Selasa, 08 Februari 2011

Susahnya Menunggu Spare Part

Siang terik di sebuah perumahan bilangan selatan Jakarta, tampak sekeluarga sedang asik mengisi aktifitas liburnya di rumah. Beberapa diantaranya sedang sibuk membersihkan juga merapikan halaman rumah, sedangkan yang lain terlihat hendak mencuci. Melihat aktifitas keluarga tersebut, penulis menganggapnya sebagai kegiatan yang jamak dilakukan, mengindikasikan adanya harmonisasi kehidupan dalam keluarga tersebut.

Sesaat memandangi keluarga tersebut, tiba-tiba dari dalam rumah terdengar percakapan serius si empunya rumah dengan asistennya. Tidak lama berselang, mereka berduapun keluar rumah, melihat dan menghampiri penulis. Tertegun sejenak saat didatangi dua wanita, penulis tampak kaget, takut dikiranya menguping. Ternyata dugaan penulis salah. Tetangga, si empunya rumah, rupanya sedang terbelit masalah. Tapi tunggu dulu, masalah yang diungkapkan bukanlah masalah pribadi atau keluarga. Masalah yang membelit mereka adalah tentang sebuah pulsator mesin cuci. Lah kok bisa ?

Cerita ini merupakan nyata dan mungkin bisa terjadi dengan kita, siapa tau ? Penulis sedikit menukil pengalaman tetangga yang punya dengan masalah tersebut. Ada baiknya untuk di share, bahkan mungkin bisa sedikit berbagi pengalaman.


Kisah Mesin Cuci

Mesin cuci, bukanlah sesuatu yang asing bagi orang yang sudah berumah tangga. Alat bantu yang rangkanya terbuat dari berbagai campuran bahan (metal, besi, mesin, alumunium dan plastik) menjadi andalan setiap keluarga. Alat ini juga sangat membantu dan meringankan beban pekerjaan rumah tangga seperti mencuci pakaian kotor habis pakai.

Teknologinya yang sederhana, mudah digunakan dan perawatannya yang simple, menjadi kelebihan tersendiri bagi mesin cuci menarik perhatian kaum ibu dari kota hingga pelosok desa. Dari merk yang terkenal hingga sedang-sedang saja, mesin cuci tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan perannya di rumah tangga. Dengan kata lain, tanpa mesin cuci, sedikit banyak kita bisa dibuat repot jika perannya hilang.

Kasus yang menimpa tetangga penulis, ternyata mengungkapkan sisi sebaliknya. Ke dua wanita tersebut, lama sudah dibuat kesal dengan keberadaan mesin cuci yang tidak kunjung berfungsi. Sebulan sebelumnya, ternyata mesin tersebut sudah tidak bekerja lagi. Selidik punya selidik, ada satu komponen yang tidak berfungsi dengan baik sehingga mengurangi kinerja mesin cuci miliknya. Mereka beranggapan tidak berfungsinya mesin diakibatkan salah satu komponennya ada yang rusak, dan tentu membuat keluarga tersebut tidak nyaman.

Dari curahan hati ibu tersebut, penulis menangkap kesan, kisah mesin cucinya yang malang sebenarnya sudah dilaporkan kepihak supplier untuk dibelikan pengganti komponen yang rusak. Hanya saja, laporan yang diberikan, kurang mendapat tanggapan positif dari oknum supplier. Ibu itu merasa dipingpong kesana kemari. Terhadap ini, penulis sempat menyarankan untuk tidak merasa bosan mencoba kembali menghubungi supplier yang dimaksud. Dari saranku tersebut, ternyata tidak mudah untuk mendapatkan komponen (pulsator) mesin cuci miliknya. Perlu menunggu sebulan lebih untuk mendatangkan alat tersebut, itupun kata staff tempat dimana supplier bekerja.

Sebulan sudah pesanan alat di daftarkan langsung dari negeri pembuatnya. Dan menjelang waktu yang sudah dijanjikan terlewati, ternyata alat tersebut belum juga didatangkan. Berbagai alasan dikemukan, dari belum didaftarkan sampai ketiadaan sparepart. Melihat gelagat demikian, siempunya rumah (tetangga) semakin kesal. Penasaran, sudah pasti.

Akhirnya, si pemilik mesin cuci meminta tolong penulis untuk menelepon kembali supplier dengan harapan bisa mendapat kabar yang baru. Melihatnya memohon, penulispun segera menelepon supplier mesin cuci tersebut. Diterima oleh seorang pemuda, penulis menceritakan kronologis masalah persis seperti yang diungkapkan tetangga depan rumah. Mendapat laporan tersebut, pemuda diujung telepon sana, sepertinya menghindar dengan berbagai macam alasan. Padahal pemuda tersebut adalah nama yang sama saat menerima laporan pengaduan kerusakan sebulan lalu, berdasarkan informasi tetangga.

Kejadian demikian membuat penulis semakin penasaran. Dan tanpa segan, penulis menguraikan bagaimana hak-hak konsumen harus diperhatikan. Dalam konteks hukum, konsumen mendapat jaminan perlindungan hukum dari negara sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Didalam UU tersebut dijelaskan bahwa konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Mendengar penjelasan penulis, pemuda diujung telepon segera merespon untuk kembali memasukkan pulsator ke dalam daftar belanja sparepart berikutnya. Penulispun segera mengingatkan agar tidak sekedar memasukkan ke dalam daftar pembelian, tetapi kepuasan konsumen dan janji juga harus ditepati. Hal ini dilakukan mengingat tempo sebulan yang dijanjikan telah terlewati, artinya telah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh supplier kepada konsumen, jangan sampai terulang untuk kedua kalinya. Permasalahan yang timbul bagaimana sparepart tidak tersedia, menurut penulis adalah permasalahan teknis supplier dengan produsen sparepart, bukan urusan konsumen.

Sebenarnya, pemikiran konsumen sederhana, jika membeli suatu barang tentu pertimbangannya adalah ketersediaan sparepart saat terjadi kerusakan. Hanya saja, kurang terbukanya informasi yang didapat konsumen, menyebabkan konsumen hilang kepercayaan. Dan, ini bisa mengurangi image yang tertanam di masyarakat. Pengaruhnya bisa berdampak serius jika terus dibiarkan atas ketidakprofesionalitasan membelenggu merk mesin tersebut.

Penulis menyarankan perlu dilakukan upaya penyediaan informasi yang tertata rapi, bagaimana konsumen bisa mendapatkan dengan mudah sparepart dan produsen menjamin ketersediaan sparepart. Logikanya adalah, jika bisa membuat suatu produk tentu harus pula menyiapkan sparepartnya. Kalau tidak, jangan salahkan konsumen beralih ke merk lain. Persaingan usaha saat ini semakin keras, bung!


Mumpung Belum Terlambat

Seperti banyak orang ketahui, jalan raya puncak merupakan tempat favorit untuk dilewati jika hendak bepergian ke Bandung dari Jakarta maupun Bogor. Keistimewaan jalan raya ini menjadi terkenal seantero negeri. Lihat saja, dengan pemandangannya yang indah, perkebunan teh, hawanya yang sejuk, jalan raya puncak menawarkan keuntungan bisnis yang membuat siapapun berani berinvestasi di sana.

Jalan tembus yang dibangun pemerintahan semasa penjajahan Belanda Jenderal Willem Daendels ini terletak memanjang dari perempatan Ciawi hingga berakhir di Cianjur. Tidak itu saja, pepohonannya yang rimbun dan nyaman, menjadi tempat berteduh bagi sebagian orang yang lewat. Pun tidak ketinggalan, disisi kanan dan kiri jalan raya puncak banyak juga ditemui berdirinya tempat wisata untuk masyarakat. Baik yang dikelola dengan oleh pemerintah maupun swasta dengan jumlah yang tentu tidak sedikit.

Namun, memasuki abad 21, wilayah tersebut kini terancam kehilangan mutiaranya. Sepanjang dari Gadog Bogor hingga Puncak Pass (Rindu Alam) kini bertebaran pusat bisnis yang menawarakan konsep wisata. Dari penyediaan tempat untuk kegiatan perkantoran, penyewaan Village, toko modern, warung-warung pinggir jalan sampai penyediaan jasa perparkiran. Belum lagi penyediaan jasa penginapan seperti villa dan hotel tinggal serta menjamurnya kompleks hiburan. Bayangkan, berapa besar omset pendapatan yang diterima di daerah tersebut.

Namun, dibalik kemajuan daerah tersebut, ternyata daerah puncak menyimpan sejuta kekhawatiran bagi sebagian orang. Sebut saja, tempat yang diharapkan menjadi resapan air, kini terancam tidak berfungsi lagi. Bisa ditebak, tanah yang jenuh dan tidak bisa lagi menahan air menyebabkan bencana longsor dimusim hujan selalu menghantui. Belum lagi ancaman banjir di daerah hilir mengancam Ibukota Jakarta. Tidak dipungkiri, gangguan keseimbangan ekosistem karena perusakan lingkungan adalah penyebab utama dengan aktor yang bernama manusia. Indikasinya adalah terjadi perubahan budaya yang sangat cepat mendukung berubahnya pola pikir masyarakat yang terperangkap dalam pembangunan.

Mengambil istilah orang kampung, “mumpung belum terlambat”, perlu dilakukan kajian kembali terhadap berdirinya bangunan di atas daerah resapan air. Pemerintah daerah harus punya ‘sense’ atas nasib generasi dimasa yang akan datang termasuk pelestarian lingkungan yang harus diperhatikan. (Has)