Dalam satu kesempatan peresmian Desa Sadar Hukum (DSH) di Propinsi Banten beberapa waktu yang lalu, Menkumham Amir Syamsudin mengatakan terbentuknya desa/kelurahan sadar hukum merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pembinaan hukum suatu daerah juga dapat menjadi motivator desa-desa lain untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakatnya.
Menilik pernyataan
Menkumham, bisa dikatakan bahwa konsep DSH mampu mendukung iklim keamanan dan
ketertiban suatu daerah yang pada akhirnya mendukung gerak pembangunan yang
gencar dilakukan pemerintah, termasuk pula pembangunan manusia Indonesia yang
cerdas dan bermoral. Hal ini tentu tidak bisa dipungkiri bahwa, suatu daerah
yang tingkat kesadaran hukumnya tinggi, ternyata sangat mendukung iklim
investasi di Indonesia. Terang saja, dengan kondisi demikian, Kementerian Hukum
dan HAM dalam hal ini Pusat Penyuluhan Hukum melalui jejaringnya di Kantor
Wilayah Hukum dan HAM terus mengupayakan pertumbuhan DSH ke depan terus dipacu
seiring dengan tuntutan perkembangan zaman.
Sementara itu,
menurut data hasil presentasi tentang Konsep Note Pemilihan Provinsi untuk Studi DSH dan Law
Center yang
diterima BPHNTV mengungkapkan bahwa terbentuknya DSH sejak tahun 1993 hingga
2011 ternyata mendukung arah pembangunan Manusia Indonesia. Seperti yang
digambarkan Peringkat Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia
2010 (sumber BPS), menyebutkan
bahwa ada 11 propinsi yang dikategorikan ke dalam kelompok pembangunan yang
berkategori tinggi (high), 10
propinsi berkategori sedang (middle)
dan 12 propinsi berkategori rendah (low).
Sedangkan pada data yang sama dengan mengambil sample tahun 1999 - 2009,
peringkat propinsi yang pertumbuhan DSHnya tinggi berjumlah 2 propinsi yaitu
Bali sebesar 14,35 % dan Sumatera Barat sebesar 8,16 %, sedangkan yang masuk
dalam kategori sedang berjumlah 6 propinsi yaitu Yogyakarta 3,83 %, NTB 3,27 %,
Babel 3,33 %, Jambi 2,71 %, Sulteng 2,64 %, dan Jabar 2,49 % dan yang masuk
dalam kategori rendah berjumlah 3 propinsi yaitu, 1,24 %, Kalteng 1,19 % dan
Banten 1,18%.
Tabel di atas merupakan hasil perhitungan secara acak terhadap jumlah
kumulatif pertumbuhan DSH sejak tahun 1993 hingga 2009, seperti yang tergambar
dalam tabel III, di bawah ini :
Bila data tersebut disandingkan, peringkat propinsi di Indonsia
berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia tahun 2010 dengan pertumbuhan DSH di
tahun yang sama maka bisa disimpulkan bahwa pertumbuhan DSH disetiap propinsi
berjalan searah dengan pembangunan manusia Indonesia di setiap propinsi. Atau
dengan kata lain, berani disimpulkan bahwa konsep DSH ternyata mampu mendukung
penaikan jumlah indeks pembangunan manusia Indonesia di setiap propinsi.
Seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut :
Bila melihat persandingan hasil presentase DSH dan Peringkat Indeks
Pembangunan Manusia tahun 2010, jika dikombinasikan akan menghasilkan data
sebagai berikut :
Bila melihat tabel kombinasi jelas terlihat bahwa ada beberapa propinsi
Sumatera Barat menempati kategori DSHnya tinggi dan IPMnya tinggi.Kemudian
propinsi yang masuk kategori sedang baik itu DSH maupun IPM adalah Jawa Barat,
Jambi dan Bangka Belitung. Kemudian propinsi yang masuk kategori rendah abik
DSH maupun IDM yaitu Banten dan Papua.
Sementara itu Kalimantan Tengah masuk dalam kategori IDM nya tinggi
tetapi DSH-nya rendah. Yogyakarta IDM-nya tinggi, DSH-nya sedang. Bali IDM-nya
sedang tetapi DSH-nya justru tinggi. Sulawesi Tengah dan NTB IDM-nya rendah.
Hasil persandingan dan kombinasi yang dipresentasikan oleh Tim Evaluasi
DSH menyimpulkan bahwa tidak semua IDM
tinggi DSH-nya juga tinggi. Begitupula IDM-nya rendah maka DSH-nya juga rendah.
Data tersebut mengungkap fakta bahwa IDM dan DSH mempunyai ukuran tersendiri
dalam penilaiannya. Tapi yang menarik dari data tersebut adalah bila
dirata-rata baik IPM maupun DSH ternyata mendukung kemajuan suatu propinsi
tentang arti pembangunan kesadaran hukum dan pembangunan lainnya dalam upaya
mewujudkan cita-cita negara yang adil dan makmur. Adanya kesadaran hukum
diyakini meneguhkan kepastian hukum sebagai modal pembangunan yang panjang.
Tidak heran bila Menkumham mengatakan keberadaan
Desa/Kelurahan Sadar Hukum tersebut, dapat menjadi motivator warga desa-desa
lain untuk meningkatkan kesadaran hukum. Buah dari kerja keras masyarakat yang
begitu peduli terhadap kesadaran hukum tentu membuat pemerintah meresmikannya
menjadi Desa Sadar Hukum.
Tetapi penetapan
Desa Sadar Hukum tentu melalui penilaian berbagai kriteria seperti pembayaran
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lunas 90 persen, tidak ada perkawinan di bawah
umur, angka kriminalitas di desa tersebut rendah, termasuk rendahnya kasus
narkoba. Kriteria lainnya adalah tingginya masyarakat terhadap kesadaran
kebersihan dan kelestarian lingkungan, serta kriteria lainnya yang ditetapkan
pemerintah setempat.***