mendukung perang informasi agar masyarakat
bisa mengenal lebih dekat jagoannya.
Untuk
hitung-hitungan, penulis sendiri tidak mampu mengurainya. Tapi yang jelas, di
dalam suatu pesta pemilihan Kepala Daerah, rasanya tidak mungkin semuanya serba
gratis. Perlu satu kerjasama dari berbagai pihak maupun elemen dari para
kandidat untuk bahu membahu menunjukkan kemampuannya membawa perubahan kota
Jakarta ke arah yang lebih baik. Memang, masing-masing kandidat bakal calon
Gubernur maupun Wakilnya tentu mempunyai strategi pemenangan tersendiri agar
bisa finish dengan satu kemenangan yakni bisa mempengaruhi calon pemilih.
Namun perlu diingat
pula, perang strategi informasi boleh dilakukan oleh para pendukung bakal
calon. Tetapi di sisi lain, para pemilih yakni masyarakat Jakarta sudah sangat
cerdas bagaimana menentukan pilihannya. Alih-alih gencar melakukan kampanye
dengan media, bukannya dukungan yang dipilih, malah cacian dan ejekan yang
diterima.
Satu contoh kecil
saja, bila salah satu pasangan kandidat Gubernur dan Wakilnya membuat jargon
kampanye yang berbau SARA, pasti bakalan menuai cemoohan dari masyarakat. Dari
sini saja, permulaan untuk perang strategi yang ke depannya bakal menguras
pikiran dan tenaga sudah divonis bakal kedodoran. Dan, inilah yang harus
dihindari oleh para kandidat yang akan bertarung dalam PILKADA Jakarta.
Perang strategi
tidak hanya melalui media saja. Perlu ada cara lain agar komunikasi antara
kandidat dengan pemilihnya berjalan dengan baik. Model komunikasi ketemu
langsung masyarakat dengan mendengar keluhan dan memberikan janji perubahan
masih dianggap mumpuni meraup suara masyarakat. Terjun langsung dan merasakan
apa yang dirasakan masyarakat menjadi cara sendiri para kandidat merangkul
masyarakat.
Ada pula yang
menyasar masyarakat dengan mendengar aspirasi melalui kearifan lokal atau
budaya setempat. Dengan perhatian yang seksama, janji pelestarian budaya lokal
bisa juga menjadi wahana meraup suara. Atau dengan mendekatkan diri pada
komunitas seni, asal konsisten dan tidak ingkar janji, dijamin suara akan
mengalir ke bakal calon kandidat.
Nah, disinilah perlu
kecerdasan dan kearifan para kandidat Bakal Calon Gubernur dan Wakilnya. Tidak
melulu dengan janji-janji tapi bisa memberi bukti. Merangkul dan mendekat serta
meniadakan sekat-sekat model priyayi yang biasanya melekat dengan kekuasaan.
Siapapun anda dan darimanapun
anda, sebagai salah satu warga Jakarta, penulis ucapkan selamat datang dan
bertarung. Kedepankan fair play. Berlomba-lombalah
untuk kebaikan dan perubahan Jakarta ke depan.