Sabtu, 31 Desember 2011

MENYIBAK UANG KELUAR SAAT TAHUN BARU


Pesta malam jelang pergantian tahun, selalu ramai dirayakan seluruh masyarakat dunia, tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Dan, tidak heran bila setiap tahunnya selalu diadakan pesta, entah itu yang mewah atau sederhana, tidak peduli yang remaja, dewasa, dan tua semuanya berbaur menjadi satu, larut dalam kegiatan masing-masing.

Ilustrasi
Sedianya pesta tahunan tersebut pasti membutuhkan biaya banyak yang harus ditanggung setiap orang yang merayakannya. Tentu saja kesempatan ini, bagi penyedia jasa hiburan, penginapan dan makanan langsung ditangkap dan menjadi berkah tersendiri. Perputaran ekonomi yang menyertai pergantian tahun, layak disandingkan dengan lebaran, meskipun jauh di bawah hajatan lebaran tersebut.

Diperkirakan lebih dari 30 triliun uang keluar dari kantong masyarakat Indonesia saat merayakan pergantian tahun. Sebagai gambaran, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta lebih, potensi uang yang keluar sangatlah besar. Katakan saja, seperempatnya dari jumlah penduduk, menurut hitungan sekitar 65 juta orang, Indonesia menjadi tampat yang sangat menarik bagi investor, padahal pesta tersebut hanya berlangsung sehari semalam.

Pada tataran ini, penulis mencoba melihat, mengkalkulasi dan mengandai-andai uang yang keluar dari kantong masyarakat berdasarkan biaya hidup dengan klasifikasi ukuran usia, seperti yang ditampilkan tabel klasifikasi di bawah ini :

1.       Berdasarkan Usia
Jika merunut pada usia, penulis mengambil sample usia dimulai dari yang terendah yakni 11 tahun sampai dengan yang tertinggi, yaitu 60 tahun. Untuk besaran prosentasenya, penulis menyesuaikan dengan perkiraan kemampuan kantong atau kemampuan memiliki (biaya) uang sesuai dengan usia tersebut.
Dengan demikian, didapatkan perkiraan orang yang merayakan malam tahun baru seperti yang tercantum dalam tabel. Tidak hanya itu, hasil dari jumlah perkiraan orang yang merayakan malam tahun baru sesuai dengan klasifikasi usia, kemudian bisa dicarikan jumlah uang yang keluar dengan mengalikannya ke kemampuan biaya masing-masing usia menurut klasifikasi yang dibuat.

Berikut tabelnya :

Berdasarkan Usia
NO
USIA
PROSENTASE
PERKIRAAN BIAYA
PERKIRAAN JUMLAH PENDUDUK
PERKIRAAN ORANG YANG MERAYAKAN
UANG KELUAR

(TAHUN)
KEIKUTSERTAAN
(DIKALI 100 RIBU)
65.000.000.
PROSENTASE X 65 JUTA
DIKALI 100 RIBU







1
11 S/D 20
15%
                                       2
                                                    65.000.000
                                                               9.750.000
                     19.500.000
2
21 S/D 30
20%
                                       4
                                                    65.000.000
                                                             13.000.000
                     52.000.000
3
31 S/D 40
25%
                                       6
                                                    65.000.000
                                                             16.250.000
                     97.500.000
4
41 S/D 50
30%
                                       8
                                                    65.000.000
                                                             19.500.000
                  156.000.000
5
51 S/D 60
10%
                                     10
                                                    65.000.000
                                                               6.500.000
                     65.000.000

Berdasarkan tabel di atas, kesimpulan yang bisa didapat yaitu :

1.       Pada usia 11 s/d 20 tahun, prosentase keikutsertaannya mencapai 15% dengan kemampuan pengeluaran biaya sebesar 200 ribu. Setelah dikalikan dengan seperempat jumlah keseluruhan penduduk Indonesia yang mencapai kurang lebih 250 juta, maka didapatkan angka 65 juta orang di Indonesia yang diprediksi mengikuti perayaan malam pergantian tahun.
               Pada kisaran angka ini kemudian dikalikan dengan jumlah prosentase keikutsertaan 15%, sehingga didapatkan, untuk usia 11 s/d 20 tahun yang mengikuti perayaan pergantian tahun didapati pada angka 9,75 juta orang.
              Dari jumlah 9,75 juta orang, kemudian dikalikan dengan kemampuan kantong usia tersebut, maka didapatkan, uang yang keluar pada malam pergantian tahun baru pada usia 11 hingga 20 tahun sebesar 1,95 triliun.

2.       Usia 21 s/d 31 tahun,
            Prosentase keikutsertaannya mencapai 20% dengan kemampuan pengeluaran biaya sebesar 400 ribu. Setelah dikalikan dengan seperempat jumlah keseluruhan penduduk Indonesia yang mencapai kurang lebih 250 juta, maka didapatkan angka 65 juta orang di Indonesia yang diprediksi mengikuti perayaan malam pergantian tahun.
              Pada kisaran angka ini kemudian dikalikan dengan jumlah prosentase keikutsertaan 20%, sehingga didapatkan, untuk usia 21 s/d 30 tahun yang mengikuti perayaan pergantian tahun didapati pada angka 13 juta orang.
           Dari jumlah 13 juta orang, kemudian dikalikan dengan kemampuan kantong usia tersebut, maka didapatkan, uang yang keluar pada malam pergantian tahun baru pada usia 21 hingga 30 tahun sebesar 5,2 triliun.

3.       Pada usia 31 s/d 40 tahun, prosentase keikutsertaannya mencapai 25% dengan kemampuan pengeluaran biaya sebesar 600 ribu. Setelah dikalikan dengan seperempat jumlah keseluruhan penduduk Indonesia yang mencapai kurang lebih 250 juta, maka didapatkan angka 65 juta orang di Indonesia yang diprediksi mengikuti perayaan malam pergantian tahun.
               Pada kisaran angka ini kemudian dikalikan dengan jumlah prosentase keikutsertaan 25%, sehingga didapatkan, untuk usia 31 s/d 40 tahun yang mengikuti perayaan pergantian tahun didapati pada angka 16,25 juta orang.
            Dari jumlah 16,25 juta orang, kemudian dikalikan dengan kemampuan kantong usia sebesar 600 ribu, maka didapatkan, uang yang keluar pada malam pergantian tahun baru pada usia 31 hingga 40 tahun sebesar 9,75 triliun.

4.       Usia 41 s/d 50 tahun,
           Prosentase keikutsertaannya mencapai 30% dengan kemampuan pengeluaran biaya sebesar 800 ribu. Setelah dikalikan dengan seperempat jumlah keseluruhan penduduk Indonesia yang mencapai kurang lebih 250 juta, maka didapatkan angka 65 juta orang di Indonesia yang diprediksi mengikuti perayaan malam pergantian tahun.
              Pada kisaran angka ini kemudian dikalikan dengan jumlah prosentase keikutsertaan 30%, sehingga didapatkan, untuk usia 41 s/d 50 tahun yang mengikuti perayaan pergantian tahun didapati pada angka 19,5 juta orang.
           Dari jumlah 19,5 juta orang, kemudian dikalikan dengan kemampuan kantong usia tersebut yaitu sebesar 800 ribu, maka didapatkan, uang yang keluar pada malam pergantian tahun baru pada usia 41 hingga 50 tahun sebesar 15,6 triliun.

5.       Usia 51 s/d 60 tahun,
              Prosentase keikutsertaannya mencapai 10% dengan kemampuan pengeluaran biaya sebesar 1 satu. Setelah dikalikan dengan seperempat jumlah keseluruhan penduduk Indonesia yang mencapai kurang lebih 250 juta, maka didapatkan angka 65 juta orang di Indonesia yang diprediksi mengikuti perayaan malam pergantian tahun.
            Pada kisaran angka ini kemudian dikalikan dengan jumlah prosentase keikutsertaan 10%, sehingga didapatkan, untuk usia 51 s/d 60 tahun yang mengikuti perayaan pergantian tahun didapati pada angka 6,5 juta orang.
         Dari jumlah 6,5 juta orang, kemudian dikalikan dengan kemampuan kantong usia tersebut yaitu sebesar 1 juta, maka didapatkan, uang yang keluar pada malam pergantian tahun baru pada usia 51 hingga 60 tahun sebesar 6,5 triliun.

Nah klasifikasi yang didasarkan pada usia ini, belum termasuk dalam individu yang mempunyai tingkatan kemampuan mengeluarkan uang seperti selebritis, seniman, tokoh, kaum jetset, pengusaha dan politikus. Dengan kata lain, penulis hanya memberikan data sample yang dimasukkan dalam kategori umum seperti masyarakat menengah ke bawah. 

Dari uraian di atas, kita bisa dapatkan angka atau uang keluar untuk merayakan pergantian malam tahun baru sebesar 39 triliun. Sebuah angka yang sangat besar dan fantastis yang mampu membiayai sarana dan prasarana infrastruktur yang rusak atau mendirikan sekolah gratis, beasiswa dan pengobatan gratis bagi masyarakat yang tidak mampu.

Bagi pembaca yang budiman, tulisan ini bukanlah acuan ataupun ukuran yang tepat, tetapi hanya sebuah pengandaian yang dilakukan menurut kemampuan setiap usia mempergunakan uang saat jelang akhir tahun berdasarkan pengalaman dan lingkungan penulis sendiri. Tulisan ini hanyalah semata memberikan sedikit gambaran tentang bagaimana uang yang keluar. Tidak ada acuan ataupun dasar ukuran yang digunakan penulis. 

Dan, inilah kenyataan masyarakat Indonesia yang secara tidak sadar mengeluarkan uang hanya untuk sebuah detik jarum jam. Andai saja, ada orang yang mampu mengkoordinir uang keluar tersebut untuk hajat hidup dan kesejahteraan, tentu menjadi sebuah berita gembira tetapi harus pula diiringi dengan kemauan dan kesadaran masyarakat itu sendiri untuk menerapkan pola dengan bijak sesuai kebutuhan. 

Memang, merayakan pergantian tahun baru adalah hak masyarakat, tidak ada satupun orang yang bisa melarang. Hanya apa yang penulis lakukan adalah sebuah realita perputaran uang yang begitu besar dibalik perayaan pesta tahunan itu. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Mas Has De Intan Blogspot mengucapkan Selamat tahun baru 2011.
Happy New Year 2011

Jumat, 30 Desember 2011

Tertib dan Disiplin di Jalan, Kunci Selamat Sampai Tujuan


Gbr di unduh dari forum.vibizportal.com
Meningkatnya kasus kecelakaan lalulintas di Jakarta menunjukkan masih kurangnya kesadaran berlalulintas yang baik dan taat terhadap rambu-rambu yang ada. Mengutip dari www.suarapembaruan.com, Polda Metro Jaya mencatat jumlah kecelakaan selama Januari-Oktober 2011, tercatat jumlah kecelakaan sebanyak 6.732 kasus dengan meninggal dunia (935 orang), luka berat (2.241) orang dan luka ringan (5.292 orang). Namun demikian, angka kecelakaan tahun 2011 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang mencapai 8.059 kasus dengan jumlah korban tewas sebanyak 1.032 orang, luka berat (3.429 orang), luka ringan (5.679 orang).
Meskipun mengalami penurunan, angka kecelakaan yang mendekati angka seribu tentu bukanlah perkara mudah. Bahkan Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Untung S Rajab mengatakan, Jumlah korban tewas kecelakaan lalu lintas mengalahkan jumlah korban perang. Jika ditilik penyebabnya, lagi-lagi telunjuk mengarah kepada pengemudi kendaraan bermotor seperti, kebanyakan korban tewas kecelakaan lalu lintas merupakan pengendara sepeda motor karena faktor penyebab akibat kesalahan manusia. Selain itu, pengendara lalai dengan kelaikan kendaraannya, suka ngebut dan kurang disiplin.
Dengan faktor di atas, memang diakui yang menjadi penyebabnya adalah kurangnya pengendara tertib dan disiplin apalagi memahami peraturan lalulintas yang sebenarnya menjadi pijakan keselamatan berkendaraan.
Bergantinya Undang Undang Lalu lintas No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalulintas dan Angkutan yang disempurnakan menjadi Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, sebenarnya telah memberikan perlindungan terhadap pentingnya keselamatan berkendaraan. Hal ini tentu tidak terlepas dari pada ketertiban pengguna kendaraan bermotor. Seperti apa yang diuraikan pada pasal 1 ayat (32) yang menyebutkan ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.
Nah jika berbicara hak dan kewajiban setiap pengguna jalan, tanpa mengurangi pengguna jalan yang sudah tertib, di Jakarta masih banyak sekali pengguna jalan yang mengabaikan pentingnya ketertiban. Cerita tentang perilaku yang mau menang sendiri di jalan, sudah banyak di uraikan di media dan kita tentu sudah jenuh melihat sikap yang tidak baik tersebut.
Merebaknya perilaku tidak tertib dan disiplin di jalan bukanlah perkara gampang untuk dicarikan jalan keluarnya. Selain sudah menjadi kebiasaan dan egoisme, pengguna jalan yang berperilaku demikian ditenggarai mengalami stress yang berawal dari kurang tersosialisasinya peraturan lalu lintas. Minimnya SDM anggota POLRI dan keterbatasan anggaran lagi-lagi menjadi cerita klasik yang sering kita dengar.
Memang, bila dilihat secara spesifik UU No. 22 Tahun 2009, pengguna jalan lebih banyak dituntut terhadap kewajibannya untuk lebih disiplin dan tertib. Kita ambil contoh, seperti pada pasal  310 ayat (4) yang mengatakan dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam (6) tahun dan/atau denda paling banyak dua belas juta rupiah (Rp. 12.000.000). Dengan kata lain, ancaman hukumannya tidak main-main dan ini sebenarnya berpulang kembali kepada pengguna jalan demi keselamatannya sendiri. Ada baiknya mengutamakan kewajiban daripada hak, meskipun hal itu terus menghantui setiap pengguna jalan ketika mengemudikan kendaraannya.
Namun dengan melihat kondisi lalulintas yang semakin semrawut di Jakarta saat ini, seperti  bertambahnya jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan jalan, belum lagi ditambah minimnya kenyamanan dan sarana angkutan masal, tentu hal ini semakin menambah pelik kondisi lalulintas di Jakarta, hanya satu kata yang tepat untuk alasan ini, iya..Jakarta sudah jenuh dengan beban lalulintas dan polusi yang dihasilkannya.
Satu pesan yang jelas, ada baiknya pengguna jalan lebih berhati-hati lagi mengemudikan kendaraannya, tertib terhadap aturan dan rambu-rambu lalulintas serta marka jalan. Lengah sedikit saja, hotel prodeo menanti. Seperti halnya kasus artis Syaiful Jamil yang diperiksa Polres Purwakarta lantaran mengemudikan kendaraan di jalan tol hingga terbalik dan menyebabkan istrinya meninggal. Terhadap contoh ini, biarlah kasus tersebut menjadi cermin bagi kita semua, bahwasanya tertib dan disiplin di jalan adalah kunci kita selamat hingga sampai tujuan.

Selasa, 20 Desember 2011

Fatamorgana Dalam Kehidupan


Ilustrasi
Seorang sahabat pernah mengatakan, hidup itu bagaikan fatamorgana. Dari jauh tampak berair, basah dan subur penuh dengan kenikmatan dan gairah, yang bisa mengantarkan seseorang pada satu tujuan mulia, yaitu sukses. Namun sebenarnya, tidak tampak seperti yang dibayangkan. Kehidupan itu justru penuh dengan godaan, cobaan, intrik dan saling bersaing.

Dengan bahasa yang sederhana, hidup itu adalah sebuah klimaks kenikmatan duniawi yang hanya sekejap. Sebuah tempat berteduh sementara, tempat transit untuk menuju pada alam kehidupan yang lain. Di dalamnya banyak cerita dan episode setiap anak adam tentang pengalaman yang menghampiri sepanjang waktu. Sebagai seorang pemeran layaknya sebuah film, setiap manusia diberikan peran yang sudah dikodratkan oleh Sang Penguasa Tunggal, Tuhan Yang Maha Kuasa yang mengatur segala sendi kehidupan manusia.

Dengan kuasaNya, setiap manusia diberikan kemampuan untuk menghadapi setiap cobaan, godaan dan ujian. Manusia diberikan akal, pikiran juga hati nurani. Pemberian inilah yang menempatkan manusia pada kasta tertinggi daripada makhluk ciptaanNya yang lain, termasuk iblis sekalipun.

Manusia juga memiliki kecerdasan dan perasaan. Kemampuan yang luar biasa ini, setidaknya menjadi sebuah pijakan kokoh untuk menjalani hidup di dunia. Akan menjadi lebih sempurna, ketika semuanya itu dibungkus dengan dogma ajaran agama. Dan hidup menjadi terasa indah jika semuanya itu berpadu dan membaur menjadi satu elemen kepribadian manusia yang mampu membuat sejarah dan meninggalkan nuansa seni serta harmoni kehidupan.

Nilai ajaran agama yang suci dan mulia tersebut merupakan panduan yang tidak bisa dielakkan bagi anak cucu adam. Sebuah panduan yang dirasa cukup sebagai bekal menghadapi sisa-sisa kehidupan. Nilai yang tiada tanding ini, mampu menahan dan mencegah egoisme, sebuah sifat jelek manusia yang melekat sejak dia menginjak dewasa. Nilai jelek yang berasal dari ajaran syaitan dan iblis melalui tiupan-tiupan tipuan dan kebohongan, bisa membuai sekaligus menjerumuskan manusia ke dalam lembah jurang yang hina dan nista.

Untuk itu, menyongsong tahun baru yang penuh harap, hendaknya manusia tidak lagi mengulangi segala bentuk perilaku yang negatif yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Setiap pergantian tahun, banyak orang memaknai tambah umur dan usia serta pengalaman, tetapi sejatinya disitulah kita kian dekat dengan kematian karena jatah hidup yang berkurang.

Entah itu, penyakit yang datang, musibah, bencana alam, perang atau ketika dalam keadaan sehat. Mati adalah sebuah vonis Tuhan yang tidak bisa dihindari oleh setiap makhluk hidup. Suka tidak suka, senang tidak senang, mati itu pasti datang. Sebuah pesan yang serius dari Tuhan yang harus disikapi hambaNya untuk tidak terlena dengan nikmat dunia yang sementara. 

Oleh karena itu, bagi kita menyongsong tahun baru yang sebentar lagi datang, ada baiknya kita tinggalkan segala perbuatan yang jelek dan tercela yang tidak sesuai dengan ajaran agama maupun kebiasaan hidup manusia sehari-hari. Songsonglah tahun depan menjadi awal kebangkitan menggemanya nilai kebaikan dan kebajikan yang bisa menerangi cahaya hidup umat manusia. Dengan begitu akan tercipta harmoni kehidupan yang nyaman, tenang, damai dan kita bisa meninggalkan suatu kesan indah tentang arti sebuah hidup.

Tinggalkan korupsi, tinggalkan kolusi, tinggalkan nepotisme, tinggalkan gratifikasi, tinggalkan pula dendam, tinggalkan dengki, tinggalkan sifat iri, tinggalkan amarah, tinggalkan prasangka buruk, sifat cela mencela, sifat menfitnah dan sifat yang membawa pada kemalasan, sifat jumawa, sifat ria ataupun sifat-sifat lainnya yang patut kita berantas dalam kondisi apapun. Meskipun itu berat dan butuh perjuangan sert pengorbanan.

Selamat Tahun Baru 2012.

Senin, 19 Desember 2011

Tahun Baru, Tahun Memaknai Hidup

Tahun 2011 sebentar lagi meninggalkan kita. Tahun-tahun yang penuh dengan suka dan penuh duka bagi umat manusia. Banyak cerita yang bisa ditulis maupun diceritakan, dari penuh makna hingga teguran, kebahagiaan dan kesedihan. Berbaur menjadi satu nilai hidup yang harus dilewati. Nilai hidup yang sejatinya menyertai manusia dari lahir hingga sampai pada ketiadaan.

Tahun 2011 adalah tahun yang penuh dengan kebangkitan asa. Bangkit dari ketidak jelasan pilihan hidup untuk membuat suatu karya menjadi sesuatu yang berguna dalam hidup. Ketidakjelasan pilihan yang sesungguhnya bukan domain penulis saja, penulis yakin di luar pintu sana, banyak teman dan kawan penulis merasakan hal yang sama. Hanya ketidak jelasan pilihan muncul akibat dari keragu-raguan. Mungkin tidak sedikit rekan-rekan yang pernah terjebak dalam suatu pilihan. Pilihan yang sangat menentukan bagi masa depan anda.

Dalam kondisi demikian, tidak bisa dipungkiri, kita mengalami keragu-raguan bahkan sulit untuk menentukan pilihan. Berhari-hari hingga berbulan-bulan, waktu yang tersedia kadang terlewat tanpa tidak tahu pilihan itu. Meskipun sudah dicoba dengan perbuatan yang dianjurkan agama, tetap pilihan itu sulit terwujud. Hingga pada suatu waktu ketidak jelasan dalam pilihan, membawa kita pada cerita layaknya mengalir seperti air. Terbawa, terombang-ambing, terbentur, dipaksa cepat kadang juga dipaksa lambat derasnya air. 

Memang dalam perjuangan menyusuri kebahagian dan kemuliaan sangat sulit dan sungguh tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan kita sendiri. Inipun berlaku dalam kehidupan penulis. Namun begitu, tidak menyurutkan penulis untuk terus bangkit mencari jatidiri agar tidak terombang-ambing derasnya realita hidup.

Tahun 2011 merupakan tahun kebangkitan untuk mewujudkan cita-cita. Dambaan akan tercapainya cita-cita meriah kebahagiaan dan kemuliaan hidup menjadi tujuan bagi penulis, mungkin juga tujuan rekan pembaca yang budiman. Caranya bagaimana ? Inilah pertanyaan yang selalu menghantui setiap saat dalam diri penulis. Menjawab soal ini sebenarnya sangat mudah, hanya kadang-kadang kita sendiri tidak menyadari potensi yang ada dalam diri kita sendiri. Ya, potensi diri, itu kata kuncinya.

Perlahan dan pasti kata kunci itu kini mulai menampakkan titik terang jawaban bagaimana menjawab pertanyaan itu. Sebuah pertanyaan yang sesungguhnya bisa dimaknai sebagai penuntun membuka kegelapan dari ketidak jelasan dalam menentukan pilihan.

Mulailah mengeksplorasi potensi diri yang terpendam yang bisa membuka cakrawala dengan tidak menafikan mengasah dan mengarahkannya setiap hari. Sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia sesungguhnya manusia telah disiapkan mengarungi bahtera hidup dengan berbagai kemampuan. Kemampuan inilah yang mampu menciptakan ide dan kreatifitas setiap insan dan hambaNya.

Namun begitu, munculnya ide dan kreatifitas secara otomatis membuat otak bekerja lebih teroptimalkan. Kerja keras dan usaha tanpa kenal lelah bisa diyakini mampu mendapatkan hasil yang lebih sempurna. Konon, otak manusia digunakan hanya sebesar 4%, sisanya tergantung manusia mengolah otaknya sendiri.

Ya, dengan mengoptimalkan kemampuan diri, setiap manusia dipastikan mampu mewujudkan setiap cita-cita dengan melalui tahun demi tahun, termasuk memasuki tahun baru yang penuh tantangan. Memang dalam hidup ada kemudahan dan kesusahan, ada bahagia dan ada air mata berpasang-pasangan seperti yang sudah dikodratkan dalam kehidupan dunia fana. Sebuah pengalaman bisa menjadi hikmah dan penuntun jalan hidup. 

Memang belum sepenuhnya bisa diraih, tetapi bagi penulis tahun 2011 adalah tahun yang penuh makna. Penulis mengajak, mari kita memaknai pilihan hidup. Hidup yang penuh warna di Tahun 2011 sekaligus memerdekakan diri dari kebodohan dan kepongahan buat jadi bekal ditahun-tahun berikutnya.

Kamis, 15 Desember 2011

Perlindungan Anak, Perspektif Konvensi PBB Tentang Hak-hak Anak


Perlindungan Anak
Anak merupakan buah cinta perkawinan yang tidak ternilai harganya. Lahirnya seorang anak, adalah harapan dan keinginan kedua orang tuanya agar ada generasi penerus sesudah mereka. Tidak ada pembedaan, baik laki-laki maupun perempuan, kehadiran anak tentu sangat mewarnai kehidupan berumah tangga. Kelak anak, bisa mewarisi orang tua, bangsa dan agamanya untuk terus menjadi khalifah di muka bumi sebagai pribadi manusia utuh yang mempunyai hak dan kewajiban serta perlindungan melekat sejak lahir hingga nanti dewasa.

Dalam Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui Majelis Umum PBB pada tanggal 20 Nopember tahun 1989, dalam pasal 2 ayat 2 menyebutkan “negara-negara peserta akan mengambil semua langkah yang layak untuk menjamin bahwa anak dilindungi terhadap semua bentuk diskriminasi atau hukuman berdasarkan kedudukan, kegiatan, pendapat yang dinyatakan, atau keyakinan orang tua anak, wali, atau anggota-anggota keluarga anak.”

Bila melihat konvensi tersebut, ada pesan yang disampaikan, seperti salah satunya adalah negara berkewajiban untuk melindungi anak dari segala bentuk diskriminasi atau hukuman. Pada tataran ini, pemerintah telah melakukan langkah yang dipandang perlu dengan membuat aturan perlindungan terhadap anak.

Sebagai salah satu negara peserta yang turut menandatangani konvensi hak-hak anak, sebelumnya Indonesia pernah membuat Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Undang-undang ini dengan tegas merumuskan, setiap anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan sejak dalam kandungan sampai dengan sesudah dilahirkan. Artinya, terhadap anak tidak dibenarkan adanya perbuatan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Seorang anak yang tidak dapat diasuh dengan baik oleh orang tuanya dapat mengakibatkan pembatalan hak asuh orang tua.

Dengan kata lain, sepuluh tahun sebelum lahir Konvensi tentang Hak-hak Anak, Indonesia sudah selangkah lebih maju merumuskan aturan tentang perlindungan anak sebagai suatu hal yang sangat penting bagi kelangsungan generasi bangsa. Memang, diakui masih minim catatan adanya pelanggaran terhadap hak anak ketika itu. 

Mungkin sebagian kita masih teringat kasus ‘Ari Hanggara’ yang mendapat perlakuan kekerasan dari orang tuanya hingga tewas. Kasus heboh ditahun 1984 ini, serentak membuka mata masyarakat terhadap perlakuan tak pantas orang tua anak berusia 8 tahun tersebut. Ketika itu, media massa dan masyarakat ramai-ramai menghujat perbuatan oknum orang tuanya, hingga pihak Kepolisianpun turut dibuat repot untuk mengungkapnya. Beruntung, 5 tahun setelah kasus yang menghebohkan seantero nusantara tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara anggota segera membuat konvensi tentang Hak-hak Anak. Terhadap hal ini, Indonesia kemudian mengambil langkah maju dengan membuat aturan yang lebih spesifik, terutama dalam hal peradilan yang disangkakan kepada anak. 

Pemerintah Indonesia membuat UU Pengadilan Anak (UU No 3 Tahun 1997) yang diharapkan dapat membantu anak yang berada dalam proses hukum tetap untuk mendapatkan hak-haknya. Undang-undang jika dilihat secara spesifik, sangat jelas mengacu pada Konvensi tentang Hak-hak Anak (pasal 2, ayat 2, yang menyebutkan negara-negara peserta akan mengambil semua langkah yang layak untuk menjamin bahwa anak dilindungi terhadap semua bentuk diskriminasi atau hukuman berdasarkan kedudukan, kegiatan, pendapat yang dinyatakan, atau keyakinan orang tua anak, wali, atau anggota-anggota keluarga anak ). 

Dengan kata lain, Indonesia sudah meratifikasi aturan yang dianggap penting dan menjadi sejarah bahwa anak meskipun diputus bersalah oleh pengadilan, tetapi cara peradilannya beda dengan peradilan pada umumnya. Sisi ini dikedepankan, mengingat anak merupakan pribadi yang masih labil dan belum matang. Secara psikologis, anak adalah pribadi yang sedang mencari jati diri, apalagi ketika memasuki usia remaja.
Perhatian pemerintah terhadap perlindungan anak tidak cukup hanya dengan membuat Undang-undang Peradilan Anak. Pada tahun 2002, pemerintah kembali membuat sejarah penting dengan membuat undang-undang perlindungan anak. Bersama DPR hasil pilihan pemilu yang kredibel, pemerintah mengesahkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

Undang-undang ini menegaskan secara tegas  menggariskan bahwa anak adalah penerus generasi bangsa yang harus dijamin perlindungannya dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Sama akan halnya, UU Peradilan Anak, UU Perlindungan Anak juga merupakan bagian dari amanat Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak. 

Berlakunya Undang-undang ini, jelas merupakan sinyal kuat bagi orang tua, wali maupun dunia pendidikan pendidik agar berhati-hati mendidik dan mengarahkan anak dalam upayanya memenuhi hak-hak anak. Namun begitu, baik orang tua, wali maupun dunia pendidikan harus pula bisa mengarahkan anak agar bisa mengerti hak dan kewajiban anak sebagaimana diatur dalam beleid tersebut.

Mindset atau pandangan bahwa urusan anak adalah urusan orang tua, wali ataupun dunia pendidikan setidaknya harus diseimbangi dengan pengetahuan hukum tentang perlindungan anak. Jangan sampai, budaya mentang-mentang menjadi momok yang menakutkan bagi generasi penerus bangsa, hingga akhirnya bangsa ini melahirkan generasi yang paranoid dan tidak mempunyai kepribadian yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.



Selasa, 13 Desember 2011

Bajaj-Bajaj di Tepian Jaman


Melintasi jalan raya Sultan Agung dari Manggarai Jakarta Selatan, menuju arah Slipi Jakarta Barat menjadi sebuah kenikmatan tersendiri bagi sebagian karyawan perkantoran di kawasan Jakarta Pusat dan Jakarta Timur saat pulang kerja dan hendak menghindari kemacetan di jalan HR Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan yang sedang dibangun jalan layang non tol Kampung Melayu Tanah Abang.

Bajaj Tua yang dikandangkan
Sejak memasuki lampu merah Gang Kelor Matraman Jakarta Timur, hingga menyusuri kompleks Stasiun Manggarai, kita sudah disuguhi suasana jalan yang cukup nyaman. Pemandangan di kanan dan kiri jalan turut menghibur mata, bahkan rindangnya pohon besar disekitar komplek perumahan PJKA membuat udara semakin sejuk.
 
Terus menyusuri jalan sampai depan stasiun Manggarai, barulah pengguna jalan dihadapkan pada kebalikan suasana yang asri dan nyaman. Tepat di depan pintu stasiun Manggarai, berjejer puluhan bajaj (kendaraan roda 3) buatan India yang pernah jaya pada tahun 1970-an. Bajaj-bajaj ini sedianya menepi di stasiun Manggarai bukan sembarang menepi, tetapi menunggu dan menanti pelanggan tetapnya sepulang kerja yang turun dari kereta komuter. Disinilah cerita bajaj mengalir ditepian jaman dan peranannya terhadap kesehatan lingkungan hidup.

Bajaj merupakan kendaraan yang dikenal masyarakat luas, terutama masyarakat pinggiran yang sering menggunakan jasanya. Sejarah bajaj tentu panjang jika dikupas tuntas, tetapi disini penulis hanya mengambil sample tentang bagaimanan peranan bajaj tua terhadap kesehatan lingkungan hidup. 

Seperti halnya ditempat lain, menumpuknya bajaj tua, tentu memberikan dampak yang cukup signifikan bagi kualitas udara, apalagi di sekitar stasiun Manggarai yang tetap menyalakan mesin. Sebenarnya ini dimaksudkan untuk menandakan kesiapannya bajaj segera berangkat, ketika penumpang atau pelanggan tetapnya menghampiri. Dan ini biasanya dimaklumi, karena calon penumpang tidak mau menumpang kendaraan yang doyan ngetem.

Tapi, bagi pengguna jalan yang lain seperti pengendara sepeda motor, pesepeda dan pejalan kaki, keberadaan bajaj-bajaj yang ngetem sambil menyalakan mesin, tentunya membuat tidak nyaman. Siapa yang suka, jika disekitar pengguna jalan banyak mengepul asap putih pekat dengan bau khas menusuk rongga dada bahkan mungkin hingga paru-paru. 

Asap yang terhirup dengan suara bisingnya tersebut kini menjadi buah penderitaan batin pengguna jalan yang melewati jalan alternatif itu. Bak sebuah mesin pengasapan anti nyamuk (Fogging), knalpot bajaj terus meraung-raung tidak peduli keberadaan pengguna jalan lainnya, termasuk, ketidakpedulian sopir bajaj yang mendahulukan kepentingan setoran ketimbang berbagi nyaman sesama pengguna jalan.

Terhadap keberadaan kendaraan roda tiga ini, bukannya penulis tidak mendukung. Tetapi mbok ya, kualitas pemeliharaan bajaj-bajaj tersebut diperhatikan si empunya. Jangan hanya menangguk untung tinggi tetapi mengabaikan kepedulian sesama apalagi terhadap kesehatan lingkungan. Jikalau tua, segera saja diregenerasi seperti halnya beberapa pemilik bajaj yang telah menggantinya dengan bajaj baru yang berbahan bakar gas. 

Dukungan terhadap keberadaan bajaj baru, saya rasa sangat besar. Apalagi bajaj jenis ini tidak menimbulkan polusi, baik itu asap putih pekat dan suara bising yang menjadi ciri khas bajaj. Kendaraan nyentrik generasi baru ini, jauh lebih halus dan lebih nyaman untuk ditumpangi.

Terhadap keberadaan bajaj berbahan gas, tentunya pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah khusus Ibu Kota Jakarta harus terus berperan aktif mensosialisasikannya. Bajaj model ini bisa didukung dengan regulasi yang pro dengan masyarakat pinggiran. Selain itu pemberian fasilitas kredit yang murah, bisa menjadi pemicu pemilik bajaj berlomba-lomba mengganti bajaj-nya yang tua. Sudah pasti, beralihnya bajaj yang tua ke generasi bajaj yang ramah lingkungan menciptakan kualitas udara di Jakarta semakin baik. Meningginya angka polutan bisa dicegah dan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta turut membantu memelihara lingkungan dari polusi asap knalpot dan suara bising bajaj tua. 

Dengan demikian tidak perlu lagi ada cacian dan makian terhadap sopir bajaj oleh pengguna jalan yang lain. Sopirpun bisa konsentrasi mencari nafkah bagi keluarganya dengan tenang tanpa harus mengganggu kenyamanan orang lain. Semuanya menjadi berkah dan satu yang pasti tidak ada lagi adagium yang mengatakan ”kalau bajaj belok, yang tahu hanya Tuhan dan Sopirnya”, karena bajaj generasi baru sudah tentu dilengkapi dengan alat kelengkapan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.