Minggu, 14 Agustus 2011

Pak Mamat : "Merdeka !"

Berjalan menyusuri pinggir jalan raya besar di tengah terik matahari, seorang lelaki tua tampak terengah-engah menghela nafas dan mencoba mengumpulkan tenaga. Nampak raut mukanya bergurat setengah menengadah, seakan menunjukkan dirinya mampu mendorong sebuah gerobak sederhana penuh muatan. Di usianya yang senja, ia tetap semangat meski peluh membasahi raut wajahnya, bahkan tubuhnya, lelaki tua itu tidak menghiraukannya.

Sebut saja Pak Mamat, lelaki baya itu adalah salah satu dari penjual bendera keliling tahunan. Bermodal gerobak kecil dan uang hasil pinjaman, Pak Mamat mencoba peruntungan menjual bendera dan umbul-umbul untuk keperluan peringatan hari kemerdekaan ke masyarakat. Bila melihat apa yang dijajakannnya, terpampang banyak ragam dan rupa, juga corak jualannya. Semuanya didominasi warna merah putih, maklum tujuh belasan sudah dekat.

Setapak dua tapak dia berusaha melempar senyum, sambil menawarkan dagangannya kepada pejalan kaki dan pengendara motor. Hingga membawanya pada kelokan sebuah gang, dan tanpa ampun, Pak Mamat  berteriak lantang menawarkan bendera dan umbul-umbul termasuk lima belas batang bambu untuk keperluan Agustusan. Tanpa dinyana, dua anak kecil datang mendekat melihat-lihat bendera Pak Mamat. Melihat calon konsumennya anak kecil, Pak Mamat segera beraksi dengan membawakan cerita dibumbui lawakan kecil tentang perjuangan pendahulu kita di masa lalu.

Sejurus kemudian, anak-anak serius mendengarkan Pak Mamat. Sesekali mereka tertawa mendengar ceritanya. Ulah Pak Mamat, kontan membuat orang tua mereka menghampiri bermaksud membeli, seraya mengeluarkan beberapa uang recehan kecil demi si buah hati. Dengan cekatan, Pak Mamat kemudian mengambil bendera yang dipilih dan membantu mengikatkannya pada sebuah batang bambu.

Anak-anakpun riang bukan kepalang. Kini, mereka punya bendera untuk dikibarkan di beranda depan rumahnya. Tak ketinggalan pula, senyum mengembang dari orang tua mereka. Melihat tingkah anak kecil tersebut, Pak Mamat takjub dan menitikkan air mata. Dipandanginya bendera yang terpasang tanpa henti, seakan ada sesuatu yang membawanya ke alam lain. Pak Mamat-pun bahagia, benderanya terjual, kemudian sambil berdoa bisa mendapat rejeki disisa setengah hari libur, bulan puasa tahun 2011.

Dalam asanya, Pak Mamat ingin sekali membagi sedikit kebahagiannya kepada orang lain. Sulitnya hidup akibat biaya ekonomi tinggi membuat Pak Mamat terus berjuang banting tulang. Tak peduli berapa yang didapatnya, dia tetap semangat menggelorakan makna perjuangan saat masa kemerdekaan. Meskipun dirinya tidak sebaik nasib orang pada umunya, Pak Mamat masih sempat memikirkan pinjaman yang harus dilunaskannya, syukur-syukur ada sisa sekedar dapur bisa ngebul.

"Merdeka !" pekik Pak Mamat semangat.

Tidak ada komentar: