Gunungan Sampah |
Perilaku manusia sebagai makhluk sosial
mengantarnya pada cerminan pembentukan budaya dalam kehidupan sehari-hari. Tak
terkecuali dengan hasil kegiatan atau usaha yang merupakan sisa olahan yang
tidak terpakai seperti sampah.
Mungkin sejak jaman lahirnya manusia ke
muka bumi, yang namanya sisa produk yang tidak terpakai saat itu juga telah
lahir. Hanya pada jamannya, sampah yang dihasilkan tidak lebih daripada
biji-bjian maupun kulit buah-buahan produk alam yang tidak bisa digunakan atau
dimakan.
Nah, di akhir jaman saat ini, jaman
dimana yang katanya modern dan canggih, yang namanya sampah tidak bisa lepas
dari sisa kegiatan manusia yang hidupnya terus bersosialisasi, kemudian
membentuk kelompok yang dinamakan masyarakat.
Sampah adalah wujud kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus dalam upayanya mewujudkan kehidupan yang lebih
baik. Sayangnya, tujuan untuk mewujudkan kehidupan yang makin baik tidak
diiringi dengan pola pikir yang maju dari masyarakat itu sendiri. Pola pikir
yang dimaksud adalah kepedulian terhadap kebersihan lingkungan sekitarnya, lalu
bagaimana menanamkan pemahaman sejak dini kepada anak-anak untuk menjaga
kebersihan dan membuang sampah pada tampatnya, bagaimana pula mengenalkan
anak-anak terhadap pembedaan jenis sampah mana yang bisa didaur ulang dan mana
yang tidak. Tetapi tetap saja diperlukan suatu usaha yang serius dan terus
menerus tanpa kenal lelah mengajarkan kepada masyarakat bahwa sampah adalah
kerugian.
Coba lihat saja, sekeliling lingkungan
yang kita diami dan kita pijak, banyak terlihat onggokan sampah baik itu
disudut ruangan, tempat atau media yang seharusnya bukan menjadi habitat sampah.
Sebab demikian, karena empati masyarakat makin berkurang. Kekurangpedulian
inilah yang kemudian menimbulkan masalah besar yang kelak membuat masyarakat
makin menjerit, jengah dan galau terhadap keberadaan sampah.
Gunungan sampah yang berserakan disetiap
sudut, kini telah menjadi pemandangan yang biasa. Limbah tersebut kini
menyimpan segudang bom waktu yang bisa merugikan masyarakat. Tidak heran, bila
musim penghujan, datang banjirpun banyak menggenang. Timbul kemudian penyakit
dan lingkungan yang tidak sehat. Sampah kini menjadi musuh masyarakat, padahal
ia ada karena kurangnya kepedulian terhadap kebersihan. Lain itu, timbul
masalah sosial lainnya seperti dampak banjir yang mengakibatkan macet dan bisa
memukul kegiatan ekonomi saat itu juga. Ruginya, bisa miliaran bahkan tidak
mungkin triliunan.
Got dan selokan yang sedianya menjadi
jalur lintas air, lama kelamaan ditumbuhi dengan rumput. Tidak itu saja, media
jalur lintas air kini banyak mengalami pendangkalan. Belum lagi pelebaran jalan
yang memakan badan saluran air. Pun ini terjadi, tetap saja lagi-lagi masyarakat
saling menunjuk siapa yang pantas salah. Padahal, tidak perlu menunjuk hidung,
dengan kesadaran yang terbangun secara ikhlas, niscaya masalah sampah bisa
teratasi. Masyarakat tidak perlu lagi terjebak ke dalam relung perebutan
penggunaan lahan sampah secara eksklusif. Tetapi bagaimana dengan sampah, bisa
menciptakan sesuatu yang berguna seperti penggunaan gas metana yang lahir dari
sampah.
Dalam kesempatan ini, penulis mengajak
kepada teman-teman pembaca untuk bisa mensounding
minimal memberikan pencerahan kepada orang terdekat kita untuk menjaga
kebersihan dan tidak membuang sampah sembarangan. Cerdas mengelola sampah, bisa
membawa masyarakat kepada tatanan kehidupan yang sejahtera. Lebih dari itu,
sampah bukanlah momok atau musuh yang ketika kita lewat kemudian menutup
hidung. Tapi tutuplah pikiran yang kolot, Tutup pula pikiran yang mau menang
sendiri. Tutup pikiran yang menyalahkan sesama, termasuk jangan beri kesempatan
berpikir untuk mengeruk keuntungan pribadi yang lebih dari nilai toleransi
sosial masyarakat. Kembangkan usaha dan kreatifitas, budayakan gemar mendaur
ulang sampah. Siapa tau, dari sampah kita bisa menjadi orang yang berharga dari
aspek kepribadian. Karena sesungguhnya, sampah itu ada sejak adam dan hawa
menghuni dunia.