Ilustrasi |
Mencari sesuap nasi, begitulah ungkapan yang lumrah dan
sering dikatakan orang pada umumnya ketika bekerja. Sebuah ungkapan yang
disadari atau tidak, adalah sebuah bentuk ekspresi tanggung jawab seorang
pekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Meskipun dulu, ungkapan
tersebut lebih pada menunjukkan sebuah dominasi kaum laki-laki. Tapi sekarang,
ungkapan ini sudah bukan lagi domain kaum laki-laki saja, namun jauh merambah
kepada kaum perempuan.
Sejak gaung emansipasi perempuan yang disuarakan Kartini pada
akhir abad 1800-an, tuntutan kesetaraan gender selalu mengalami peningkatan di
setiap aspek kehidupan, termasuk dunia kerja pada sekarang ini. Tidak hanya
pada sektor tenaga kerja saja, partisipasi perempuan kini lebih meningkat pada
pemanfaatan peluang dalam dunia usaha bahkan tidak sedikit yang menjadi
pengusaha.
Seperti yang diungkapkan Direktur Bank Dunia untuk Indonesia
Stefan Koeberle dalam kolom Pelita Online.com, perempuan di Indonesia banyak yang
menjadi pengusaha. Tidak itu saja, saat ini banyak perempuan menjadi lebih
sadar akan hak hukum mereka karena pelatihan paralegal di pedesaan. Dengan
begitu, harapan terhadap peningkatan kesetaraan gender bisa memotivasi produktivitas
dan hasil pembangunan untuk generasi mendatang. Kemajuan pesat perempuan dalam
partisipasi dunia kerja saat ini menunjukkan bahwa kedudukan perempuan menjadi
sangat penting bagi kemajuan sebuah bangsa.
Dunia kerja ataupun dunia usaha pada era globalisasi
merupakan tuntutan perkembangan jaman bagi umat manusia. Persaingan dan perlombaan
untuk mendapatkan keinginan pemenuhan kebutuhan hidup, sudah menjadi sesuatu
yang tidak terelakkan lagi. Artinya, manusia selalu menginginkan sesuatu yang
lebih baik dalam mencapai taraf kehidupannya menuju pada cita-cita yang
sejahtera, hidup di atas rata-rata.
Dengan meningkatnya peluang kerja maupun usaha bagi perempuan
tentunya akan membawa nilai positif bagi pembangunan, tetapi ada dampak negatif
yang tidak bisa dipungkiri seperti pemanfaatan perempuan sebagai alat mencapai
tujuan melebihi batas-batas nilai hak asasi manusia yang seharusnya dijunjung
dan dihormati.
Dalam beberapa waktu terakhir, banyak perempuan tersandung
masalah di dunia kerja. Ekspolitasi yang berlebihan terhadap kemampuan
perempuan, disalahgunakan hingga berujung pada muncul tindak pidana demi
keadilan seperti mencuatnya kasus Tenaga Kerja Perempuan yang disiksa dan
dijadikan budak seks oleh oknum yang tidak berperikemanusiaan (lihat
kasus TKI yang terjadi di Arab Saudi, Malaysia dan Singapore).
Hal ini disadari sebagai bentuk kekhilafan kita semua, baik
itu pemerintah, swasta dan masyarakat. Oleh karenanya, pemanfaatan Sumber Daya
Perempuan dalam dunia kerja maupun usaha harusnya dibarengi dengan pemberian
pembekalan maupun peningkatan kemampuan terhadap ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan. Seperti yang diungkapkan Direktur Bank Dunia untuk
Indonesia Stefan Koeberle, meningkatnya pembangunan Indonesia saat ini
disebabkan oleh partisipasi perempuan yang sadar akan hak hukumnya.
Tentu kita bangga dengan apresiasi Koeberle yang tidak serta
merta mudah mengatakan hal tersebut, kita tahu betul itu ada datanya. Karenanya,
tidak perlu terlena dengan pernyataan positif Koeberle, apresiasi perlu, tetapi
kerja keras dalam usaha mewujudkan pekerja perempuan Indonesia yang intelek
adalah modal negara mengawal kesetaraan gender dan partisipasi perempuan dalam
pembangunan.
Kita yakin, semakin maju dan inteleknya perempuan Indonesia,
setiap kekerasan yang terjadi pada perempuan tentu akan menimbulkan konsekwensi
yang besar. Dengan demikian, jangan pernah berharap, khususnya oknum-oknum yang
mengeksploitasi perempuan bisa tertawa lepas ketika melakukan pelanggaran
hukum. Jerat dan sanksi sudah menanti anda.