Kamis, 12 April 2012

SAMPAH, MUSUH ATAU BUKAN ?


Gunungan Sampah
Perilaku manusia sebagai makhluk sosial mengantarnya pada cerminan pembentukan budaya dalam kehidupan sehari-hari. Tak terkecuali dengan hasil kegiatan atau usaha yang merupakan sisa olahan yang tidak terpakai seperti sampah.
Mungkin sejak jaman lahirnya manusia ke muka bumi, yang namanya sisa produk yang tidak terpakai saat itu juga telah lahir. Hanya pada jamannya, sampah yang dihasilkan tidak lebih daripada biji-bjian maupun kulit buah-buahan produk alam yang tidak bisa digunakan atau dimakan.
Nah, di akhir jaman saat ini, jaman dimana yang katanya modern dan canggih, yang namanya sampah tidak bisa lepas dari sisa kegiatan manusia yang hidupnya terus bersosialisasi, kemudian membentuk kelompok yang dinamakan masyarakat.
Sampah adalah wujud kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dalam upayanya mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Sayangnya, tujuan untuk mewujudkan kehidupan yang makin baik tidak diiringi dengan pola pikir yang maju dari masyarakat itu sendiri. Pola pikir yang dimaksud adalah kepedulian terhadap kebersihan lingkungan sekitarnya, lalu bagaimana menanamkan pemahaman sejak dini kepada anak-anak untuk menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tampatnya, bagaimana pula mengenalkan anak-anak terhadap pembedaan jenis sampah mana yang bisa didaur ulang dan mana yang tidak. Tetapi tetap saja diperlukan suatu usaha yang serius dan terus menerus tanpa kenal lelah mengajarkan kepada masyarakat bahwa sampah adalah kerugian.
Coba lihat saja, sekeliling lingkungan yang kita diami dan kita pijak, banyak terlihat onggokan sampah baik itu disudut ruangan, tempat atau media yang seharusnya bukan menjadi habitat sampah. Sebab demikian, karena empati masyarakat makin berkurang. Kekurangpedulian inilah yang kemudian menimbulkan masalah besar yang kelak membuat masyarakat makin menjerit, jengah dan galau terhadap keberadaan sampah.
Gunungan sampah yang berserakan disetiap sudut, kini telah menjadi pemandangan yang biasa. Limbah tersebut kini menyimpan segudang bom waktu yang bisa merugikan masyarakat. Tidak heran, bila musim penghujan, datang banjirpun banyak menggenang. Timbul kemudian penyakit dan lingkungan yang tidak sehat. Sampah kini menjadi musuh masyarakat, padahal ia ada karena kurangnya kepedulian terhadap kebersihan. Lain itu, timbul masalah sosial lainnya seperti dampak banjir yang mengakibatkan macet dan bisa memukul kegiatan ekonomi saat itu juga. Ruginya, bisa miliaran bahkan tidak mungkin triliunan.
Got dan selokan yang sedianya menjadi jalur lintas air, lama kelamaan ditumbuhi dengan rumput. Tidak itu saja, media jalur lintas air kini banyak mengalami pendangkalan. Belum lagi pelebaran jalan yang memakan badan saluran air. Pun ini terjadi, tetap saja lagi-lagi masyarakat saling menunjuk siapa yang pantas salah. Padahal, tidak perlu menunjuk hidung, dengan kesadaran yang terbangun secara ikhlas, niscaya masalah sampah bisa teratasi. Masyarakat tidak perlu lagi terjebak ke dalam relung perebutan penggunaan lahan sampah secara eksklusif. Tetapi bagaimana dengan sampah, bisa menciptakan sesuatu yang berguna seperti penggunaan gas metana yang lahir dari sampah.
Dalam kesempatan ini, penulis mengajak kepada teman-teman pembaca untuk bisa mensounding minimal memberikan pencerahan kepada orang terdekat kita untuk menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah sembarangan. Cerdas mengelola sampah, bisa membawa masyarakat kepada tatanan kehidupan yang sejahtera. Lebih dari itu, sampah bukanlah momok atau musuh yang ketika kita lewat kemudian menutup hidung. Tapi tutuplah pikiran yang kolot, Tutup pula pikiran yang mau menang sendiri. Tutup pikiran yang menyalahkan sesama, termasuk jangan beri kesempatan berpikir untuk mengeruk keuntungan pribadi yang lebih dari nilai toleransi sosial masyarakat. Kembangkan usaha dan kreatifitas, budayakan gemar mendaur ulang sampah. Siapa tau, dari sampah kita bisa menjadi orang yang berharga dari aspek kepribadian. Karena sesungguhnya, sampah itu ada sejak adam dan hawa menghuni dunia.