Selasa, 01 Februari 2011

Ngetem Bikin Pusing Kepala


Menyusuri jalan Ciputat raya hingga Lebak Bulus Jakarta Selatan saat pagi hari di jam sibuk kerja, tak bisa dipungkiri membuat kepala sebagian besar pengendara kendaraan bermotor baik R2 maupun R4 pening bukan kepalang. Tengok saja, jika anda berjalan dimulai dari Pasar Ciputat, anda akan menghadapi kemacetan yang rutin terjadi setiap hari. Saat menuruni fly over Ciputatpun, kita akan dihadapkan pada perilaku angkutan umum yang hendak mencari penumpang.


Angkutan masal ini, seringkali membuat ulah. Ada penumpang jalan, tidak ada pasti ngetem. Buntutnya, kendaraan lainnya menghindar ke sisi lain badan angkutan tersebut. Nah, ini dia yang menyebabkan kendaraan mengantri keluar menghindar akibat ulah ngetemnya. Ujung-ujungnya, antrian mengular panjang hingga beberapa ratus meter ke belakang.


Tidak sampai di situ, setelah berhasil melewati sisi body angkutan masal yang ngetem, pengendara kembali dihadang oleh pertigaan di depan Polsek Ciputat. Pertigaan yang cukup padat dengan pertemuan arah arus kendaraan dari Lebak Bulus, Ciputat dan Pondok Cabe (Legoso) menyebabkan penumpukkan kendaraan yang bisa mengkernyitkan dahi. Pertigaan yang akrab disebut dengan BBS ini tidak mempunyai lampu pengatur lalulintas. Untuk melancarkan, biasanya petugas Polsek Ciputat yang kantornya tidak jauh dari pertigaan, turun tangan mengurai kemacetan.


Berbicara ngetem, momok tersebut kini menjadi masalah sosial di seluruh Indonesia. Semenjak pemerintah setempat mempermudah pengurusan izin trayek, angkutan umum menjadi tumbuh dan berkembang bak cendawan di musim penghujan. Maksud hati baik, dengan bertambahnya angkutan umum diharapkan bisa memecah kekurangan armada angkutan. Sayangnya, jumlah armada yang ditandai dengan keluaran model baru tidak disesuaikan dengan pelayanan yang profesional.


Kenyaman hanya sebatas beberapa bulan saja. Setelah itu, masyarakat disuguhi dengan tempelan berbagai stiker, coretan hingga oknum pengamen, bahkan angkutan umum kerap menjadi modus kejahatan. Citra negatif kadung tertanam dibenak masyarakat, bisa dipastikan menjadi bumerang dan ditinggalkan masyarakat. Kenyamanan yang diharapkan, hilang ditelan beberapa bulan saja.


Selain itu, perilaku pengemudi yang seenaknya menurunkan dan menaikkan penumpang di tengah jalan, menetapkan harga diluar ketentuan, dan berpura-pura lupa kembalian uang penumpang dengan alasan ketiadaan uang receh. Bahkan kerap kali pengemudi dengan nada tinggi menghardik penumpang jika mengecewakannya. Dengan kondisi demikian, masyarakat semakin menabukan angkutan umum untuk digunakan.


Itu baru satu persoalan dengan penumpang. Belum lagi dengan pengendara lainnya. Senggolan body makian dan umpatan menjadi menu sehari-hari pengemudi. Ribut di jalan, adu tinju di muka umum berbaur menjadi cerita yang tidak habis diceritakan. Bayangkan, jika penumpangnya membawa anak kecil, apa yang terjadi ? Kita setuju, dan sangat khawatir jika kalimat itu diikuti oleh si kecil di kemudian hari. Lantas siapa yang bertanggung jawab.



stify;">
Lagi-lagi telunjuk mengarah pada pengemudi yang ngetem.

Tidak ada komentar: