Salah satu aktifitas JPO |
Jembatan penyeberangan menjadi hak setiap pejalan kaki untuk sampai ke tempat tujuan. Beberapa hak pejalan kaki terlihat kian lama kian hilang dibayang-bayang keangkuhan orang perorang. Mau tahu, ya, benar salah satu yang hendak dikupas adalah semakin tidak ada fungsi yang jelas jembatan penyeberangan hadir di tengah-tengah kepentingan pejalan kaki.
Coba lihat di beberapa jalan besar utama. Jembatan penyeberangan yang tersedia tampak teronggok tidak ditengok oleh pejalan kaki. Bahkan fungsinya berubah menjadi pasar kaget dadakan pedagang kaki lima. Bukan tidak mungkin, jembatan penyeberangan juga menjadi tempat yang nyaman bagi pelaku kejahatan seperti copet, pemalak, dan preman berbaur menjadi satu dengan pedagang dan pejalan kaki. Belum lagi banyaknya pengemis dan gelandangan, sudah terbayang jembatan penyeberangan menjadi semrawut.
Pemandangan ini sangat mencolok terutama berada dekat dengan lokasi pasar maupun pusat perbelanjaan modern. Seakan ikut berpartisipasi dalam kehidupan roda ekonomi, PKL menjadikan jembatan penyeberangan sebagai tempat yang sangat strategis menggaet pembeli. Memang diakui, secara ekonomi tidak ada satupun ahli ekonomi yang melarang keberadaan PKL. Namun disisi lain, beralih fungsinya jembatan penyeberangan menjadi tempat jualan, sesungguhnya mengkebiri hak-hak pejalan kaki. Pejalan kaki sebagai pengguna jalan mempunyai hak untuk sampai ketempat tujuan dengan selamat.
Hanya, beberapa tahun sejak tumbangnya orde baru gerak ekonomi yang terpusat pada konglomerasi berubah mendadak menjadi pasar kerakyatan. Wajah-wajah PKL dari berbagai daerah menghiasi ragam pasar dadakan tersebut. Alasan ekonomi yang kemudian menjadi penahbis keberadaan PKL sehingga makin lama makin menjamur dan tidak terkendali sampai-sampai jembatan penyeberanganpun tak luput dari sasaran yang dianggapnya paling strategis.
Wajah memelas pejalan kaki seakan tidak bisa mempengaruhi belas kasih pedagang yang menyerobot hak-haknya. Berdiri sedikit menjijit, takut dagangan PKL terinjak hingga jalan miring seperti hewan lunak yuyu menjadi pemandangan sehari-hari di jembatan penyeberangan. Saling beradu pandang dan beradu bahu hingga macet berjalan tidak menjadikan pedagang PKL tergerak pindah tempat.
Ironis memang, tapi itulah potret suram jembatan penyeberangan yang tidak terkelola dengan baik. Entah itu pemanfaatannya ataupun kepedulian masyarakat untuk merawatnya. Kalau sudah begini, akan dikemanakan lagi hak-hak pejalan kaki.
Coba lihat di beberapa jalan besar utama. Jembatan penyeberangan yang tersedia tampak teronggok tidak ditengok oleh pejalan kaki. Bahkan fungsinya berubah menjadi pasar kaget dadakan pedagang kaki lima. Bukan tidak mungkin, jembatan penyeberangan juga menjadi tempat yang nyaman bagi pelaku kejahatan seperti copet, pemalak, dan preman berbaur menjadi satu dengan pedagang dan pejalan kaki. Belum lagi banyaknya pengemis dan gelandangan, sudah terbayang jembatan penyeberangan menjadi semrawut.
Pemandangan ini sangat mencolok terutama berada dekat dengan lokasi pasar maupun pusat perbelanjaan modern. Seakan ikut berpartisipasi dalam kehidupan roda ekonomi, PKL menjadikan jembatan penyeberangan sebagai tempat yang sangat strategis menggaet pembeli. Memang diakui, secara ekonomi tidak ada satupun ahli ekonomi yang melarang keberadaan PKL. Namun disisi lain, beralih fungsinya jembatan penyeberangan menjadi tempat jualan, sesungguhnya mengkebiri hak-hak pejalan kaki. Pejalan kaki sebagai pengguna jalan mempunyai hak untuk sampai ketempat tujuan dengan selamat.
Hanya, beberapa tahun sejak tumbangnya orde baru gerak ekonomi yang terpusat pada konglomerasi berubah mendadak menjadi pasar kerakyatan. Wajah-wajah PKL dari berbagai daerah menghiasi ragam pasar dadakan tersebut. Alasan ekonomi yang kemudian menjadi penahbis keberadaan PKL sehingga makin lama makin menjamur dan tidak terkendali sampai-sampai jembatan penyeberanganpun tak luput dari sasaran yang dianggapnya paling strategis.
Wajah memelas pejalan kaki seakan tidak bisa mempengaruhi belas kasih pedagang yang menyerobot hak-haknya. Berdiri sedikit menjijit, takut dagangan PKL terinjak hingga jalan miring seperti hewan lunak yuyu menjadi pemandangan sehari-hari di jembatan penyeberangan. Saling beradu pandang dan beradu bahu hingga macet berjalan tidak menjadikan pedagang PKL tergerak pindah tempat.
Ironis memang, tapi itulah potret suram jembatan penyeberangan yang tidak terkelola dengan baik. Entah itu pemanfaatannya ataupun kepedulian masyarakat untuk merawatnya. Kalau sudah begini, akan dikemanakan lagi hak-hak pejalan kaki.