Senin, 13 Juni 2011

Kisah Pasar dan Layang-layang

Gbr di unduh dari : edwinsaragih.wordpress.com 

Mengisi waktu luang, ku mencoba berusaha melepaskan kepenatan dengan menulis. Teringat guru yang juga dosenku saat kuliah di Salemba tadi pagi buka situs jejaring Facebook. Kulihat-lihat tulisannya, beliau memberi saran untuk menjadikan pengalaman di pasar dituangkan dalam tulisan. Ku anggukkan sarannya dan beberapa detik saat membaca, tanpa dinyana seorang bapak, seniorku dilingkungan tempat kerjaku ternyata mempunyai nasib sama seperti diriku. Tapi aku sendiri tidak tahu ceritanya bagaimana, aku cuma bisa berharap semoga beliau juga bisa menikmatinya dan dengan senang hati menemani istrinya pergi ke pasar.

Kembali menimbang saran guruku untuk menulis, aku berusaha untuk mencari inspirasi menulis dengan prinsip menulis bebas apa adanya. Namun terkadang, yang ada dibenakku adalah rasa sungkan pergi ke pasar dengan waktu yang lama. Pantas tidak ya. Sempat ku tertegun beberapa saat, tidak enak menceritakan pengalamanku yang kurang berkesan, tapi tidak apa, pikirku. Buatku yang penting pengalaman saat itu bisa dituangkan dalam tulisan. Siapa tahu ada nilai seninya karena ku yakin ada unsur kebebasan berekspresi dalam menulis sepanjang apa yang ditulis adalah benar sesuai dengan fakta. Setelah kupikir-pikir, inilah kemudian yang menjadi pengalamanku menemani istri ke pasar dan kupersembahakan untuk semua teman-temanku agar tidak ikut-ikutan sungkan menemani istri ke pasar. Jangan hanya saat pacaran senang, setelah nikah jadi tidak peduli.

Episode Pasar

Minggu pagi di hari ke dua bulan puasa 1430 H, setelah selesai mandi dan berwangi ria, tiba-tiba mantan kekasih mengajak pergi ke pasar mencari panganan untuk malam hari nanti. Waduh, gumamku. Sebenarnya aku enggan untuk menemaninya ke pasar, tapi karena ada sesuatu yang bisa meluluhkanku akhirnya terpaksa ku menemaninya juga ke pasar.

Setibanya di pasar, seperti biasa kami berdua hunting kebutuhan sembako yang sudah tercatat di buku catatan. Satu persatu kios di pasar di sisir olehnya. Tanpa banyak cakap, ku menemaninya sambil membawa tas kresek. Hingga dirinya sedang melakukan tawar menawar, aku pun sibuk melihat-lihat rupa-rupa kebutuhan sembako. Sesungguhnya ini adalah trik untuk mengusir rasa jenuh.

Di lain sisi, istri tersayang tampak asik menawar bahkan si empunya dagangan tak berkutik dibuat oleh tawarannya. Memang, istriku ini jago sekali menawar. Jika mentok, ia akan mencari jenis pedagang yang sama untuk menawar bahkan membandingkan harga dari satu pedagang ke pedagang lainnya. Padahal yang dicari jenisnya sama dan itu bisa memakan waktu hingga berpuluh-puluh menit. Sampai akhirnya apa yang dimaksud tidak tercapai ia kembali ke pedagang yang pertama di tawarnya, alasannya lebih murah sedikit dan barangnya masih segar.

Sambil iseng ku mencoba berhitung sudah berapa pedagangkah yang dihampirinya. Mencari satu jenis bahan sembako bisa memakan waktu lama apalagi yang dicari hingga beberapa jenis. Belum lagi becek dan baunya pasar. Jujur, kalau bukan karena sayang aku sungkan untuk menemaninya. Bukan karena ciri khas pasar yang becek dan bau tetapi hanya semata aktivitas tawar menawar bisa memakan waktu lama, meski tujuannya untuk mencari harga yang lebih murah. Meskipun begitu, waktu berkunjung di pasar menjadi kesan tersendiri. Melihat-lihat keramaian memang pasar tempatnya. Berupa-rupa bentuk kios dan dagangan termasuk pedagangnya juga pembelinya berbaur menjadi satu dan saling sapa menyapa satu dengan yang lainnya untuk kemudian roda ekonomi masyarakat menjadi berputar.

Ada petuah lama yang mengatakan pasar selain tempat berkumpulnya pedagang dan pembeli juga menjadi tempat favorit berkumpulnya syaiton. Yang menjadi sebab tak lain dan tak bukan pasar identik dengan oknum pedagang berbohong. Karena ada keinginan mengambil untung yang besar, beberapa oknum pedagang tega berbuat bohong dan curang dengan mengurangi takaran atau timbangan dagangannya.

Namun, dengan tidak menafikan pedagang yang baik, pasar juga menjadi ajang tempat berbuat untuk jujur. Pedagang yang baik biasanya berlomba-lomba mencari rezeki dengan kejujuran meskipun untung yang di dapat sedikit. Tetapi dengan perjuangan semata karena ibadah, pedagang yang baik biasanya mendapat lebih banyak teman daripada mendapat untung bahkan dianggap saudara oleh si pembeli. Tidak dipungkiri kadang-kadang mereka bertemu pembeli yang baik dan bukan satu hal yang mustahil jika ditemukan pembeli berkenan tidak menerima kembalian. Biar buat si abang saja katanya.

Tidak melulu pesimis dengan petuah lama, beberapa pedagang mengakui kalau pasar menjadi tempat silaturrahmi antara pedagang dan pembeli. Hubungan yang baik bisa dirajut menjadi hubungan jual beli yang harmonis sesuai syariah.

Semoga pasar tidak melulu menjadi tempat jual beli, pasar dapat dimanfaatkan menjadi ajang temu sapa pedagang dan pembeli hingga lanjut ke dalam transaksi yang harmonis. Sukur-syukur dapat mengikat tali persaudaraan.

Setelah selesai menemani istri pulang dari pasar, kurenungkan satu hal yakni ada kebahagiaan yang luar biasa dari istri ketika pergi ditemani suaminya. Meskipun si suami memendam rasa sungkan pergi ke pasar dan menggantinya dengan senyum tanda bersedia. Kelak, jika akan ke pasar lagi aku berjanji akan menemaninya hanya dengan satu catatan, jangan berlama-lama menawar barang yang dicari.

Episode Layang-layang

Di dua hari awal bulan ramadhan, nampak terasa berbeda dari hari-hari biasa. Seperti biasa, saat libur bersama keluarga, sikecil selalu minta diajak bermain. Maklum, sikecil seorang diri tanpa ada teman yang bisa menemaninya setiap hari. Hari-hari indahnya dilalui tanpa kedua orangtuanya yang sibuk dengan pekerjaan. Hanya sesekali kesempatan dia dapatkan dan kesempatan itu adalah hari libur sabtu dan minggu. Seakan ingin menumpahkan hasrat bermain dan menagih janji, sikecil tidak pernah lupa menarik tanganku untuk bermain. Ia mengajakku bermain tepuk bulu, bola sepak, masak-masakan, menari, bernyanyi dan bermain layang-layang di lapangan.

Seorang ayah pemula seperti aku, terkadang merasa kasihan melihat keriangan sikecil hilang terdiam ketika ku menolak halus ajakan bermainnya. Penolakan ini sesungguhnya bagian daripada pengurangan aktivitasku, apalagi ketika aku menjalankan ibadah berpuasa. Di tengah terik panas matahari dia tidak henti-hentinya mengajakku bermain. Melihat fisiknya seperti orang dewasa yang tak kenal lelah. Aku serasa kalah dan tak ada apa-apanya. Ku coba rayu dan hibur dirinya dengan bermain kertas origami, tapi ia tidak tertarik. Dengan jurus jitu sekeping DVD usang Tom and Jery, si kecil tertarik bermain di rumah, tidak jadi keluar rumah.

Tibalah saat ia makan siang. Sedikit asupan yang makannya menandakan sikecil lagi tak enak makan. Berulang kali diberikan beberapa suap nasi dan lauk, tetap saja ditolaknya. Bahkan makanan yang tadi diberikan masih menempel erat di dalam mulutnya tidak dikunyah sama sekali. Pertanda apakah ini ?

Sejurus kemudian ibunya memberikan makanan pengganti yang tak kalah gizi, sikecil tampak melihat-lihat saja. Aku sempat khawatir, jangan-jangan sikecil badannya tidak enak. Kelihatan sekali ia tidak nafsu makan. Berbagai macam rayuan dikerahkan agar sikecil mau makan termasuk mengajaknya keliling kompleks. Dan benar saja, si kecil bersedia makan meski tak banyak. Sebenarnya aku berharap dengan memutarkan film kartun ia mau makan, tapi nyatanya malah susah makan. Hanya ajakannya saja main ke luar rumah jadi hilang.

Saat sedang asik mencari cara bagaimana mengatasi masalah ini, ibunya memberitahukan kalau si kecil tertidur. Aku jadi kasihan melihatnya. Kupangku dan kugendong ia ke kamarnya. Makan yang tidak selera menjadi perbincangan antara aku dan istriku.

Menjelang sore, sikecil terbangun dan tubuhnya basah kuyup oleh keringat. Gurat-gurat bekas bantal di pipinya yang menggemaskan kelihatan lucu. Selang beberapa menit, ia minta dimandikan dan kembali mengajakku untuk bermain ke luar rumah. Aku jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa yang diinginkannya atau tidak selera makan sikecil ada sangkut pautnya dengan penolakanku bermain.

Secara spontan, tiba-tiba ku mengiyakannya mengajak bermain ke luar rumah sambil menunggu bedug adzan maghrib. Maka, dimandikanlah si kecil oleh ibunya. Sayup-sayup terdengar keriangan menyertai wajahnya. Sejenak kemudian, aku berpikir kemana yang enak mengajak sikecil agar bisa bermain, makan yang tertunda dan istirahatku jadi sempurna. Ah..akhirnya kutemukan jawabannya. Bermain layang-layang di lapangan, Siapa tahu bisa jadi jalan keluar.

Setelah selesai mandi dan berpakaian, sikecil kembali mencariku. Saat itu aku sedang memanaskan sepeda motor. Tanpa basa-basi, sikecil secepat kilat naik ke sepeda motor dan duduk ia di depan menungguku siap untuk jalan.

Agar suasana bermain jadi berkesan, ku ajaklah ibunya sambil membawa panganan yang tertunda. Akhirnya jadi juga bermain dengan si kecil di lapangan. Banyak anak-anak bermain layang-layang di lapangan. Rupa dan bentuk layangan menghiasi langit pondok cabe yang cerah. Sambil ku rajut benang dan menerbangkan layang-layang, ibunya tak kalah sigap menyuapi makan yang tertunda. Ku lihat sepintas, dia mau menyantap makanannya. Hatiku lega tak karuan, akhirnya dia mau makan.

Layang-layang terus terbang di angkasa. Kini giliran sikecil kuberi kesempatan untuk memainkan tali layang-layang. Luar biasa, ia menikmatinya dan mengerti seakan sudah pernah main beberapa kali. Terpancar dari wajahnya keriangan dan keceriaan melihat ayah dan ibunya berkumpul bersama dengannya bermain layang-layang.

Sore hari yang sangat bahagia, bisa menyenangkan si kecil dengan bermain bersamanya. Kebetulan, bermain layang-layang merupakan kesukaanku sejak kecil. Pikiranku sepintas kembali mengingat masa kecilku bermain layang-layang. Perasaan baru kemarin, sekarang aku yang menuntun si kecil bermain layang-layang.

Aku menjadi mengerti kenapa si kecil jadi malas makan, rupanya ia mempertontokan sebuah bentuk ketidaksukaan karena aku menghindar bermain dengannya. Ketika aku bersedia, ia kembali mau makan dengan lahapnya. Ada-ada saja gumamku. Mungkin inikah yang namanya seni berumah tangga dan mempunyai anak. Sujud syukurku panjatkan kepada-Nya yang memberikan suatu pelajaran tak terhingga dalam upayaku merajut tali bahagia dengan istri dan anak.

Sejak saat itu, ku harus bisa memahami apa yang menjadi kemauan si kecil supaya pertumbuhannya tidak menjadi terhalang oleh suatu apapun termasuk kondisi psikologinya. Terimakasih Tuhan. Kau telah memberiku sebuah pandangan arti hidup.

Jelang sore dan memasuki bedug adzan maghrib, kami bertiga pulang dengan senangnya menyambut waktu berbuka puasa. Tepat sampai di rumah, datanglah waktu adzan dan kami bertiga berbuka puasa bersama.

Kekerasan Seksual Salah Satu Bentuk KDRT ?

Kekerasan seksual yang terjadi dalam rumah tangga merupakan segala perilaku seksual yang menyimpang yang dilakukan salah satu pihak terhadap pihak lain dalam berhubungan seksual yang mengakibatkan penderitaan secara fisik, seksual, dan psikis. Timbulnya kekerasan seksual yang terjadi dalam rumah tangga lebih dominan pelakunya adalah suami, hal ini dikarenakan masih kentalnya budaya patriarki dalam pola pikir masyarakat yang menjunjung superioritas laki-laki.

Selama ini, semakin meningkatnya kekerasan seksual diakibatkan dari kurangnya kesadaran atau keberanian (korban) untuk melaporkan kejadian tersebut sebagai suatu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Lain itu, kekerasan seksual yang terjadi merupakan persoalan rumah tangga dan tabu untuk dibicarakan. Kekerasan seksual menimbulkan dampak buruk pada kondisi psikologis, psikis dan sosial. Tidak jarang ancaman terhadap kesehatan reproduksi mereka seperti kerusakan atau tidak berfungsinya alat reproduksi.

Terhadap kejadian ini, sudah tentu membawa implikasi hukum yang harus dipertanggungjawabkan. Pada tataran ini, pemerintah sebenarnya sudah memberikan perlindungan terhadap segala bentuk KDRT. Keseimbangan dan keadilan terhadap hak dan kewajiban antar sesama menjadi pondasi dasar agar tidak terulang kembali kasus-kasus KDRT, apalagi sekarang sedang berkembang keseteraan gender. Artinya, si korban berhak melaporkan pelaku KDRT kepada yang berwajib untuk diproses secara hukum meskipun yang dilaporkan adalah orang yang dicintai dan disayangi.

Selain tindakan hukum terhadap pelaku KDRT, masih ada cara yang bisa dilakukan seperti masing-masing pihak paham dan mengerti atas hak dan kewajibannya. Mendahulukan penyelesaian masalah secara baik-baik, paham dampak dan akibat yang ditimbulkan dari KDRT. Jika ditilik lebih mendalam, suami istri sebenarnya adalah “sahabat” dalam meraih kebahagiaan dan kedamaian hidup. Kebahagiaan bukan monopoli suami atau istri saja dan juga pernikahan bukan alat untuk “menundukkan” masing-masing pasangannya. Keduanya (kaum Adam dan Hawa) saling membutuhkan dan secara setara memiliki kewajiban dan hak setara dalam rumah tangga. Tidak dibenarkan, jika suami terlalu banyak menuntut hak, sementara istri terlalu banyak diberi kewajiban. Begitu pula sebaliknya. Hak dan kewajiban dalam rumah tangga itu bisa diatur berdasarkan musyawarah mencari kesepakatan antara suami dan istri. Hak dan kewajiban tidak bisa dibebankan begitu saja atau dipaksakan sedemikian rupa.

Karenanya, pola hubungan yang dibangun adalah hubungan saling menghormati, menghargai, dan mengasihi serta menyayangi. Jika salah seorang dari pasangan melakukan tindakan yang merugikan salah satu pihak, maka sudah sepatutnya pihak lain mengingatkannya dengan memberi tausiyah (pesan-pesan) yang diperlukan. Untuk bisa saling mengingatkan satu lainnya diperlukan adanya pola hubungan yang setara dan saling menghormati. Dalam masyarakat, seringkali yang diberi tausiyah hanyalah istri, padahal bisa jadi suami justru lebih membutuhkannya.

Jalan keluar yang perlu juga disosialisasikan adalah adanya undang-undang yang melindungi perempuan yang mengalami tindak kekerasan seksual. Seperti diketahui bahwa sejak tahun 2004 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sudah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Disebutkan dalam Pasal 5 PKDRT: “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: kekerasan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran rumah tangga”. Dengan adanya UU PKDRT ini diharapkan perempuan akan mendapat perlindungan hukum yang selayaknya dan lebih memadai, termasuk masalah yang ditenggarai sangat private yakni relasi seksual antara perempuan dan laki-laki. (Has)

Aksi Panggung Sesaat dan Gempa Tasik 2009

Jam menunjukkan pukul 14.30 wib, saat kulihat tinggal beberapa menit lagi jam kantor untuk kawasan DKI Jakarta akan berakhir. Entah kenapa, tiba-tiba ingin sekali aku mampir ke aula gedung Annex lantai IV kantor BPHN. Kata teman, kehadiranku ditunggu oleh teman-teman untuk sekedar diminta untuk membawakan lagu yang sedang gandrung saat ini. Perasaan hati saat itu sangat tersanjung, padahal suaraku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang sudah ahlinya.

Tidak lama kemudian, sampailah aku di aula. Sejurus kemudian kulihat teman-teman sudah kumpul dan beberapa diantaranya sedang membawakan sebuah lagu anak muda masa kini. Perlahan dan pasti, aku masuki aula dengan senyum mengembang di bibir memberikan salam untuk memberitahu kehadiranku. Tanpa diperintah dan diduga, teman-temanpun melambaikan tangannya sambil mempersilahkanku duduk di depan deret bangku besar.

Setelah meletakkan tas ransel ke tempatnya, akupun duduk mendengarkan sebuah lagu yang umum didengar. Mengalun padu bersama musik seakan membuat sore hari menjadi hidup dan bergairah. Sambil menunggu jam jemput istri datang, ku dengar sayup-sayup teman yang lain menginginkanku membawakan beberapa lagu berirama reaggea.

Tanpa banyak cakap, segera ku ambil mic untuk memenuhi permintaan teman-teman. Sang pembawa musik rupanya tahu betul kesukaan teman-teman. Maka mengalirlah sebuah lagu ‘bangun tidur’ karya mbah surip almarhum. Ahaa..Hentakan musik reaggea rupanya telah merasuk dan membakar pendengar. Terbukti mereka ikut pula menari ala tarian reaggea.

Aksiku dipanggung sore ini dilengkapi dengan 5 jenis lagu. Tiga lagu dari ciptaan almarhum Mbah Surip dan dua lagu dari daerah Papua dan Betawi. Rupanya pandai sekali pembawa musik mengimbangi suara dan nadaku yang gak menentu itu, hingga terdengar pas ditelinga, menurut mereka.

Saat rehat, dan jam dinding mendekati pukul 15.00, aku mempersilahkan teman yang lainnya untuk mencoba suaranya. Dan benar saja, seorang teman lama, yaah mungkin bisa dibilang seniorku yang sudah malang melintang puluhan tahun mengabdi mencoba memberanikan diri menyanyikan sebuah lagu lawas tahun 70-an.

Saat menikmati musik lawas, tiba-tiba aku dikejutkan pengalaman yang menakutkan. Yah, selama sepuluh tahun bekerja, baru kali ini aku diliputi rasa takut dan penasaran. Rasa ini timbul karena ada goncangan hebat di kantorku. Goncangan yang biasa disebut gempa ini menggoyang seisi ruangan di lantai IV Aula gedung Annex BPHN. Aku terpana. Setengah percaya dan tidak. Tanpa pikir panjang, segera aku ambil langkah seribu untuk keluar gedung. Menghindar takut gedung roboh.

Spontanitas reaksi terhadap gempa rupanya bukan milikku saja. Teman-teman yang sedang bernyanyi langsung ikut turun menuruni anak tangga. Pikiran berkecamuk tanpa peduli disekitarnya. Yang dituju Cuma satu, yaitu lapangan. Benar saja, di lapangan sudah kumpul ratusan teman-teman pegawai menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Banyak ragam dan pendapat dari kalangan pegawai sekantor. Ada yang menyikapinya dengan kaget, pasrah dan berusaha mendekatkan diri pada Sang Khalik.

Bagiku, peristiwa ini langsung menjadi pelajaran dan rasa bersyukur yang sangat dalam, kantor tidak sampai roboh dan tidak ada korban jiwa. Hanya gempa seakan menjadi pesan bergetar dari Sang Pencipta Yang Maha Kuasa kepada semua hambaNya di sore menjelang adzan Ashar.

Sejenak pikiranku merasa bersalah atas aktivitasku barusan. Kenapa juga aktivitasku tidak diisi dengan amalan akherat. Buru-buru ku cerna pelajaran ini dan kuteringat istri, anak dan orang tua. Pikiranku bertanya, apakah mereka juga merasakan sama seperti kami di kantor. Dengan dua buah handphone terbitan lama, ku mencoba menghubungi orang-orang terkasih bagaimana kabarnya. Satu persatu aku kontak, namun apadaya sistem telepon yang disediakan operator tidak bekerja maksimal. Sepertinya jaringannya terganggu.

Labih dari belasan menit, ku mencoba telepon tetap tidak berhasil. Akhirnya rasa penasarannku terobati ketika aku menelepon orang tua di rumah bisa berbagi informasi tentang gempa yang baru saja terjadi. Alhamdulillah semuanya sehat wal’afiat. Orang tua sudah dapat informasi, kini tinggal istriku dan anakku yang belum dapat kabar. Dengan sabar ku tunggu hingga sambungan telepon bisa berfungsi seperti sedia kala. Benar saja dugaanku, tidak berapa lama, istri menelepon dan menanyakan keadaanku dikantor. Hal yang sama kutanyakan padanya. Syukur Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa. Kabar berikutnya datang dari rumah dan kondisinya dalam keadaan baik.

Tak lama setelah reda suasana, kami sekantor berkumpul membicarakan gempa hari ini. Tanggapan dan komentar menghiasi setiap sudut gedung kantor. Semuanya takut dan tidak ada yang berani kembali ke ruangan. Kebanyakan dari mereka langsung cepat-cepat pulang.

Tak lama kemudian aku pulang kantor hendak jemput istri di kawasan Sudirman. Dalam perjalanan rupanya dampak gempa membuat kemacetan parah di sana sini. Perjalanan yang biasa ku tempuh dua jam, hari ini ditempuh dengan 4,5 jam perjalanan menuju rumah. Saat tiba waktu berbuka puasa, aku hanya minum air botol mineral di kawasan casablanca kuningan jakarta selatan. Itupun ditemani dengan teman pengendara sekelilingku dan pak polisi yang tampak pasrah tidak bisa mengurai kemacetan. Namun hal itu tidak mengurangi kekhusyukkan berbuka puasa bagi muslim yang menjalankannya.

Lima belas menit menjelang ‘Isya tibalah aku di kawasan sudirman dan langsung menuju mesjid untuk melaksanakan sholat maghrib. Setelahnya, aku dan istri segera pulang ke rumah. Selama di perjalanan, kami saling berbagi cerita. Cerita dipenuhi dengan gempa yang terjadi sore ini hingga macet selama 4,5 jam tidak terasa. Sesampai dirumah, kami sekeluarga langsung istirahat dan bersiap melaksanakan sholat wajib dan sunah. Hingga detik ini saat aku menulis, masih saja terngiang dalam benakku, sesungguhnya ada rahasia apa di balik gempa yang Allah berikan. Tak kuasa menjawab, akhirnya aku menulis sekedar berbagi pengalaman sore hari yang sangat menegangkan buat teman-teman di FB. Semoga hikmah yang bisa diambil dapat menjadikan kita lebih mendekatkan diri kepadaNya.