Kamis, 22 Maret 2012

Persandingan Konsep Desa Sadar Hukum dengan Indeks Pembangunan Manusia


Dalam satu kesempatan peresmian Desa Sadar Hukum (DSH) di Propinsi Banten beberapa waktu yang lalu, Menkumham Amir Syamsudin mengatakan terbentuknya desa/kelurahan sadar hukum merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pembinaan hukum suatu daerah juga dapat menjadi motivator desa-desa lain untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakatnya.
 
Menilik pernyataan Menkumham, bisa dikatakan bahwa konsep DSH mampu mendukung iklim keamanan dan ketertiban suatu daerah yang pada akhirnya mendukung gerak pembangunan yang gencar dilakukan pemerintah, termasuk pula pembangunan manusia Indonesia yang cerdas dan bermoral. Hal ini tentu tidak bisa dipungkiri bahwa, suatu daerah yang tingkat kesadaran hukumnya tinggi, ternyata sangat mendukung iklim investasi di Indonesia. Terang saja, dengan kondisi demikian, Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Pusat Penyuluhan Hukum melalui jejaringnya di Kantor Wilayah Hukum dan HAM terus mengupayakan pertumbuhan DSH ke depan terus dipacu seiring dengan tuntutan perkembangan zaman.

Sementara itu, menurut data hasil presentasi tentang Konsep Note Pemilihan Provinsi untuk Studi DSH dan Law Center yang diterima BPHNTV mengungkapkan bahwa terbentuknya DSH sejak tahun 1993 hingga 2011 ternyata mendukung arah pembangunan Manusia Indonesia. Seperti yang digambarkan Peringkat Provinsi di Indonesia Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia 2010 (sumber BPS), menyebutkan bahwa ada 11 propinsi yang dikategorikan ke dalam kelompok pembangunan yang berkategori tinggi (high), 10 propinsi berkategori sedang (middle) dan 12 propinsi berkategori rendah (low).


Sedangkan pada data yang sama dengan mengambil sample tahun 1999 - 2009, peringkat propinsi yang pertumbuhan DSHnya tinggi berjumlah 2 propinsi yaitu Bali sebesar 14,35 % dan Sumatera Barat sebesar 8,16 %, sedangkan yang masuk dalam kategori sedang berjumlah 6 propinsi yaitu Yogyakarta 3,83 %, NTB 3,27 %, Babel 3,33 %, Jambi 2,71 %, Sulteng 2,64 %, dan Jabar 2,49 % dan yang masuk dalam kategori rendah berjumlah 3 propinsi yaitu, 1,24 %, Kalteng 1,19 % dan Banten 1,18%.




Tabel di atas merupakan hasil perhitungan secara acak terhadap jumlah kumulatif pertumbuhan DSH sejak tahun 1993 hingga 2009, seperti yang tergambar dalam tabel III, di bawah ini :


 
Bila data tersebut disandingkan, peringkat propinsi di Indonsia berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia tahun 2010 dengan pertumbuhan DSH di tahun yang sama maka bisa disimpulkan bahwa pertumbuhan DSH disetiap propinsi berjalan searah dengan pembangunan manusia Indonesia di setiap propinsi. Atau dengan kata lain, berani disimpulkan bahwa konsep DSH ternyata mampu mendukung penaikan jumlah indeks pembangunan manusia Indonesia di setiap propinsi.

Seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut :



Bila melihat persandingan hasil presentase DSH dan Peringkat Indeks Pembangunan Manusia tahun 2010, jika dikombinasikan akan menghasilkan data sebagai berikut :



Bila melihat tabel kombinasi jelas terlihat bahwa ada beberapa propinsi Sumatera Barat menempati kategori DSHnya tinggi dan IPMnya tinggi.Kemudian propinsi yang masuk kategori sedang baik itu DSH maupun IPM adalah Jawa Barat, Jambi dan Bangka Belitung. Kemudian propinsi yang masuk kategori rendah abik DSH maupun IDM yaitu Banten dan Papua.

Sementara itu Kalimantan Tengah masuk dalam kategori IDM nya tinggi tetapi DSH-nya rendah. Yogyakarta IDM-nya tinggi, DSH-nya sedang. Bali IDM-nya sedang tetapi DSH-nya justru tinggi. Sulawesi Tengah dan NTB IDM-nya rendah.

Hasil persandingan dan kombinasi yang dipresentasikan oleh Tim Evaluasi DSH menyimpulkan bahwa tidak semua IDM tinggi DSH-nya juga tinggi. Begitupula IDM-nya rendah maka DSH-nya juga rendah. Data tersebut mengungkap fakta bahwa IDM dan DSH mempunyai ukuran tersendiri dalam penilaiannya. Tapi yang menarik dari data tersebut adalah bila dirata-rata baik IPM maupun DSH ternyata mendukung kemajuan suatu propinsi tentang arti pembangunan kesadaran hukum dan pembangunan lainnya dalam upaya mewujudkan cita-cita negara yang adil dan makmur. Adanya kesadaran hukum diyakini meneguhkan kepastian hukum sebagai modal pembangunan yang panjang.

Tidak heran bila Menkumham mengatakan keberadaan Desa/Kelurahan Sadar Hukum tersebut, dapat menjadi motivator warga desa-desa lain untuk meningkatkan kesadaran hukum. Buah dari kerja keras masyarakat yang begitu peduli terhadap kesadaran hukum tentu membuat pemerintah meresmikannya menjadi Desa Sadar Hukum. 

Tetapi penetapan Desa Sadar Hukum tentu melalui penilaian berbagai kriteria seperti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lunas 90 persen, tidak ada perkawinan di bawah umur, angka kriminalitas di desa tersebut rendah, termasuk rendahnya kasus narkoba. Kriteria lainnya adalah tingginya masyarakat terhadap kesadaran kebersihan dan kelestarian lingkungan, serta kriteria lainnya yang ditetapkan pemerintah setempat.***

Senin, 19 Maret 2012

Menilik Sekelumit Fakta Dibalik Determinannya Politik Terhadap Hukum



gambar oleh : timurmediatama.blogspot.com
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, demikian bunyi pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dengan kata lain, Indonesia sejatinya menganut paham hukum di atas paham lainnya. Semuanya harus tunduk dan berdasarkan pada hukum, aturan perundang-undangan dan aturan turunan lainnya. Tidak pandang bulu, siapa saja, semuanya sama dihadapan hukum. Bila melihat hal tersebut, jelaslah sudah bahwa hukum merupakan panglima di bumi nusantara.

Pada tataran ini, semua orang tidaklah ragu mengatakan bahwa hukum dianggap mampu membawa suatu perubahan sosial ke arah yang lebih baik dan tertib. Hukum maupun aturan peraturan perundang-undangan, sangatlah diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa hukum, tidak bisa dibayangkan kehidupan sosial masyarakat seperti apa. Mungkin bisa dikatakan hukum rimba yang berlaku, artinya mana yang kuat dialah yang menentukan.

Seperti halnya diera globalisasi saat ini. Keberadaan hukum berubah seiring dengan perkembangan perilaku dan modernisasi jaman. Celakanya, hukum saat ini tidak lebih dari sebuah alat yang dibutuhkan. Hukum hanya menjadi pelengkap kehidupan manusia, bukan lagi sebagai kebutuhan pokok. Hukum menjadi semacam alat penghukum bagi yang lemah dan tidak berdaya jika berhadapan dengan yang kuat.

Meminjam istilah orang kecil, hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Begitulah kira-kira istilah yang pas yang menunjukkan kondisi sengkarut marut dalam kehidupan sosial masyarakat saat ini. Sanksi-sanksi yang tertuang dalam aturan, ternyata banyak yang tidak adil. Hanya mencuri sebiji kakao, seorang nenek bisa dituntut dan dipidana. Sedangkan orang yang korupsi miliaran hingga triliunan rupiah, hanya terjamah dengan hukum yang singkat. Cukup dengan 5 tahun atau tujuh tahun bahkan maksimal hanya 12 tahun. Tidak sebanding dengan jumlah uang yang dikuras dari kantong negara, hukum seakan lemah dan tidak berdaya.

Belum lagi kasus peredaran narkoba yang merusak generasi bangsa. Pengedar dan penggunanya hanya mendapatkan ganjaran yang sangat kecil, kontras dengan perbuatannya yang bisa merusak generasi muda. Tengok saja soal putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim terkadang menyakiti perasaan masyarakat. Seorang pengedar bisa dijatuhi hukuman hanya beberapa tahun, itupun dilalui dengan bersusah payah mencari barang bukti, belum lagi main mata oknum penegak hukum dengan terpidana yang memiliki modal kuat. Sungguh, hukum makin tidak bertaji menghadapi kejahatan yang mengancam eksistensi bangsa dan negara Indonesia.

Satu contoh kecil saja, kasus besar narkoba yang melibatkan pemain profesional dan sudah diputus oleh hukum dengan penjatuhan hukuman mati, sampai saat ini belum ada tindakan eksekusi oleh kejaksaan. Disinyalir, penjahat narkoba yang sudah diputus bersalah dan harus dieksekusi mencapai ratusan orang. Dan, sampai saat ini, mereka masih menghirup udara bebas, hidup seperti biasa layaknya masyarakat biasa. Tentu hal ini membawa dampak lain yang bisa mempengaruhi psikologis sosial masyarakat.

Pertanyaan lain yang muncul adalah, kenapa tidak ada tindak lanjut atas perintah hukum tersebut. Nah, di sini lagi-lagi, hukum terlihat seperti mandul dan tidak berdaya. Belum lagi kasus yang lain, seperti rekayasa kasus hanya untuk menutupi kasus yang besar atau menghilangkan jejak suatu kasus yang dianggap mengancam kepentingan masyarakat dan negara. Meskipun sulit untuk dibuktikan, tapi beberapa orang mampu membaca setiap peristiwa yang berlangsung di Republik ini dengan teliti dan cermat, walau itu diluar nalar dan akal sehat.

Dengan berbagai rentetan yang terjadi di Republik ini, hukum sepertinya tidak lagi menjadi panglima. Dan, yang kini menjadi panglima kelihatannya adalah politik. Dari bahasanya saja, orang yang mendengar langsung bergidik. Politik bagi sebagian besar masyarakat merupakan kekuatan yang sangat menakutkan. Dengan menguasai peta perpolitikkan, apapun bisa dilakukan meskipun itu menyakitkan.

Pernah mendengar istilah “Politik itu kejam”. Yah, isitilah itu rupanya masih terekam kuat ditengah deru kehidupan masyarakat berbangsa dan negara. Melalui politik juga, orang bisa meraih kekuasaan. Politik seperti menjadi senjata maha hebat bagi orang yang terjerat kasus. Politik juga mampu melahirkan kompromi-kompromi yang bisa mengangkangi hukum. Politik adalah tempat fitnah yang menyebar luas. Dia bisa menjatuhkan dan ia juga bisa mengangkat orang ke dalam kedudukan yang tertinggi. Di sana tidak ada kawan yang abadi, yang ada hanya kawan sekepentingan. Lain itu, lengah sedikit bisa-bisa menjerumuskan ke dalam lembah yang sangat hina.

Dalam bahasa intelektual politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Kemudian politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Dan, politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat serta segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Menilik perkembangan politik dalam kehidupan saat ini, sudah sangat menjemukan bagi sebagian masyarakat. Bagi masyarakat, politik merupakan salah satu penghalang kemajuan kehidupan bernegara khususnya sosial dan budaya. Malah kadang-kadang, politik berani menerjunkan diri ke persoalan agama, suku atau ras. Munculnya berbagai kasus dibeberapa belahan bumi nusantara, seperti menunjukkan politiklah yang mampu membuat dan menghilangkan berbagai kasus bahkan mampu melesat pergi seperti angin.

Politik sendiri lahir dari satu kepentingan yang terorganisir. Dilakukan demi menggapai tujuan dan cita-cita yang diinginkan. Malah sekarang politik menjadi alat yang dianggap pas untuk menjatuhkan lawan-lawan yang berseberangan pandangan, sekalipun itu politik juga mampu mengakrabkan dan merekatkan dari yang awalnya lawan menjadi kawan asalkan sama kepentingan.

Satu hal yang menarik dari politik adalah lahirnya kompromi, tawar menawar kepentingan yang sama baik itu di dalam legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Kompromi lahir biasanya didahului dengan beda kepentingan yang signifikan. Oleh karena masing-masing mempunyai kekuatan yang seimbang, lagi-lagi demi eksistensi Republik, setiap kasus yang muncul dan menjadi isu di masyarakat mampu diredam dengan lobi-lobi yang hebat. Dan, sepanjang itu baik bagi kelangsungan republik, mau tidak mau, suka tidak suka harus disepakati menjadi putusan bersama meski itu dianggap mampu mengangkangi hukum.
Politik seperti menjadi determinan daripada hukum. Politik dianggap mampu mengatur hukum, membuat hukum dan kalau perlu menghapuskan aturan yang dianggapnya menghambat tujuan. Lagi-lagi dan lagi-lagi, dalam hal ini, masyarakat kecil menjadi korban dari politik yang tidak sehat.

Sesungguhnya, bagi negara berkembang macam Indonesia, Politik memang sangatlah dibutuhkan, namun politik yang sehat dan politik yang mampu mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana pada pembukaan UUD 1945, alinea ke empat, asalkan konsisten dan ada rasa penghormatan dan penghargaan yang sama terhadap kesempatan dalam upaya mewujudkan negara yang adil dan makmur. Selain itu, politik juga harus bisa menciptakan hukum yang kuat, politik mampu mengawal hukum namun tidak mengangkangi hukum. Dan politik jangan pula menjadi determinan daripada hukum, meskipun untuk cita-cita tersebut, sebagian masyarakat belum meyakininya.

Senin, 20 Februari 2012

Karakter Tuan dan Sepatu

Ilustrasi oleh : Gambargratis.com
Sepasang sepatu sangat berarti bagi alas kaki, dan sepatu adalah jawaban terhadap kebutuhan perawatan kaki. Sepatu sendiri sudah lama muncul meski tidak diketahui kapan munculnya alas kaki tersebut. Model dan variasinya sangat beragam. Selain itu, fungsi dan kenyamanannya juga berbeda. Tengok saja, meski sepatu sedianya hanya membalut kaki-kaki manusia, sepatu bisa berfungsi untuk berjalan, dia juga bisa untuk menendang, bisa untuk berlari, berenang bahkan berperang.

Sepatu juga bisa menjadi tameng atau kedok perwajahan tuan penggunanya. Karakter orang yang memakainya bisa dilihat dari jenis dan fungsi sepatu itu untuk apa. Seperti sepatu untuk perang, tentu dibuat untuk membalut wajah tentara agar terlihat sangar. Tujuannya agar musuh takut dan lari tunggang langgang. Ada juga sepatu untuk bermain bola. Sepatu ini dimodifikasi agar bisa membantu kerja jari-jari dan otot kaki menciptakan tendangan yang spektakuler macam David Beckam (tendangan pisang), tentu jadi terampil mengolah sikulit bundar. Juga ada sepatu untuk berlari. Sprinter-sprinter kelas dunia banyak yang berprestasi lantaran sepatu. Sepatu membuatnya bisa berlari secepat kijang, ujung-ujungnya juara yang dicari.
Kemudian sepatu juga bisa untuk berenang. Khusus untuk berenang, sepatu dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan karateristik air. Dengan sepatu yang domodifikasi, para perenang dan penyelam bisa nyaman dan terhindar dari serangan makhluk laut yang ganas dan beracun.

Belum lagi ada sepatu untuk memanjat layaknya spiderman. Sepatu model ini menjadi kegemaran bagi pemanjat, khususnya pemanjat tebing. Daya cengkeramnya terhadap tebing sangat diandalkan, dan banyak pemanjat yang sukses mencapai daerah-daerah tinggi di dunia, seperti alpen dan lainnya.

Lalu bagaimana dengan sepatu terbang ? atau pernah melihat sepatu terbang ?

Haha..sepatu model ini pernah tenar pada zaman perang Irak. Saat itu, presiden Bush Junior sedang konferensi pers, tiba-tiba seorang wartawan lokal menerbangkan kedua sepatunya ke arah Bush. Nah sepatu ini tidak mendarat mulus, hanya beberapa inchi lewat di wajah Bush. Namun sepatu terbang ini menjadi tren hingga ada beberapa orang pernah mengikuti bagaimana membuat sepatu bisa terbang.

Sepatu merupakan perwajahan tuan yang menggunakannya. Sepatu bisa dijadikan sebagai teman, bisa juga dijadikan sebagai alat bahkan sepatu bisa menjadi musuh dalam selimut. Sepatu menjadi tempat yang aman bagi kuman-kuman. Apalagi lembab, pasti keharumannya menjadi daya tolak kaum hawa. Karenanya, sepatu butuh perawatan, persis seperti orang yang selalu tumbuh dalam setiap kehidupannya.

Namun, tidak semua tuan merawat sepatu, sebagian malah mencampakkannya begitu selesai memakai. Dicucipun tidak, sepatu akhirnya teronggok di pojok ruangan. Sepatu akhirnya menjadi rumah sarang semut. Sejatinya, sepatu adalah bagian dari karakter tuannya. Sepatu mengikuti kemanapun tuannya pergi, kapanpun tuannya menggunakan dan pasrah ketika tuannya mencampakkan. Layaknya tuan yang menggunakannya, sepatu bisa mengkilap ketika dia digosok. Kilapnya sepatu sesuai dengan kilapnya hati sang tuan, lusuhnya sepatu belum tentu si tuan lusuh pula.

Dari sepatu, sipemakai bisa naik karir dari sepatu bisa dapat prestasi dan dari sepatu segalanya bisa berubah suatu cerita anak manusia. Sepatu bisa juga menghasilkan suara, bernyanyi dengan merdu dan bersenandung sesuka hati. Kualitas sepatu juga menjadi andalan gaya si tuannya. Dia bagus karena mahal, dan perawatan, bikin percaya diri dan senyum yang selalu mengembang. Sedang sepatu lusuh bukan karena murah, sepatu lusuh karena dia sudah purna.

Sepatu tuan, karakter tuan.

Selasa, 07 Februari 2012

Bemo, Yang Unik dan Yang Tergusur

Ilustrasi
Mengusung kesan sederhana dengan ditopang nama beken pada zamannya, siapa sih yang tidak kenal bemo. Nah, kendaraan yang unik dan hampir lekang dimakan zaman ini, ternyata menyimpan cerita yang menarik dan tidak pernah habis untuk dibahas oleh para penggemarnya. Sebuah kisah menarik tentang sosok bemo yang tertatih-tatih ditengah derasnya modernisasi kendaraan pada zaman modern saat ini.

Kendaraan roda tiga yang dibuat tahun 1960-an ini pernah menjadi icon pada saat pesta olahraga Ganefo di Jakarta dan serta merta, bemo menjadi booming. Dengan bentuknya yang unik dan lucu bemo mampu berlari kencang dan bermanuver di gang-gang sempit mengalahkan becak pada zamannya. Menurut beberapa artikel, bemo merupakan produk pabrikan otomotif Jepang, Daihatsu. Kendaraan ini dibuat dari sebuah inovasi yang sebelumnya didahului Toyota yang mengeluarkan produk truck beroda empat yang kemudian dikenal dengan toyoace.

Atas meledaknya toyoace, Daihatsu kemudian menelurkan produk truck roda tiga yang diberi nama midget. Karena permintaan pasar, Daihatsi midget kemudian diekspor ke luar negeri, termasuk Indonesia. Nah, Daihatsu Midget inilah yang kemudian dikenal masyarakat Indonesia sebagai bemo (becak motor).

Sebenarnya, hadirnya bemo oleh pemerintah daerah saat itu dimaksudkan untuk menggantikan becak. Namun karena tidak adanya perencanaan yang matang, satu dasawarsa berikutnya, bemo perlahan-lahan ditarik keberadaannya. Bemo yang semula beroperasi seperti taksi, belakangan daerah operasinya dibatasi di rute-rute tertentu saja, kemudian akhirnya disingkirkan ke rute-rute kurus yang tak disentuh oleh bus kota.

Dalam beberapa artikel disebutkan, konon di negara asalnya, Jepang, bemo tidak dimaksudkan sebagai angkutan manusia, melainkan sebagai angkutan barang. Akibatnya, ketika dipasangkan tempat duduk, ruangan yang tersedia pun menjadi sempit. Paling tidak, bemo mampu mengangkut paling kurang 8 penumpang, enam di bagian belakang, dua di depan, termasuk sang sopir. Lantaran kondisi yang sempit, maka tidak heran penumpang sering beradu lutut dengan posisi duduk berdesak-desakan. Meskipun begitu, tidak sedikit yang menemukan jodohnya di dalam bemo dan menjadi kenangan indah bagi penumpangnya.

Saat ini bemo seperti hidup segan mati tak mau. Keberadaan bemo sekarang tidak lagi seperti tahun 1990-an yang masih banyak dijumpai di pinggiran jalan besar, seperti di bilangan Pisangan Baru (Kebon Sereh), kayu manis, pangkalan jati (Kali Malang), Slipi, Penjernihan, Benhil, Manggarai dan Klender. Jelang tahun 2000-an keberadaan bemo hanya tersisa di bilangan Benhil, Penjernihan dan Manggarai.

Seiring dengan modernisasi angkutan umum, bemo praktis makin lama ditinggalkan penumpangnya. Belum lagi ketersediaan suku cadang yang sudah tidak ada produksinya lagi. Kondisi tersebut, tidak dipungkiri menjadikan bemo tergusur dari cerita salah satu alat transportasi yang dicintai masyarakat.

Namun demikian, dari beberapa pemilik bemo yang setia merawatnya, ketiadaan suku cadang bemo kemudian disiasati dengan membuat suku cadang tiruan yang dibuat dibengkel-bengkel pinggiran Jakarta. Dari suku cadang ini, kini tersisa tidak lebih dari puluhan bemo yang masih beroperasi, sisanya menjadi rongsokan dan terbuang. Sedihnya lagi, bemo sudah banyak dihapus karena dianggap sudah tua, tidak nyaman dan berpolusi.

Sebut saja Bang Onih, sopir bemo yang setia mengoperasikan bemonya di bilangan Jakarta Pusat ini menceritakan, kalau bemo mampu membiayai anaknya sekolah hingga tamatan SMA. Dengan rute Benhil – Penjernihan, Onih mampu meraup rupiah 40.000 sehari. Itupun kalau ramai, misalnya pada saat jam berangkat dan pulang kerja. Bemo Onih ini fisiknya sudah tidak cantik lagi. Di sana sini banyak dempulan dan cat yang terkelupas serta kabin belakang yang kap-nya sudah usang. Tapi tidak menyurutkan niat langganannya untuk terus menggunakan jasa bemo-nya.

Sekarang ini serba salah, menurut aturan memang bemo sudah tidak boleh beroperasi, tapi karena kebutuhan ekonomi, membuat onih berpikir untuk terus menggunakannya. Pikirnya, daripada menganggur dan kalah bersaing dengan anak sekarang dalam mencari pekerjaan, lebih baik memanfaatkan bemo tersebut. Toh, bemo-nya tidak beroperasi dijalan besar. 

Cerita tentang bemo memang tidak pernah habis, makian pengendara motor yang tidak sabaran sering diterima sopir bemo. Bahkan diancam untuk dikandangkan menjadi makanan sehari-hari. Meski begitu, bemo juga menyimpan banyak cerita indah seperti ada penumpangnya menemukan jodoh ketika naik bemo.

Memang secara kelayakan, bemo sudah tidak memenuhi syarat untuk kenyamanan penumpang. Bemo juga kerap mengeluarkan asap pekat yang bisa membuat polusi udara. Bemo sekarang tidak selincah seperti saat masanya. Bemo sudah terlalu tua untuk memenuhi tuntutan warga ibukota yang maunya serba cepat.

Sekalipun demikian, biarkan bemo untuk beroperasi semampunya. Keberadaan bemo saat ini, tidak lebih dari masih ada warga ibukota yang mencintainya. Sekedar nostalgia, atau kendaraan angkutan alternatif, bemo masih dianggap layak mengangkut penumpang. Selain itu, bemo juga mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi sebagian warga ibu kota untuk sekedar dapur ngebul atau sesuap nasi. 

Dan bemo, mampu menjadi instrumen pencegah penyakit sosial yang kerap lahir dari keterpurukan ekonomi. So, sepanjang pemerintah belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan, profesi pengemudi bemo layak diacungi jempol. Dan warga ibu kotapun masih bisa bernostalgia dengan menumpang bemo mengitari kampung-kampung maupun gang-gang, entah sekedar mencari jalan alternatif menghindari kemacetan atau punya keperluan lainnya.

H'eh, itulah bemo. Unik.



Kamis, 02 Februari 2012

Aksi Buruh Tutup Jalan Tol dan Dampak Yang Ditimbulkannya


Ilustrasi : Republika
Awal tahun 2012 marak dengan demo buruh di wilayah jabodetabek. Seperti halnya yang dilakukan gabungan serikat pekerja di kawasan industri Cibitung dan Cikarang Bekasi yang menutup akses jalan tol Jakarta-Cikampek beberapa waktu lalu. Padahal akses jalan tol merupakan jalur strategis yang menjadi urat nadi gerak ekonomi masyarakat. Tidak hanya terkait industri, tetapi juga kegiatan ekonomi lainnya yang melibatkan masyarakat luas.

Demo oleh buruh ini merupakan akumulasi kekecewaan buruh terhadap pengusaha yang tidak segera melaksanakan ketetapan Gubernur tentang Upah Minimum Propinsi. Bahwa katanya penaikan besaran upah buruh, sebelumnya sudah melalui Dewan Pengupahan di Kabupaten dan hasilnya kemudian di bawa ke Gubernur yang langsung menyetujui usulan penaikan upah buruh di kawasan Bekasi.

Terhadap putusan ini, seharusnya pengusaha bisa langsung melaksanakannya. Namun yang terjadi adalah pengusaha melalui wadah Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) tidak menyetujui dan membawanya ke pengadilan untuk banding. Kontan saja, langkah Apindo ini menuai cemoohan dan buruh mengancam akan melakukan aksi demo besar-besaran jika apa yang telah menjadi putusan Gubernur tidak dilaksanakan.

Ancaman buruh rupanya tidak main-main. Dalam perjalanannya, gelombang demo oleh buruh di kawasan Bekasi makin lama makin besar. Dari sudut pandang keamanan dan ketertiban, aksi ini tentu membawa implikasi atas terciptanya gangguan dan kekacauan. Sadar akan dampak yang ditimbulkan dan kerugian yang diderita, pengusaha melalui Apindo kemudian bersedia melakukan mediasi dengan buruh. Alhasil dicapai kesepakatan bahwa Apindo berjanji untuk menarik berkas banding putusan Gubernur atas Upah Minimum dari Pengadilan. Mendengar janji dari Apindo, buruh se Bekasi menanggapnya sebagai suatu langkah maju dari kegiatan mediasi yang dilakukan.

Namun sayang, janji tinggal janji. Dari perwakilan buruh, rupanya mencium niat Apindo tidak serius mencabut bandingnya. Akhirnya proses pengadilan banding terhadap Keputusan Gubernur tentang Upah Minimum berjalan terus. Hingga pada suatu hari dimana ditetapkan, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan permohonan Banding dari Apindo. Keruan saja, putusan ini memantik buruh untuk kembali mengancam melaksanakan demo.

Ancaman demo buruh ini benar-benar diwujudkan pada beberapa waktu lalu dengan menutup akses jalan tol Jakarta-Cikampek pada pagi jelang siang. Menurut pengakuan perwakilan buruh, sebenarnya mereka hanya bermaksud menutup pintu tol Cikarang, tapi diluar dugaan ribuan buruh di sejumlah kawasan Cibitung dan Cikarang rupanya turut bergabung hingga akhirnya menutup akses jalan tol.

Bagi masyarakat umum, langkah menutup jalan tol adalah salah, karena merugikan masyarakt lainnya. Apa yang dilakukan buruh di Bekasi banyak mendapat cibiran dari pengguna jalan. Bahkan ada penumpang dari Bus turun dan protes terhadap aksi ini. Terhadap protes pengguna Bus, beberapa oknum buruh terpancing emosi dan hampir saja terjadi keributan. Untung saja bisa dilerai dan massa buruh tetap melanjutkan aksinya tanpa peduli dengan masyarakat lainnya. 

Sedangkan bagi pemerintah, langkah penutupan jalan tol hingga berjam-jam tentu menjadi masalah yang sangat serius. Disinyalir kerugian yang didapat mencapai miliaran bahkan triliunan. Jika tidak diambil langkah yang tepat, demo buruh akan semakin anarkis dan akan memukul perekonomian masyarakat.

Melalui juru bicaranya, Presiden SBY kemudian memerintahkan Menakertrans untuk segera mengambil langkah-langkah penting dan strategis untuk mengatasi persoalan buruh dan pengusaha. Pemerintah sepertinya tidak mau dibilang lamban, perintah Presiden langsung direspon cepat Menko perekonomian dengan menugaskan Menakertrans melakukan langkah-langkah percepatan membuat suatu keputusan yang menguntungkan kedua belah pihak (buruh dan pengusaha).

Dengan kerja keras, Menakertrans bersama Gubernur Jabar, Bupati Bekasi, perwakilan buruh dan Apindo kemudian melakukan proses mediasi untuk menentukan kesepakatan besaran upah yang diinginkan ke belah pihak. Tanpa menyertakan dewan pengupahan, kesepakatan akhirnya dicapai. Kesepakatan ini kemudian menjadi acuan pelaksanaan keputusan Gubernur Jawa Barat untuk mengubah keputusan sebelumnya. Memang diakui, meskipun tidak melalui dewan pengupahan, hasil kesepakatan penetapan upah yang dimediasi Menakertrans merupakan keputusan yang tepat dan cepat. Dan, bagi buruh kabar kesepakatan upah minimum yang diinginkan menjadi angin segar meskipun besaran angkanya beda tipis dari yang ditetapkan Gubernur Jabar sebelumnya.

Sementara itu bagi Apindo, meski berat, kesepakatan yang dicapai merupakan solusi yang terbaik bagi semuanya. Memang persoalan buruh dan keinginannya selesai. Masalah keamanan dan kerugian yang lebih besar lagi juga selesai, tetapi ada satu kekhawatiran Apindo, usai demo besar-besaran tersebut akan membuat para investor berpikir dua kali melanjutkan usahanya di kawasan industri yang ada di Bekasi. Bukan tidak mungkin investor akan hengkang. Bila iya, tentu akan mempengaruhi citra buruk Indonesia kembali tentang kepastian hukum dunia usaha. Padahal baru saja salah satu Pemeringkat Dunia telah mentahbiskan Indonesia sebagai tempat berinvenstasi yang bagus dan cerah.

Beberapa pengamat dunia usaha bahkan menyatakan hal yang serupa. Tetapi beberapa lagi juga menepiskan kekhawatiran tersebut. Belum ada gelagat para investor akan merelokasi usahanya. Seandainyapun ada, paling-paling di luar Bekasi. Mereka hanya menyayangkan beberapa asosiasi pengusaha yang berafiliasi di Apindo terlalu khawatir. Menurutnya lagi, untuk dalam jangka waktu yang panjang merelokasi usaha bukan langkah yang tepat, mengingat Indonesia adalah tempat berinvestasi yang bagus dibandingkan negara-negara lainnya. Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%, Indonesia menjadi tempat yang paling menjanjikan.

Bila melihat ke Eropa yang sedang bangkrut atau ke negara Asia bahkan Asia Tenggara, peluang untuk menanamkan investasi perlu dilakukan penghitungan untung dan rugi. Dan cost yang ditimbulkan tentu jauh lebih besar. Belum lagi pasar dunia yang sedang lesu. Karenanya, kalangan pengamat dunia usaha meyakini, demo buruh yang terjadi beberapa waktu lalu tidaklah menimbulkan ketakutan para investor.

Terhadap hal ini, pemerintah, pengusaha dan buruh harus kembali duduk bersama untuk merumuskan jalan keluar ke depannya. Bukan tidak mungkin masalah seperti ini akan terjadi di masa yang akan datang. Semakin berlarut-larutnya merumuskan nilai kekhalayakan upah, potensi demo buruh pasti terus terjadi.

Solusi yang masuk akal saat ini adalah meyakinkan investor bagaimana menciptakan kondisi yang nyaman, kepastian hukum dan komunikasi yang baik antara pengusaha dan buruh termasuk Pemerintah sebagai mediator harus memainkan peran yang aktif. Pemerintah harus mampu mencium gejala-gejala yang muncul di dunia usaha. Jangan sampai pemerintah dan jajaran yang berkepentingan di dalamnya tidur tanpa harus mempunyai solusi. Kalau perlu siapkan jalan keluar tanpa harus menunggu perintah Presiden.

Bagi masyarakat, kejadian demo kemarin kalo mau jujur memang membuat masyarakat terpukul lantaran kegiatan ekonominya terhambat. Tapi bagi masyarakat jauh lebih dewasa menyikapi persoalan tersebut. Maklum, buruh adalah bagian dari masyarakat.

Rabu, 25 Januari 2012

Hormuz diantara Ketersediaan Energi dan Eksistensi

Jazirah arab sepertinya tidak pernah padam dari bara perebutan kekuasaan ekonomi dan politik. Perebutan tersebut, bukanlah domain dalam negeri negara-nagara arab saja, tetapi juga menjadi kepentingan negara lain yang mempunyai  kekuatan besar serta tujuan besar.

Selat Hormuz
Publik, mesti masih ingat ketika krisis teluk di tahun 1991 menjelma menjadi perang besar yang nyaris saja memantik perang dunia ketiga. Kini, di penghujung tahun 2011 dan awal tahun 2012, katakan saja krisis selat hormuz, telah tumbuh bibit pertikaian anak manusia yang berujung pada perang besar yang berskala global.

Menguti dari laman wikipedia, Selat Hormuz (bahasa Arab: مضيق هرمز—MadÄ«q Hurmuz,bahasa Farsi: تنگه هرمز—Tangeh-ye Hormoz) adalah selat yang memisahkan Iran dengan Uni Emirat Arab. Selat ini terletak di antara Teluk Oman dan Teluk Persia. Pada titik tersempit, lebar Selat Hormuz hanya mencapai 54 km. Selat ini merupakan satu-satunya jalur untuk mengirim minyak keluar Teluk Persia. Menurut U.S. Energy Information Administration, setiap hari 15 kapal tanker yang membawa 16.5 hingga 17 juta barel minyak bumi melewati selat ini.

Yang menarik, munculnya krisis selat hormuz, bermula dari tuduhan negara barat terhadap Iran yang diduga membuat program senjata nuklir. Beberapa negara dari anggota dewan keamanan PBB kerap melakukan penekanan terhadap Teheran agar menghentikan program Nuklir mereka. Terhadap ini, tidak secuilpun Iran gentar, bahkan mereka mempublikasikan keberhasilan-keberhasilan pengayaan uranium yang katanya untuk tujuan damai. Seperti berbalas pantun, negara-negara penentang program nuklir Iran terus melakukan gerilya, mencoba berbagai cara agar Iran tidak meneruskan program yang dinilai bisa membahayakan keamanan dan ketertiban kawasan sekitar bahkan dunia pada umumnya.

Bahkan Israel sesumber mengusulkan untuk melakukan serangan pre empetive strike ke Iran. Terang saja, usulan tersebut mendapat tentangan banyak negara jazirah Arab dan negara di seluruh dunia termasuk sekutu Iran, Rusia. Amerika, Inggris dan lainnya juga tidak mau kalah. Dengan pimpinan negeri Paman SAM, beberapa negara eropa menggadangkan usulan agar Teheran diberikan sanksi berupa embargo impor minyak dari Iran.

Usulan embargo rupanya menjadi cara lain yang digunakan negara-negara barat selain serangan ke instalasi nuklir Iran. Kontan saja, usulan ini diamini ketimbang melakukan serangan yang dampak kerugiannya jauh lebih besar. 

Usaha untuk menggolkan sanksi ini rupanya tidak main-main. Amerika giat melakukan lobi terhadap mitra bisnis Iran seperti Rusia, Cina dan India yang tentu punya kepentingan ekonomi strategis di bidang bahan bakar. 

Sementara itu, Iran tidak mau ketinggalan dengan kunjungan lawatan kenegaraan ke beberapa negara Amerika Latin seperti Venezuela, Bolivia, dan Nikaragua. Dari kunjungan tersebut, Teheran mendapat dukungan untuk mempertahankan keputusan strategisnya demi tujuan damai. Bahkan Venezuela mengecam keras aksi negara-negara barat yang terus memaksa Teheran meninggalkan program nuklirnya. Tanpa segan-segan, mereka menunjuk Israel juga tengah menjalankan program nuklirnya, tetapi tidak mendapat tentangan. Atas tuduhan ini, Israel sendiri diam dan tidak membantah dan mengiyakan.

Dengan semakin memanasnya krisis nuklir Iran, tentu akan menimbulkan dampak yang tidak sedikit. Iran bahkan mengancam akan menutup selat Hormuz bila sanksi baru diterapkan oleh Amerika dan sekutunya. Ancaman Iran langsung mendapat reaksi keras dari Amerika yang tidak akan mentolerir aksi Iran tersebut.
Rusia dan Cina sendiri menentang sanksi terhadap Iran yang dianggapnya bisa menyengsarakan rakyat Iran. Bisa dimaklumi, Rusia dan Cina adalah mitra bisnis Iran terbesar dalam bidang energi. Bahkan Jepang dan Korea Selatan yang merupakan sekutu Amerika di Asia Pasific secara tersirat menyatakan keberatannya untuk menangguhkan pembelian minyak dari Iran. Baginya, sanksi ini akan menimbulkan gejolak ekonomi di negara mereka yang baru saja dihantam bencana tsunami dan gempa.

Beberapa pakar mengkhawatirkan, bila krisis selat hormuz ini terus memanas dengan aksi saling balas, tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan resistensi harga minyak dunia yang melambung tinggi. Belum lagi ditambah Eropa yang sedang didera krisis financial serta ekonomi Amerika yang tidak stabil termasuk meningkatnya hutang sejak beberapa dekade terakhir. “Apalagi bila perang jadi meletus, tentu tidak bisa dibayangkan dunia saat ini seperti apa”, kata orang-orang pintar menganalisis perseteruan antara Iran dan Barat.

Senin lalu (23/1), akhirnya, Amerika dan Eropa sepakat untuk mengembargo minyak Iran dari peredaran dunia. Barat juga menutup akses transaksi keuangan Teheran baik yang ada di Bank Sentral Iran maupun Bank penghubung lainnya di negara kawasan tersebut. sedianya sanksi ini dimaksudkan agar Iran mau menghentikan program nuklir serta kembali kemeja perundingan dengan sedikit harapan bisa melunak dan dikendalikan. Tapi, sanksi ini diterapkan untuk bulan Juli yang akan datang. Dengan kata lain, bagi negara yang menyetujui sanksi tersebut bisa memberikan ruang akses atau jeda waktu mempersiapkan pengenaan sanksi agar tidak menimbulkan implikasi ekonomi maupun politik baik di luar maupun di dalam negeri. Diharapkan pula, negara pengimpor minyak Iran bisa mengalihkan kebutuhan energi minyaknya ke produsen lain selain Iran.

Namun demikian, dari sudut kepentingan hak negara berdaulat, sanksi ini tidak serta merta memaksa agar semua negara mengikuti aturan tersebut. Rusia, Cina dan India serta beberapa negara dunia lainnya terang-terangan menolak dan tetap akan mengimpor minyak dari Iran. Bagi mereka, sanksi itu tidak mengikat dan mereka jauh lebih memikirkan kepentingan ketersediaan energi bagi rakyatnya ketimbang bergabung dalam aliansi yang selalu berbau perang. Iran sendiripun tenang dan tidak ada kegaduhan di dalam negeri mereka sendiri. So, bagi seluruh negara di dunia, waktu 6 bulan untuk penerapan sanksi bagi Iran adalah waktu yang sangat berharga untuk memikirkan mana yang baik dan mana yang tidak. Apalagi bagi kelangsungan kehidupan dan kemajuan serta kepentingan hak asasi sebuah negara berdaulat yang bebas melakukan hubungan ke manapun negara di dunia.

Akankah 6 bulan ke depan Selat hormuz memanas ? So kawan, jangan tinggalkan kewaspadaan dan berharap semoga ini adalah bagian skenario yang tidak perlu masuk episode sebuah kehidupan anak manusia akhir zaman.

Jumat, 13 Januari 2012

TERBITKAN PERMA, MAHKAMAH AGUNG DIANGGAP PEKA

Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. 
Mahkamah Agung RI

Undang-undang Dasar 1945 dalam beberapa pasalnya memberikan kewajiban dan kewenangannya kepada Mahkamah Agung, diantaranya adalah:
·   Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
·       Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
·       Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi

Dalam perkembangannya, Mahkamah Agung juga mempunyai kewenangan lain yang diberikan undang-undang, yaitu Mahkamah Agung mendapat porsi untuk melakukan fungsi pengaturan (regelende functie) guna memperlancar penyelenggaraan peradilan. Menurut Prof. Soebekti, Mahkamah Agung memiliki sekelumit kekuasaan legislatif yang dianggap merupakan pelimpahan kekuasaan dari pembuat undang-undang. 

Sedangkan Hans Kelsen filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria beranggapan bahwa telah terjadi pergeseran kekuasaan pembentukan atau pembuatan undang-undang dari kekuasaan legislatif ke Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif. Dengan kata lain lembaga peradilan (Mahkamah Agung) menjalankan fungsi legislatif meskipun substansi yang dimaksud Kelsen, ketika Mahkamah Agung membatalkan suatu undang-undang dalam putusannya dianggap tidak adil dan konstitusional.

Menilik kemajuan teknologi di era globalisasi saat ini, perkembangan hukum, khususnya di Indonesia terus mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan yang ada. Bahkan muncul beberapa kasus yang perlu diselesaikan melalui terobosan hukum. Dan, hasilnya ternyata positif bagi kelancaran penegakkan hukum yang berasaskan kepastian hukum, asas manfaat, asas cepat yang tentu berkeadilan.

Memang diakui, dalam  ranah hukum pidana, keberadaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana No. 8 Tahun 1981 atau yang dikenal dengan KUHAP menpunyai peran yang sangat penting sebagai pedoman (guidence) ketika beracara di pengadilan. Sayangnya, KUHAP di era globalisasi yang demikian cepat sepertinya terengah-engah mengikuti dinamika perkembangan hukum di tanah air. Kevakuman hukum seringkali membuat pihak pihak yang berperkara di pengadilan merasa digantung nasibnya. Dampaknya sudah tentu tidak hanya kepada pihak-pihak yang berperkara tetapi juga kepada lembaga yang dianggap tidak menunjukkan keseriusan dan kinerja serta pelayanan kepada masyarakat.

Atas dasar kondisi ini, Mahkamah Agung sepertinya telah mengambil langkah dan berperan aktif untuk menyelesaikan perkara-perkara yang tengah dilanda kekosongan hukum tersebut. Beberapa langkah tersebut, seperti menjalankan fungsi pengaturan yang dimilikinya (regelende functie) yaitu mengisi kekurangan, melengkapi kekosongan atau bahkan mengesampingkan ketentuan hukum untuk memenuhi rasa keadilan dan kemaslahatan masyarakat, bangsa dan negara.

Salah satunya adalah, Mahkamah Agung telah merespons kevakuman di bidang hukum acara perdata dengan mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008, yang bertujuan untuk menjawab tuntutan kebutuhan hukum tentang Tata Cara atau Prosedur Mediasi di Pengadilan. Selain itu, Mahkamah Agung juga menerbitkan PERMA no. 2 Tahun 2002 tentang Class Action atau Gugatan Perwakilan Kelompok. Dengan dua contoh tersebut bisa dipastikan, langkah Mahkamah Agung ini merupakan pengejawantahan dari proses penyelenggaraan peradilan agar bisa berjalan lancar dan berlangsung secara berkeadilan.

Penerbitan PERMA oleh Mahkamah Agung, tidak serta merta lahir begitu saja, tetapi kelahiran dari PERMA tersebut didasari pada pasal 5 ayat (2) Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Makna dari pasal 5 ayat 2 tersebut jika ditarik garis besarnya menurut kacamata hukum merupakan sebuah kewenangan lain yang diberikan undang-undang kepada Mahkamah Agung. Pengadilan tidak hanya mengadili berdasarkan undang-undang, tetapi juga mengadili menurut hukum. Selain itu, di dalam pasal 28 ayat (1) disebutkan pula bahwa hakim (lembaga peradilan)  wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai dan rasa keadilan yang hidup dalam  masyarakat, dengan kata lain, demi kepastian hukum, segala sesuatu yang terjadi hendaknya didasarkan pada kenyataan-kenyaatan (faktual) di masyarakat, mengikuti dinamika yang ada (change).

Dengan demikian terobosan yang dilakukan Mahkamah Agung untuk mengisi kekosongan atau kevakuman hukum di dalam lembaga peradilan, sudah sesuai dengan aturan-aturan serta norma-norma yang melingkupi kehidupan masyarakat. Sikap dan perilaku Mahkamah Agung menunjukkan bahwa Mahkamah Agung semakin dewasa menyikapi perkembangan hukum di setiap aspek kehidupan. Mahkamah Agung memainkan peran yang dibutuhkan publik sehingga menempatkannya sebagai salah satu lembaga atau benteng keadilan yang terakhir sekaligus peka terhadap penyelesaian perkara-perkara hukum yang banyak menumpuk di lembaga kekuasaan kehakiman ini.