Rabu, 19 September 2012

Jelang PILKADA DKI Putaran II


Mengail Suara Masyarakat

Jelang pemilihan Gubernur DKI Putaran II, invasi dan penetrasi pencitraan calon Gubernur semakin sering kita lihat di banyak media. Beberapa media bahkan oleh sebagian masyarakat dianggap sudah berlebihan. Kenyataan ini memang tidak bisa dipungkiri karena media merupakan alat yang cukup ampuh untuk menjaring pemilih sebanyak mungkin.

Di beberapa kasus Pilkada lainnya, ada peserta bahkan tim sukses memanfaatkan jasa survey untuk melakukan hitungan cepat. Prestasi yang dilakukan beberapa lembaga survey atas beberapa PILKADA maupun PEMILU yang lalu, dijadikan bahan rujukan membuat survey yang diduga bisa mengarahkan pemilih mencoblos calon tertentu. Meskipun hal itu sering dibantah, namun fenomena menjamurnya Survey terhadap tingkat keterilihan calon Gubernur, bisa ditafsirkan beragam oleh masyarakat berpendidikan.

Tidak itu saja, disinyalir masing-masing tim sukses bekerja keras dengan jejaring serta kemampuan yang profesional. Tak lain dan tak bukan, lagi-lagi bagaimana membuat skenario agar suara pemilih bisa diarahkan untuk memilih calon tertentu. Fenomena ini tidak begitu saja terjadi. Dengan memanfaatkan multi media seperti Televisi, Radio dan Internet, kini bisa diketahui kemana arah  yang diinginkan masyarakat sebenarnya.

Menurut data dari beberapa media perkiraan jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2012 sudah mencapai angka 80 juta pengguna. Padahal menurut beberapa media online pada tahun 2011, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 45 juta pengguna, dan itu artinya ada lonjakan 35 juta pengguna untuk satu tahun ini. Dengan angka yang sedemikian besar, tak pelak membuat siapapun yang ingin menduduki kursi Gubernur akan berusaha mati-matian mendapatkan suara masyarakat.

Itu baru melalui angka pengguna internet, belum lagi dengan angka pemirsa televisi yang jauh lebih besar. Menurut AC Nielsen sebuah lembaga pemeringkat terkemuka, pertumbuhan jumlah penonton televisi selalu mengalami penaikan, palagi terkait dengan program yang ditayangkan mendapat tempat di masyarakat.

Sebagai contoh, seperti data yang diungkapkan oleh Nielsen pada tahun 2011 lalu. Untuk survey pada saat bulan puasa, jumlah pemirsa televisi bertambah hingga 16%, potensi penonton TV bertambah 8% dari rata-rata 13,4 juta orang menjadi rata-rata 14,5 juta orang (usia 5 tahun ke atas di 10 kota besar di Indonesia).

Kenaikan jumlah penonton TV tertinggi terutama terjadi pada dini hari (02.00-05.00), yaitu lebih dari enam kali lipat dari rata-rata 2 juta orang pada bulan lalu menjadi rata-rata 12,2 juta orang. Di dini hari, stasiunstasiun TV nasional terutama menambah jam tayang untuk program hiburan dari total 67 jam menjadi 241 jam dan program religi dari 108 jam menjadi 173 jam. Sementara porsi jam menonton pemirsa terutama bertambah untuk program hiburan, terutama komedi dan variety show, yaitu hingga 11 kali lipat dari rata-rata kurang dari 30 menit menjadi hampir 4,5 jam (total selama bulan Ramadhan). Mereka juga menambah jam menonton untuk sinetron sebanyak 1 jam menjadi hampir 2 jam dan 25 menit untuk program religi menjadi hampir 1,5 jam. Namun program yang paling banyak ditonton di dini hari masih didominasi oleh program olah raga. Dengan potensi sebesar itu, pantas saja jika calon pasangan Gubernur berlomba-lomba menempatkan jam tayang iklan sebagai media kampenye yang sangat efektif.

Sebagai gambaran, perkiraan jumlah pemilih di DKI Jakarta untuk putaran II berjumlah sekitar 6.996.951 pemilih. Artinya, dengan menggenggam 0,5 % dari pengguna internet dan 50 % dari pemirsa televisi, bisa dipastikan calon tertentu yang menguasai pemanfaatan media menjadi pemenang PILKADA. Belum lagi dengan suara yang mengambang (golput) yang ditaksir mencapai 36 %. Asal bisa meyakinkan program yang diusung dan gencar melakukan sosialisasi, angka golput inipun bisa diraup menjadi modal menuju kursi Gubernur. Dan ingat, dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, Jakarta adalah barometer model pemilihan umum di Indonesia.

Tulisan ini sebenarnya hanyalah gambaran bagaimana penggunaan media seperti internet dan televisi sebenarnya sangat ampuh untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat. Siapakah yang menjadi pemenang dalam pentas PILKADA DKI putaran II kali ini. Semuanya kembali kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam pesta demokrasi.

Pertanyaannya sekarang adalah, seberapa jauh kemampuan calon gubernur dan wakilnya bisa melakukan penetrasi melalui media internet dan televisi. Apakah sumber daya yang dimiliki mampu menjangkaunya dan bagaimana dengan bantuan dana dari pihak ke tiga ataukah harus mengeluarkan uang dari kocek sendiri. Bagaimana pula dengan ketaatan kontestan terhadap peraturan perundang-undangan tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Mari kitunggu jawabannya pada tanggal 20 September 2012 yang akan datang.