Sabtu, 12 November 2011

Kesetaraan Gender : Pekerja Perempuan Sebagai Sumber Daya Pembangunan, Wajib di Lindungi


Ilustrasi
Mencari sesuap nasi, begitulah ungkapan yang lumrah dan sering dikatakan orang pada umumnya ketika bekerja. Sebuah ungkapan yang disadari atau tidak, adalah sebuah bentuk ekspresi tanggung jawab seorang pekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Meskipun dulu, ungkapan tersebut lebih pada menunjukkan sebuah dominasi kaum laki-laki. Tapi sekarang, ungkapan ini sudah bukan lagi domain kaum laki-laki saja, namun jauh merambah kepada kaum perempuan.

Sejak gaung emansipasi perempuan yang disuarakan Kartini pada akhir abad 1800-an, tuntutan kesetaraan gender selalu mengalami peningkatan di setiap aspek kehidupan, termasuk dunia kerja pada sekarang ini. Tidak hanya pada sektor tenaga kerja saja, partisipasi perempuan kini lebih meningkat pada pemanfaatan peluang dalam dunia usaha bahkan tidak sedikit yang menjadi pengusaha. 

Seperti yang diungkapkan Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Stefan Koeberle dalam kolom Pelita Online.com, perempuan di Indonesia banyak yang menjadi pengusaha. Tidak itu saja, saat ini banyak perempuan menjadi lebih sadar akan hak hukum mereka karena pelatihan paralegal di pedesaan. Dengan begitu, harapan terhadap peningkatan kesetaraan gender bisa memotivasi produktivitas dan hasil pembangunan untuk generasi mendatang. Kemajuan pesat perempuan dalam partisipasi dunia kerja saat ini menunjukkan bahwa kedudukan perempuan menjadi sangat penting bagi kemajuan sebuah bangsa.

Dunia kerja ataupun dunia usaha pada era globalisasi merupakan tuntutan perkembangan jaman bagi umat manusia. Persaingan dan perlombaan untuk mendapatkan keinginan pemenuhan kebutuhan hidup, sudah menjadi sesuatu yang tidak terelakkan lagi. Artinya, manusia selalu menginginkan sesuatu yang lebih baik dalam mencapai taraf kehidupannya menuju pada cita-cita yang sejahtera, hidup di atas rata-rata.

Dengan meningkatnya peluang kerja maupun usaha bagi perempuan tentunya akan membawa nilai positif bagi pembangunan, tetapi ada dampak negatif yang tidak bisa dipungkiri seperti pemanfaatan perempuan sebagai alat mencapai tujuan melebihi batas-batas nilai hak asasi manusia yang seharusnya dijunjung dan dihormati.

Dalam beberapa waktu terakhir, banyak perempuan tersandung masalah di dunia kerja. Ekspolitasi yang berlebihan terhadap kemampuan perempuan, disalahgunakan hingga berujung pada muncul tindak pidana demi keadilan seperti mencuatnya kasus Tenaga Kerja Perempuan yang disiksa dan dijadikan budak seks oleh oknum yang tidak berperikemanusiaan (lihat kasus TKI yang terjadi di Arab Saudi, Malaysia dan Singapore).

Hal ini disadari sebagai bentuk kekhilafan kita semua, baik itu pemerintah, swasta dan masyarakat. Oleh karenanya, pemanfaatan Sumber Daya Perempuan dalam dunia kerja maupun usaha harusnya dibarengi dengan pemberian pembekalan maupun peningkatan kemampuan terhadap ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan. Seperti yang diungkapkan Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Stefan Koeberle, meningkatnya pembangunan Indonesia saat ini disebabkan oleh partisipasi perempuan yang sadar akan hak hukumnya. 

Tentu kita bangga dengan apresiasi Koeberle yang tidak serta merta mudah mengatakan hal tersebut, kita tahu betul itu ada datanya. Karenanya, tidak perlu terlena dengan pernyataan positif Koeberle, apresiasi perlu, tetapi kerja keras dalam usaha mewujudkan pekerja perempuan Indonesia yang intelek adalah modal negara mengawal kesetaraan gender dan partisipasi perempuan dalam pembangunan. 

Kita yakin, semakin maju dan inteleknya perempuan Indonesia, setiap kekerasan yang terjadi pada perempuan tentu akan menimbulkan konsekwensi yang besar. Dengan demikian, jangan pernah berharap, khususnya oknum-oknum yang mengeksploitasi perempuan bisa tertawa lepas ketika melakukan pelanggaran hukum. Jerat dan sanksi sudah menanti anda.

Rabu, 09 November 2011

Nilai Kepahlawanan di Silang Zaman


Gambar ilustrasi oleh : dhekawe.multiply.com
Kata orang bijak, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Menilik ungkapan tersebut, jika ditarik dalam sejarah berdirinya NKRI, merekalah yang berjuang membebaskan bangsa ini dari cengkeraman penjajah orang-orang eropa yang tinggi besar. Dan kita tahu, tidak satu jengkalpun, mereka mundur meskipun itu dengan bambu runcing. Atas jasa mereka, sekarang kita bisa hidup di alam merdeka, bisa menikmati pembangunan, menikmati hidup di negara yang gemah ripah loh jinawi, meskipun itu tidak sempurna seperti yang dibayangkan. 

Kini, di era serba modern dan maju, kita sebagai pemuda dan generasi penerus bangsa, tentu mempunyai tanggung jawab akan kelangsungan hidup negara. Mau dibawa kemana bangsa ini, kitalah yang menentukan dan sebagai orang yang hidup di jaman ini, menghargai jasa para pahlawan dan jandanya adalah keharusan yang mutlak. Jangan ada lagi tangis yang terdengar. Tidak ada alasan apapun lagi, kita menelantarkan mereka.

Jikalau kewajiban itu sudah terlaksana dengan baik, saatnya sekarang menatap masa depan. Apa yang bisa kita buat untuk menciptakan pahlawan-pahlawan berikutnya bagi anak cucu kita.

Kita tidak harus berjuang mengangkat senjata lagi, tapi bagaimana mengangkat pemikiran yang bisa memajukan bangsa, berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa besar. Transfer nilai patriotisme yang digelorakan para pahlawan pada jamannya, ada baiknya ditularkan hingga menciptakan kepedulian bagi kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.

Tidak usah jauh-jauh bagaimana caranya menciptakan dan menggelorakan jiwa patriotisme kepahlawanan. Kepedulian dan kewaspadaan akan bahaya korupsi, kolusi dan nepotisme bisa menjadi salah satu tujuan dari mana sekarang kita mulai menjejakkan kaki melangkah pasti untuk berjuang mengentaskan penyakit jahanam tersebut.

Khusus yang mempunyai karir di PNS, TNI/POLRI, swasta atau berkarir di tempat lain, yuk mulai sekarang kita tinggalkan sistem yang korup. Pandangan atau mindset yang (negatif egoism culture) selama ini telah mencederai keadilan harus kita sadari. Karena sejatinya, pandangan tersebut sangat merusak tatanan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan bernegara. Perbuatan seperti melabelkan seorang yang berseberangan pemikiran menjadi oposisi, ketakutan terhadap perbuatan makar seseorang dalam suatu organisasi, kekhawatiran timbulnya brutus-brutus baru adalah sesuatu yang bukan jamannya lagi.

Sudah saatnya pula kita tinggalkan sistem dan pandangan yang mengutamakan rasa personalitas, kedekatan, keuntungan dan tuntutan diluar jangkauan kemampuan rata-rata biaya hidup. Singsikan lengan dan baju untuk sama-sama hidup sederhana dan cukup. 

Membuang rasa dendam kesumat pribadi kini menjadi tantangan, lalu bagaimana kita bisa menerapkan aspek pendidikan disetiap sendi-sendi kehidupan sejak usia dini, adalah sebuah usaha yang sangat suci.

Mengutamakan intelektualitas, prestasi dan tanggung jawab, sekarang menjadi tujuan perjuangan kita sebagai genarasi penerus perjuangan dan cita-cita para pahlawan yang berani mati demi RI merdeka.Kitalah sekarang sebagai pemeran utama, kitalah yang sedang berjuang bukan berleha-leha. 

Kita harus waspada terhadap tipuan-tipuan hidup yang bisa menyesatkan langkah perjuangan. Tipuan hidup yang bisa merenggangkan hubungan pertemanan. Tipuan hidup yang bisa memutus tali silaturrahmi sesama saudara. Tipuan hidup yang bisa membuat cakar mencakar. Tipuan hidup yang bisa menimbulkan dendam kesumat seperti kisah Ken Arok atau tipuan hidup yang maunya menang sendiri, sukanya menyalahkan orang lain, senangnya menyudutkan teman, bawahan, staf hingga pimpinan. 

Sekali saja terjebak, seterusnya bangsa ini bergelimang kebusukan moral. Mau lepas ? seratus tahun belum tentu itu tergapai. Kalau tidak sekarang, kapan lagi kita meninggalkan kenangan manis buat anak cucu kita dan kelangsungan RI yang digjaya.

Selamat Hari Pahlawan..