Sabtu, 15 Januari 2011

Keretaku, Pergi Pagi Pulang Petang


Namanya Sari, wanita karir yang bekerja disebuah perusahaan bank plat merah di bilangan Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Pusat, sehari-hari berangkat kerja menggunakan moda transportasi kereta api. Tinggal di bilangan Pondok Ranji Ciputat, wanita muda yang selalu energik ini tidak pernah ketinggalan untuk berburu kereta api dipagi hari.

Sejatinya, Sari berangkat kerja sebelum menggunakan kereta api, dia selalu naik mobil pribadi. Berangkat usai sholat subuh, Sari berjibaku mengejar waktu menghindari macet sepanjang jalan Ciputat Raya, Lebak Bulus hingga Radio Dalam dan Blok M menuju kantornya di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Pusat. Biasanya waktu yang ditempuh mencapai 2 jam lebih sedikit termasuk waktu macet yang disediakan. Karena kemacetan yang semakin menggila, Sari kini beralih menggunakan moda kereta api.

Sari yang merupakan lulusan Sarjana Ekonomi salah satu Universitas di Jakarta kini sadar akan banyaknya kerugian ekonomis yang dideritanya jika tetap menaiki mobil pribadi. Ongkos dan waktu yang tidak efisien menjadi pertimbangan tersendiri. Apa yang dirasakannya sebenarnya banyak yang dirasakan orang-orang disekitarnya. Hanya yang membedakan adalah kesadaran dari pengguna kendaraan itu sendiri.

Kisah Sari merupakan sedikit dari kisah seorang pekerja di kota Jakarta yang setiap hari selalu dihantui perasaan tidak nyaman akibat kemacetan parah di setiap sudut jalan kota Jakarta dan sekitarnya. Memang, Jakarta sebagai kota metropolitan banyak sekali permasalahan dengan lika-liku kehidupan yang tak kunjung ada habisnya. Diceritakan sedemikian detail-pun, tidak akan selesai-selesai.

Kembali ke moda transportasi.

Kereta Api, moda transportasi ini sangat familiar di masyarakat. Fungsinya yang memiliki kemampuan dan kelebihan, diakui sejak jaman Kolonial penjajah Belanda. Kereta Api menjadi sarana transportasi yang sangat strategis. Nah, di abad 21 sekarang, fungsi kereta api tidak lagi hanya menjadi alat pengangkut seperti jaman penjajahan Belanda dulu. Kini, moda transportasi yang panjang mirip ular ini menjadi harapan mengurangi kemacetan di Jakarta. Maklum saja, lebih dari 4 juta pekerja di wilayah Jabodetabek bekerja dan mencari nafkah di Jakarta (sebagai perbandingan Pebruari tahun 2008, jumlah pekerja di Jakarta mencapai 4,06 juta, data dari : Mars Indonesia).

Data dari Mars Indonesia yang diberi nama “Indonesian Consumer Profile 2008” menunjukkan dari 4,06 juta pekerja tersebut ternyata sebagian besar mereka menggunakan kendaraan pribadi sebagai sarana transportasi menuju tempat kerjanya ketimbang menggunakan angkutan umum. Ini menunjukkan bahwa 78,4% pekerja di ibukota Jakarta lebih suka menggunakan kendaraan pribadi (mobil & motor pribadi), sementara yang memilih angkutan umum hanya 18,1% pekerja. Artinya dengan kata lain, fungsi kereta api sebagai moda transportasi memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan ibu Kota Jakarta di tahun yang akan datang.

Sayangnya, keandalan kereta api diakui masih belum dibilang sempurna, masih banyak permasalahan yang kerap terjadi dan selalu terjadi. Masalah utama moda transportasi ini adalah ketepatan waktu dan kenyamanan. Hal ini dibuktikan sendiri oleh penulis saat menggunakan kereta api dari stasiun Manggarai hingga Pondok Ranji Ciputat. Ketepatan waktu masih belum menjadi acuan standar pelayanan maksimal. Kadang tepat waktu, tapi lebih banyak telatnya. Bahkan delay-nya bisa mencapai 7 hingga 10 menit. Namun begitu, kecintaan masyarakat terhadap moda transportasi massal ini tidak bisa diukur dari berapa rupiah yang harus dikeluarkan demi sampai tujuan. Kereta api tetap menjadi andalan warga Jakarta dan sekitarnya saat mencari nafkah, berangkat pagi pulang petang.

Seminggu yang lalu, penulis pernah membaca harian Ibukota bahwa pemerintah berencana menaikkan tarif kereta api ekonomi. Berita penaikan ini tentu saja menjadi polemik di masyarakat, khususnya pengguna kereta api. Pro kontrapun menyeruak. Ada yang setuju dan ada yang tidak. Lagi-lagi masyarakat menanggapinya dengan dingin. Tapi, jauh dikeramaian Jakarta, ada beberapa lembaga Swadaya Masyarakat yang berusaha meyakinkan pemerintah, jika penaikkan tarif saat ini bukanlah waktu yang tepat.

Terbukti, hanya dalam beberapa hari, usulan kenaikan tarif yang sebelumnya sempat ditempel di beberapa sudut stasiun kini diturunkan kembali karena pemerintah menundanya. Koran Tempo, tanggal 10 Januari memberitakan, rencana pemberlakuan tarif kereta api kelas ekonomi ditunda. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, penundaan tersebut dilakukan berdasarkan masukan dari masyarakat. Atas dasar itulah, Kementerian Perhubungan kemudian menunda keputusan kenaikan tarif kereta api ekonomi.

Menanggapi penundaan kenaikan, Kepala Humas kereta Api Daop I Jakarta mengatakan, PT Kereta Api akan tetap memberlakukan tiket dengan harga seperti biasa, harga normal. Sebelumnya diberitakan tarif kereta api jarak jauh dinaikkan sebesar Rp. 4.000-8.500, jarak sedang Rp. 1.000-5.500, jarak pendek Rp. 500-2.000, kereta rel diesel Rp. 500-1.500 dan tariff kereta listrik sebesar Rp. 500-2.000. Memang, jika dilihat dari besaran kenaikannya, beberapa pengguna kereta api yang penulis temui tidak begitu mempermasalahkan. Hanya bila dinaikkan, harus ada perubahan layanan yang semakin meningkat. Minimal tepat waktu, kata Sari.

Standar pelayanan yang baik dan kenyamanan disadari betul oleh PT KAI, merupakan hak pengguna kereta api. Karenanya, penulis berharap, memberikan pelayanan yang baik tidak hanya menjadi tugas pokok PT KAI, tetapi juga harus melibatkan instansi terkait yang berkepentingan terhadap pembangunan Kota Jakarta, dalam hal ini Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Kemampuan PT KAI menyediakan jasa transportasi massal seharusnya menjadikan Pemerintah Propinsi DKI jeli melihat peluang mengurangi kemacetan di Jakarta. Perlu ada kesepahaman dan kesepakatan diantara dua pihak.

Penulis yakin, dengan terintegrasinya beberapa instansi terkait, akan membuat lebih mudah menata Kota Jakarta dan prospek cerah dari bisnis kereta api. Disatu sisi, bisa mengurangi kemacetan dan disisi lain menjadikan kereta api sebagai transportasi handal. Untuk sebuah ketepatan waktu dan kenyamanan, menaikkan tariff kereta api tidaklah menjadi masalah, asalkan parameternya jelas. Selain itu, dengan memberdayakan kereta api, sedikit banyak memberikan pelajaran bagi pengguna kendaraan bermotor untuk menggunakan moda transportasi massal saat berangkat mencari nafkah, pergi pagi, pulang petang.