Kamis, 24 Maret 2011

Nasib Juru Penilik Jalan Rel Kereta Api

Juru Penilik Jalan Kereta Api
Ada satu pekerjaan yang mempunyai tanggung jawab besar tetapi pekerjaan yang satu ini dianggap kebanyakan orang tidak ada apa-apanya bahkan bukan menjadi suatu tujuan berkarir. Pembaca yang budiman mungkin penasaran atau barangkali tidak peduli pekerjaan yang satu ini. Tetapi jika penasaran, ijinkan penulis mengangkat sekelumit pekerjaan yang satu ini. Dan bagi yang tidak mau tahu, mudah-mudahan dengan membaca ini meskipun sedikit, bisa berbagi pencerahan kepada siapa saja.

Ceritanya begini.

Membaca salah satu media massa terbitan hari ini, penulis sesaat merenungkan satu pekerjaan yang cukup sederhana di PT KAI. Pekerjaan itu tak lain dan tak bukan adalah juru penilik jalan rel kereta api. Sangat tertarik menelusuri pekerjaan mulia yang satu ini meskipun hanya sekedar membaca. Sesaat kemudian pikiranku menerawang saat penulis ke semarang dengan menggunakan kereta api.

Betul, karena murah meriah dan tidak berpolusi, moda yang satu ini menjadi pengikat relung pikiran dan hati saat menatap pemandangan di sekelilingnya juga mendapat tempat tersendiri di hati setiap orang.

Kembali ke kisah pekerjaan di PT KAI.

Pekerjaan yang penulis maksud adalah juru penilik jalan rel kereta api. Menurut beberapa sumber yang didapat penulis, juru penilik jalan kereta api ini bertugas melakukan pengecekan rel kereta api sepanjang wilayah teritorial sebuah stasiun kereta api yang jaraknya bisa berkilo-kilo meter. Tugas mulia yang diamanatkan PT KAI kepada juru penilik jalan (JPJ) merupakan suatu aktifitas rutin memeriksa mur, baut, atau penambat yang kendor secara detil lintasan kereta (rel), melalui penyusuran langsung. Aktifitas ini biasanya dilakukan menjelang sore hari hingga tengah malam, bahkan sampai pagi buta.

Alasan yang dikemukan tak lebih dari faktor jadwal perjalanan kereta api yang jarang. Selain itu, malam hari sangat rawan bagi perjalanan suatu kereta api. Pencurian rel kereta api menjadi momok tersendiri bagi JPJ disamping karena faktor usia bantalan rel yang sudah tua. Oleh karenanya, bertugas di malam hari tidak membuat JPJ ini kecut, bahkan menjadi panggilan nurani untuk mengawal perjalanan kereta api selamat sampai tujuan.

Melongok aktifitas JPJ.

Bagi petugas JPJ, berjibaku dengan dinginnya hawa malam tidak sebanding dengan tanggung jawab yang diembannya. Jika dalam pemeriksaan menemukan ketidakberesan, petugas JPJ harus segera menanganinya. Seperti, ada penambat rel yang kendor atau hilang, besi rel yang aus atau putus, serta bantalan yang rusak harus dikencangkan. Lebih dari itu harus segera mengambil tindakan.
Sebagai contoh, mengutip keterangan seorang petugas JPJ di Semarang dari sebuah harian media massa kota Semarang, Langkah yang harus diambil tindakan segera jika ditemukan titik rel yang rusak adalah memasang bendera warna merah sekitar 500 meter dari titik rel yang rusak. Hal Itu dilakukan sebagai tanda peringatan bagi masinis untuk menghentikan kereta yang dikemudikannya. Kalau kerusakan tidak terlampau parah, JPJ cuma memandu kereta yang lewat dengan mengibarkan bendera berwarna hijau. Maksudnya agar masinis menjalankan keretanya pelan-pelan.

Dengan melihat realita di lapangan, sudah semestinya ada komunikasi yang terarah guna mendukung efektifitas pengawasan kelaikan rel kereta. Berdasarkan kelengkapan alat kerjanya, menurut pengakuan seorang petugas JPJ, dalam bekerja petugas tidak dilengkapi dengan sarana komunikasi yang memadai, sehingga kalau ada temuan kerusakan harus sampai di stasiun dulu untuk melaporkannya. Komunikasi yang intensif antar petugas kereta api menjadi kewajiban yang harus diutamakan. Dengan pemanfaatan teknologi komunikasi yang canggih dewasa ini, penulis rasa sebuah kepantasan bagi petugas JPJ untuk mendukung tugasnya. Ingat, Tidak semua petugas JPJ di daerah terpencil yang dilalui lintasan kereta api mampu membeli alat komunikasi, apalagi medan berat yang mengelilinginya.

Ada satu hal lagi yang menjadi keprihatinan terhadap tugas mulia ini. Bayangkan jika seorang petugas JPJ, memeriksa rel dengan menelusuri berjalan kaki hingga berkilo-kilo meter dan di suatu titik yang medannya jauh dari keramaian, ditemukan segerombolan pencuri besi kemudian dipergoki, bukan tak mungkin nyawa petugas JPJ ini terancam.

Seorang petugas JPJ sebut saja namanya Ali dan Wahono, dalam suatu harian media massa menceritakan seperti ini :

Saat bertugas malam, beberapa kali saya memergoki aksi para pencuri rel di jalur Semarang Gudang (Pelabuhan) yang memang sudah tak berfungsi. Namun karena jumlah mereka lebih banyak, Ali tak bisa berbuat apa-apa. Ia cuma bisa berlalu tanpa mengucap sepatah kata pun. "Yang berseragam saja takut, apalagi saya yang petugas pocokan ini.

Sampai di tengah jalan, ia memergoki serombongan pencuri besi rel kereta api yang tengah beraksi. Mereka mengenali Wahono sebagai petugas pemeriksa rel kereta. "Salah seorang dari mereka ada yang mengancam 'tugel wae gulune' (potong saja lehernya). Untung mereka tidak mempraktikkan ancaman itu. Daripada mati konyol, saya memilih segera berlalu dan melaporkan aksi pencurian tersebut kepada atasan," kisahnya.

Ya, menjadi juru periksa rel ternyata berisiko besar. Salah-salah, nyawa bisa menjadi taruhannya. Selain itu di balik pekerjaan yang terlihat remeh-temeh itu tersandang tanggung jawab berat. Terlebih di tengah maraknya aksi pencurian dan sabotase sarana dan prasarana kereta api seperti sekarang. Tapi ironis, meski memikul tanggung jawab yang tidak ringan, nasib juru periksa rel kereta api masih terabaikan. Kesejahteraan hidup mereka masih jauh dari yang diharapkan. Seperti Ali yang berstatus pekerja outsourching, tiap tahun harus memperpanjang kontraknya.

Pembaca yang budiman, di saat menjelang datangnya musim mudik tahun ini, bukan tidak mungkin menjadi beban tersendiri bagi petugas JPJ untuk memastikan rel kereta yang akan dilalui aman untuk dilewati. Lengah sedikit, salah-salah bisa disangkakan pasal pidana. Padahal dengan ketelitian JPJ, keselamatan dan kenyamanan perjalanan kereta api menjadi dambaan semua. Oleh sebab itu, kita wajib memberikan apresiasi kepada pekerjaan yang satu ini. Janganlah kita berapriori dari kepedulian sesama insan. Sebagai pengguna jasa kereta api, penulis mengajak kepada pembaca yang budiman untuk sekedar merenungkan pekerjaan yang mulia ini dan kita ceritakan serta sebar luaskan kepada anak cucu betapa besar peran mereka. Penulis hanya berharap, semoga pemerintah bisa memperhatikan kesejahteraan dan kehidupan JPJ jauh dari yang diharapkan.