![]() |
Ilustrasi |
Dalam pembukaan Undang-undang
Dasar 1945, alinea ke 4 yang salah satu petikannya ditegaskan bahwa negara
menjamin perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Jika merunut jaminan negara
tersebut, sudah seyogyanya kapanpun dan siapapun pemimpinnya, terlebih dahulu
mengutamakan kepentingan rakyatnya terutama dalam hal pembelaan terkait
masyarakat kecil di pengadilan.
Terungkapnya beberapa kasus yang
melibatkan masyarakat pada akhir bulan lalu, lebih cenderung disebabkan adanya gesekan
terhadap beberapa golongan masyarakat yang lebih kuat, apalagi yang terkait
dengan ekonomi. Bahkan tidak jarang, gesekan sosial yang terjadi di tengah
masyarakat, bisa menyeret masyarakat itu sendiri ke dalam ranah pengadilan.
Dan, ujung-ujungnya, pertaruhan siapa yang salah dan siapa yang benar
ditentukan melalui pengadilan yang independensinya terkadang sedikit
menguntungkan pihak-pihak yang lebih kuat. Tentu saja, lagi-lagi masyarakat
kecil yang tidak punya kekuatan menjadi korban.
Lemahnya posisi tawar masyarakat
kecil yang beracara di pengadilan, kini diharapkan tidak terjadi lagi.
Munculnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) disekitar masyarakat, sedikit membantu
masyarakat kecil mendapatkan akses keadilan. Meskipun perjuangan itu butuh
waktu yang teramat panjang. Namun demikian, tidak menyurutkan para pegiat hukum
yang bersedia mendampingi masyarakat kecil untuk terus mendapatkan keadilan
yang biasanya lebih berpihak pada yang kuat atau bermodal.
Kini, angin baik kembali
berhembus ke masyarakat saat rezim pemerintahan 2011 beberapa bulan menjelang
akhir tahun lalu mengesahkan beleid tentang Bantuan Hukum. Bersama dengan DPR,
pemerintah menunjukkan itikad dan kemauannya untuk memberikan sesuatu yang
berarti bagi masyarakat, khususnya tentang bantuan hukum.
Undang-undang No. 16 tahun 2011
tentang Bantuan Hukum yang diundangkan pada tanggal 2 November 2011 merupakan
akses bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan. UU ini merupakan bentuk
tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat, khususnya orang atau kelompok orang
miskin yang membutuhkannya. Selain itu, beleid yang lahir dari semangat
reformasi hukum nasional ini dibuat sebagai salah satu terwujudnya perubahan
sosial yang berkeadilan.
Undang-undang ini terdiri dari 11
Bab, yang masing-masing babnya terdiri dari, Bab I tentang Ketentuan Umum 3
pasal, Bab II tentang Ruang Lingkup 2 pasal, Bab III tentang Penyelenggaraan Bantuan
Hukum 2 pasal, Bab IV tentang Pemberi Bantuan Hukum 4 pasal, Bab V tentang Hak
dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum 2 pasal, Bab VI tentang Syarat dan Tata Cara
Pemberi Bantuan Hukum 2 pasal, Bab VII tentang Pendanaan 4 pasal, Bab VIII
tentang Larangan 1 pasal, Bab IX tentang Ketentuan Pidana 1 pasal, Bab X
tentang Ketentuan Peralihan 2 pasal dan Bab XI tentang Ketentuan Penutup 2
pasal.
Secara keseluruhan UU Bantuan
Hukum terdiri dari 25 pasal yang tentu dalam pelaksanaannya harus disertai
dengan peraturan pemerintah dan peraturan lainnya yang mendukung Undang-undang
ini. Sebagai informasi, UU ini dilaksanakan sepenuhnya oleh kementerian yang
bergerak dalam bidang Hukum dan HAM, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM RI.
Dan pertanggung jawabannya langsung kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap
akhir tahun anggaran.
Bagi masyarakat kecil atau
masyarakat miskin, dengan diundangkannya peraturan ini menjadi angin penyejuk
ditengah mahalnya biaya beracara di pengadilan dengan membayar jasa pengacara
yang jauh dari isi kantong penghasilan mereka. Mereka akan didampingi oleh
LBH-LBH yang terverifikasi dan terakreditasi dengan baik oleh Lembaga yang
mengurusinya.
Sudah tentu, jika segala proses
pembuatan peraturan pendukungnya sudah selesai, masyarakat bisa mendapatkan
bantuan hukum secara cuma-cuma dengan menghubungi LBH terdekat yang telah
diverifikasi dan diakreditasi. Nantinya, teman-teman LBH inilah yang
mendampingi semua kepentingan masyarakat kecil dan miskin untuk beracara di
pengadilan. Kualitas mereka tidak perlu ditanyakan lagi jika dibandingkan
dengan pengacara terkenal. Pemerintah dan DPR tentu saja akan mengawal setiap
proses pelaksanaan hingga pertanggung jawabannya secara akuntabel dan
transparan kepada masyarakat.
Untuk itu, perlu kita dukung dibuatnya
peraturan pendukung undang-undang ini, seperti peraturan pemerintah dan
peraturan menteri dan peraturan turunan lainnya, sehingga amanat yang
terkandung dalam undang-undang ini bisa berjalan dengan baik, lancar dan tepat
sasaran serta akuntabilitasnya terpercaya.
Sementara itu, pada saat
dibentuknya peraturan pendukung Undang-undang Bantuan Hukum oleh pemerintah,
pelaksanaan bantuan hukum yang diselenggarakan di Kementerian atau Lembaga
lainnya tetap berjalan sampai selesai akhir tahun anggaran 2012. Kementerian
dan Lembaga yang dimaksud adalah Mahkamah Agung, Kepolisian, Kementerian Dalam
Negeri dan Kejaksaan. Bila lancar, tahun 2013 dan telah selesai dibuatnya
peraturan pemerintah, termasuk peraturan Menteri-nya dibuat, maka Bantuan Hukum
selanjutnya akan menjadi wewenang Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut informasi, peraturan
pendukung Undang-undang Bantuan Hukum , saat ini sedang dilakukan pembahasan
pada tingkat asistensi. Selanjutnya akan dilakukan assesment, sosialisasi, pembuatan
PP dan Permen, proses verifikasi dan akreditasi. Rencananya akhir tahun 2012
telah selesai dan 2013 sudah siap untuk dilaksanakan penuh di bawah Kementerian
Hukum dan HAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar