![]() |
gambar oleh : timurmediatama.blogspot.com |
Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas hukum, demikian bunyi pasal 1 ayat 3 Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dengan kata lain, Indonesia
sejatinya menganut paham hukum di atas paham lainnya. Semuanya harus tunduk dan
berdasarkan pada hukum, aturan perundang-undangan dan aturan turunan lainnya. Tidak
pandang bulu, siapa saja, semuanya sama dihadapan hukum. Bila melihat hal
tersebut, jelaslah sudah bahwa hukum merupakan panglima di bumi nusantara.
Pada
tataran ini, semua orang tidaklah ragu mengatakan bahwa hukum dianggap mampu
membawa suatu perubahan sosial ke arah yang lebih baik dan tertib. Hukum maupun
aturan peraturan perundang-undangan, sangatlah diperlukan bagi kelangsungan
hidup manusia. Tanpa hukum, tidak bisa dibayangkan kehidupan sosial masyarakat
seperti apa. Mungkin bisa dikatakan hukum rimba yang berlaku, artinya mana yang
kuat dialah yang menentukan.
Seperti
halnya diera globalisasi saat ini. Keberadaan hukum berubah seiring dengan
perkembangan perilaku dan modernisasi jaman. Celakanya, hukum saat ini tidak
lebih dari sebuah alat yang dibutuhkan. Hukum hanya menjadi pelengkap kehidupan
manusia, bukan lagi sebagai kebutuhan pokok. Hukum menjadi semacam alat
penghukum bagi yang lemah dan tidak berdaya jika berhadapan dengan yang kuat.
Meminjam
istilah orang kecil, hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Begitulah
kira-kira istilah yang pas yang menunjukkan kondisi sengkarut marut dalam
kehidupan sosial masyarakat saat ini. Sanksi-sanksi yang tertuang dalam aturan,
ternyata banyak yang tidak adil. Hanya mencuri sebiji kakao, seorang nenek bisa
dituntut dan dipidana. Sedangkan orang yang korupsi miliaran hingga triliunan
rupiah, hanya terjamah dengan hukum yang singkat. Cukup dengan 5 tahun atau
tujuh tahun bahkan maksimal hanya 12 tahun. Tidak sebanding dengan jumlah uang
yang dikuras dari kantong negara, hukum seakan lemah dan tidak berdaya.
Belum lagi
kasus peredaran narkoba yang merusak generasi bangsa. Pengedar dan penggunanya
hanya mendapatkan ganjaran yang sangat kecil, kontras dengan perbuatannya yang
bisa merusak generasi muda. Tengok saja soal putusan pidana yang dijatuhkan
oleh hakim terkadang menyakiti perasaan masyarakat. Seorang pengedar bisa
dijatuhi hukuman hanya beberapa tahun, itupun dilalui dengan bersusah payah
mencari barang bukti, belum lagi main mata oknum penegak hukum dengan terpidana
yang memiliki modal kuat. Sungguh, hukum makin tidak bertaji menghadapi
kejahatan yang mengancam eksistensi bangsa dan negara Indonesia.
Satu
contoh kecil saja, kasus besar narkoba yang melibatkan pemain profesional dan
sudah diputus oleh hukum dengan penjatuhan hukuman mati, sampai saat ini belum
ada tindakan eksekusi oleh kejaksaan. Disinyalir, penjahat narkoba yang sudah
diputus bersalah dan harus dieksekusi mencapai ratusan orang. Dan, sampai saat
ini, mereka masih menghirup udara bebas, hidup seperti biasa layaknya
masyarakat biasa. Tentu hal ini membawa dampak lain yang bisa mempengaruhi
psikologis sosial masyarakat.
Pertanyaan
lain yang muncul adalah, kenapa tidak ada tindak lanjut atas perintah hukum
tersebut. Nah, di sini lagi-lagi, hukum terlihat seperti mandul dan tidak
berdaya. Belum lagi kasus yang lain, seperti rekayasa kasus hanya untuk
menutupi kasus yang besar atau menghilangkan jejak suatu kasus yang dianggap
mengancam kepentingan masyarakat dan negara. Meskipun sulit untuk dibuktikan,
tapi beberapa orang mampu membaca setiap peristiwa yang berlangsung di Republik
ini dengan teliti dan cermat, walau itu diluar nalar dan akal sehat.
Dengan
berbagai rentetan yang terjadi di Republik ini, hukum sepertinya tidak lagi
menjadi panglima. Dan, yang kini menjadi panglima kelihatannya adalah politik.
Dari bahasanya saja, orang yang mendengar langsung bergidik. Politik bagi
sebagian besar masyarakat merupakan kekuatan yang sangat menakutkan. Dengan
menguasai peta perpolitikkan, apapun bisa dilakukan meskipun itu menyakitkan.
Pernah
mendengar istilah “Politik itu kejam”. Yah, isitilah itu rupanya masih terekam
kuat ditengah deru kehidupan masyarakat berbangsa dan negara. Melalui politik
juga, orang bisa meraih kekuasaan. Politik seperti menjadi senjata maha hebat
bagi orang yang terjerat kasus. Politik juga mampu melahirkan kompromi-kompromi
yang bisa mengangkangi hukum. Politik adalah tempat fitnah yang menyebar luas.
Dia bisa menjatuhkan dan ia juga bisa mengangkat orang ke dalam kedudukan yang
tertinggi. Di sana tidak ada kawan yang abadi, yang ada hanya kawan
sekepentingan. Lain itu, lengah sedikit bisa-bisa menjerumuskan ke dalam lembah
yang sangat hina.
Dalam
bahasa intelektual politik
adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi
yang berbeda mengenai hakikat politik yang
dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan
ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional. Di
samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara
lain, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles). Kemudian politik adalah hal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Dan, politik merupakan kegiatan
yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
serta segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.
Menilik
perkembangan politik dalam kehidupan saat ini, sudah sangat menjemukan bagi
sebagian masyarakat. Bagi masyarakat, politik merupakan salah satu penghalang
kemajuan kehidupan bernegara khususnya sosial dan budaya. Malah kadang-kadang,
politik berani menerjunkan diri ke persoalan agama, suku atau ras. Munculnya
berbagai kasus dibeberapa belahan bumi nusantara, seperti menunjukkan
politiklah yang mampu membuat dan menghilangkan berbagai kasus bahkan mampu
melesat pergi seperti angin.
Politik
sendiri lahir dari satu kepentingan yang terorganisir. Dilakukan demi menggapai
tujuan dan cita-cita yang diinginkan. Malah sekarang politik menjadi alat yang
dianggap pas untuk menjatuhkan lawan-lawan yang berseberangan pandangan,
sekalipun itu politik juga mampu mengakrabkan dan merekatkan dari yang awalnya
lawan menjadi kawan asalkan sama kepentingan.
Satu hal
yang menarik dari politik adalah lahirnya kompromi, tawar menawar kepentingan
yang sama baik itu di dalam legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Kompromi
lahir biasanya didahului dengan beda kepentingan yang signifikan. Oleh karena
masing-masing mempunyai kekuatan yang seimbang, lagi-lagi demi eksistensi
Republik, setiap kasus yang muncul dan menjadi isu di masyarakat mampu diredam
dengan lobi-lobi yang hebat. Dan, sepanjang itu baik bagi kelangsungan
republik, mau tidak mau, suka tidak suka harus disepakati menjadi putusan
bersama meski itu dianggap mampu mengangkangi hukum.
Politik
seperti menjadi determinan daripada hukum. Politik dianggap mampu mengatur
hukum, membuat hukum dan kalau perlu menghapuskan aturan yang dianggapnya
menghambat tujuan. Lagi-lagi dan lagi-lagi, dalam hal ini, masyarakat kecil
menjadi korban dari politik yang tidak sehat.
Sesungguhnya,
bagi negara berkembang macam Indonesia, Politik memang sangatlah dibutuhkan,
namun politik yang sehat dan politik yang mampu mewujudkan cita-cita luhur
bangsa Indonesia sebagaimana pada pembukaan UUD 1945, alinea ke empat, asalkan
konsisten dan ada rasa penghormatan dan penghargaan yang sama terhadap
kesempatan dalam upaya mewujudkan negara yang adil dan makmur. Selain itu,
politik juga harus bisa menciptakan hukum yang kuat, politik mampu mengawal
hukum namun tidak mengangkangi hukum. Dan politik jangan pula menjadi
determinan daripada hukum, meskipun untuk cita-cita tersebut, sebagian
masyarakat belum meyakininya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar