Jumat, 12 Agustus 2011

Naik Kereta Api..Tut..Tuut..Tuuut


Suaranya keras dan bergetar, bentuknya panjang dengan kaki berbentuk bulat terbuat dari baja. Sebuah realita menggambarkan moda transportasi yang bernama kereta api. Moda ini banyak digemari masyarakat, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa, kaum perempuan maupun laki-laki, tua dan muda, semuanya pernah merasakan moda transportasi yang ramah lingkungan ini.

Sedikit kita menengok sejarah perkeretapian ke belakang, menurut literatur yang dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_perkeretaapian_di_Indonesia, sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai dari pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan jalur sendiri diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.

Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan kereta api Semarang-Tanggung, kemudian mendorong minat investor membangun jalan kereta api sepanjang 110 km yang menghubungkan kota Semarang - Surakarta, tepatnya pada tanggal 10 Februari 1870. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km.

Pembangunan jalan kereta api terus mengalami peningkatan, tidak hanya di Pulau Jawa, tapi juga hingga ke Pulau Sumatera, seperti di di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan kereta api Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan kereta api.

Melihat sejarahnya yang begitu menakjubkan, tidak salah jika meningkatnya pembangunan jalan kereta api, disebabkan karena perannya  sangat membantu mobilisasi kepentingan masyarakat. Diyakini, animo masyarakat terhadap kereta api tidak pernah lekang dimakan jaman, meskipun itu sudah melampui tujuh turunan generasi masyarakat penggunanya.

Kini, di jaman globalisasi yang serba modern, kereta api semakin mengukuhkan diri dengan perannya sangat vital bagi masyarakat. Tengok saja, hajatan besar pulang kampung (mudik). Setiap tahunnya keinginan masyarakat untuk menggunakan kereta api terus mengalami peningkatan. Seperti yang dikatakan Direktur Keselamatan Transportasi Darat Kementerian Perhubungan, Hotman Simanjuntak dalam harian berita elektronik http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2011/08/11/brk,20110811-351332,id.html, jumlah pemudik masa lebaran tahun 2011 diperkirakan mencapai 15,5 juta orang, naik 4,17 persen dari tahun 2010 yang berjumlah 14,9 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebesar 2,9 juta penumpang diprediksi menggunakan kereta api.

Tidak salah kiranya, kereta api menjadi andalan masyarakat yang ingin pulang kampung. Seperti yang terjadi pertengahan bulan Juli kemarin, pemesanan tiket untuk berbagai tujuan di daerah Jawa telah habis terjual, baik yang kelas ekonomi, bisnis maupun eksekutif. Meskipun demikian, PT KAI sebagai pihak yang mengurusi kereta api terus melakukan penambahan layanan jual tiket, termasuk memberantas calo tiket. Untuk yang satu ini, komitmennya masih terus dipertanyakan masyarakat. Banyaknya tiket habis terjual, diduga ulah calo yang menyamar menjadi calon penumpang. 

Operasi penertiban terus dilakukan, meski yang tertangkap tidak banyak, calo tiket diakui susah untuk diberantas, apalagi ada dugaan keterlibatan oknum. Namun demikian, apapun ceritanya, masyarakat sepertinya tidak terlalu peduli terhadap ulah calo tersebut. Buat mereka, yang penting dapat tiket pulang kampung, walau itu harus menginap sehari semalam di stasiun. Padahal kepedulian masyarakat bisa membantu meminimalisir calo tiket untuk melakukan aksinya.

Layaknya sebuah cerita, hajatan besar atau yang biasa disebut mudik, membawa kisah tersendiri bagi masyarakat, khususnya pengguna kereta api. Harga tiket mahal, melebihi seratus persen, penipuan, hipnotis, calo tiket dan kejahatan lainnya adalah sebuah episode suka dan duka masyarakat yang telah jatuh cinta dengan moda yang namanya kereta api, seperti lagunya, “Naik Kereta Api..Tut..Tuut..Tuuut..Siapa Hendak Turut”

Tidak ada komentar: