![]() |
Gambar ilustrasi oleh : ekbis.sindonews.com |
Krisis ekonomi yang membelit
eropa dan amerika beberapa tahun lalu rupanya membuat sistem keuangan dan
perdagangan negara yang menganut sistim kapitalis mulai merasakan dampak yang
cukup signifikan. Tidak itu saja Indonesia yang menganut sistem ekonomi
Pancasila misalnya, ditenggarai juga mengalami penurunan ekspor. Satu contoh
saja, pendapatan negara yang dihasilkan dari produk untuk ekspor sampai bulan
Mei 2012 anjlok sebesar 8,55% (rilis BPS).
Dampak penurunan ini disebabkan salah
satunya karena krisis ekonomi yang
dialami negara-negara di Eropa sebagai pangsa pasar tujuan, seperti Yunani,
Spanyol dan Italia. Adanya krisis tersebut menyebabkan daya beli berkurang
sehingga menyebabkan penawarannya (demand)
turun. Tentunya dengan krisis yang terjadi membuat pemerintah negara tersebut akan
mengurangi pengeluaran belanja negaranya untuk mengimpor barang dari negara
lain.
Menghadapi kenyataan demikian, pemerintah
perlu mengupayakan membuat instrument guna mencegah penurunan ekspor yang terus
terjadi. Jika dibiarkan, tentunya akan mempengaruhi perekonomian Indonesia,
terutama untuk belanja negara yang berkepentingan terhadap pembangunan
berkelanjutan.
Sebelumnya beberapa waktu yang
lalu, sebuah lembaga pemeringkat Eropa menetapkan kalau Indonesia merupakan
salah satu negara tujuan utama Investor menanamkan modal usahanya. Berdasarkan
hasil pemeringkatan tersebut, Indonesia diyakini akan mengalami kebanjiran Investor
yang ingin melanggengkan usahanya demi kelangsungan hidup perusahaan sebagai
akibat dari dampak krisis moneter yang mendera Eropa.
Terhadap hal ini, pemerintah
disatu sisi bisa mendapatkan keuntungan untuk menjalankan gerak roda
perekonomian sementara disisi lain, ada kekhawatiran akan terjadinya hot money seperti yang dialami tahun
1998 lalu.
Fenomena hot money yang suatu waktu bisa memukul perekonomian negara harus
disikapi dengan hati-hati. Memang, dengan mengalirnya modal ke Indonesia,
banyak manfaat yang bisa dipetik, namun harus diingat sifatnya yang sementara
dan mudah berbalik (Investor menarik modal besar-besaran) bisa membuat negara
semakin kolaps.
Sebaiknya dalam hal menyikapi
krisis ekonomi yang melanda Eropa dan banjirnya Investor menanamkan modalnya di
Republik ini, pemerintah bisa mengambil manfaat tersebut dengan secepat mungkin
namun harus pula diiringi sebuah aturan yang melindungi kepentingan ekonomi
nasional. Perlindungan terhadap ketahanan ekonomi nasional harus menjadi prioritas
utama. Ingat, krisis Eropa kemungkinan masih panjang termasuk pula krisis
ekonomi Amerika. Dua pangsa pasar tujuan ekspor tersebut harus dipantau terus
perkembangannya. Perlu ada sebuah Forum Kajian Intelijen Ketahanan Ekonomi
untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional.
Disamping itu, pembangunan
ekonomi khusus dibidang infrastruktur harus dikebut terus. Sedangkan di bidang
lainnya, terutama perdagangan perlu digenjot lagi dengan mencari pangsa pasar
baru. Meningkatnya geliat pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin, India,
Afrika dan Cina bisa menjadi rujukan mengalihkan tujuan produk ekspor Indonesia.
Meski begitu, pangsa pasar yang lama tidak perlu ditinggalkan lantaran
penurunan permintaan. Tetap saja, dipertahankan, dan bukan tidak mungkin suatu
saat perekonomian kedua kawasan tersebut pulih, Indonesia punya banyak pilihan pangsa
pasar. Dengan ditunjang perencanaan dan Intelijen Kajian Ketahanan Ekonomi Nasional
yang ada, krisis ekonomi yang menghancurkan Indonesia tahun 1998 tidak terulang
lagi.
Saat ini, krisis yang terjadi di
Eropa dan Amerika harus di barrier
agar tidak sampai menjalar ke Indonesia. Dan, pada tataran inilah sesungguhnya
Indonesia diuji sejauhmana mampu mengatasi dampak dari krisis Eropa dan Amerika
yang belum kunjung usai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar