Ilustrasi |
Seorang sahabat pernah mengatakan,
hidup itu bagaikan fatamorgana. Dari jauh tampak berair, basah dan subur penuh
dengan kenikmatan dan gairah, yang bisa mengantarkan seseorang pada satu tujuan
mulia, yaitu sukses. Namun sebenarnya, tidak tampak seperti yang dibayangkan.
Kehidupan itu justru penuh dengan godaan, cobaan, intrik dan saling bersaing.
Dengan bahasa yang sederhana,
hidup itu adalah sebuah klimaks kenikmatan duniawi yang hanya sekejap. Sebuah
tempat berteduh sementara, tempat transit untuk menuju pada alam kehidupan yang
lain. Di dalamnya banyak cerita dan episode setiap anak adam tentang pengalaman
yang menghampiri sepanjang waktu. Sebagai seorang pemeran layaknya sebuah film,
setiap manusia diberikan peran yang sudah dikodratkan oleh Sang Penguasa
Tunggal, Tuhan Yang Maha Kuasa yang mengatur segala sendi kehidupan manusia.
Dengan kuasaNya, setiap manusia
diberikan kemampuan untuk menghadapi setiap cobaan, godaan dan ujian. Manusia
diberikan akal, pikiran juga hati nurani. Pemberian inilah yang menempatkan
manusia pada kasta tertinggi daripada makhluk ciptaanNya yang lain, termasuk
iblis sekalipun.
Manusia juga memiliki kecerdasan
dan perasaan. Kemampuan yang luar biasa ini, setidaknya menjadi sebuah pijakan
kokoh untuk menjalani hidup di dunia. Akan menjadi lebih sempurna, ketika
semuanya itu dibungkus dengan dogma ajaran agama. Dan hidup menjadi terasa
indah jika semuanya itu berpadu dan membaur menjadi satu elemen kepribadian
manusia yang mampu membuat sejarah dan meninggalkan nuansa seni serta harmoni
kehidupan.
Nilai ajaran agama yang suci dan
mulia tersebut merupakan panduan yang tidak bisa dielakkan bagi anak cucu adam.
Sebuah panduan yang dirasa cukup sebagai bekal menghadapi sisa-sisa kehidupan.
Nilai yang tiada tanding ini, mampu menahan dan mencegah egoisme, sebuah sifat
jelek manusia yang melekat sejak dia menginjak dewasa. Nilai jelek yang berasal
dari ajaran syaitan dan iblis melalui tiupan-tiupan tipuan dan kebohongan, bisa
membuai sekaligus menjerumuskan manusia ke dalam lembah jurang yang hina dan
nista.
Untuk itu, menyongsong tahun baru
yang penuh harap, hendaknya manusia tidak lagi mengulangi segala bentuk
perilaku yang negatif yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Setiap
pergantian tahun, banyak orang memaknai tambah umur dan usia serta pengalaman,
tetapi sejatinya disitulah kita kian dekat dengan kematian karena jatah hidup
yang berkurang.
Entah itu, penyakit yang datang,
musibah, bencana alam, perang atau ketika dalam keadaan sehat. Mati adalah
sebuah vonis Tuhan yang tidak bisa dihindari oleh setiap makhluk hidup. Suka
tidak suka, senang tidak senang, mati itu pasti datang. Sebuah pesan yang
serius dari Tuhan yang harus disikapi hambaNya untuk tidak terlena dengan
nikmat dunia yang sementara.
Oleh karena itu, bagi kita menyongsong tahun baru
yang sebentar lagi datang, ada baiknya kita tinggalkan segala perbuatan yang
jelek dan tercela yang tidak sesuai dengan ajaran agama maupun kebiasaan hidup
manusia sehari-hari. Songsonglah tahun depan menjadi awal kebangkitan
menggemanya nilai kebaikan dan kebajikan yang bisa menerangi cahaya hidup umat
manusia. Dengan begitu akan tercipta harmoni kehidupan yang nyaman, tenang,
damai dan kita bisa meninggalkan suatu kesan indah tentang arti sebuah hidup.
Tinggalkan korupsi, tinggalkan
kolusi, tinggalkan nepotisme, tinggalkan gratifikasi, tinggalkan pula dendam,
tinggalkan dengki, tinggalkan sifat iri, tinggalkan amarah, tinggalkan
prasangka buruk, sifat cela mencela, sifat menfitnah dan sifat yang membawa
pada kemalasan, sifat jumawa, sifat ria ataupun sifat-sifat lainnya yang patut
kita berantas dalam kondisi apapun. Meskipun itu berat dan butuh perjuangan
sert pengorbanan.
Selamat Tahun Baru 2012.