Kamis, 19 April 2012

Bantuan Hukum dan Hak Konstitusi Rakyat


Lahirnya Undang-undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum menjelang akhir tahun 2011 lalu, sedikit banyaknya memberi gambaran mengenai komitmen kuat pemerintah di bidang hukum khususnya akses terhadap keadilan (pemberian bantuan hukum) bagi orang atau kelompok orang miskin di Indonesia.

Kuatnya komitmen pemerintah terhadap pemberian bantuan hukum bagi masyarakat kurang mampu merupakan indikasi keberpihakan pada kepentingan rakyat. Sebagaimana tujuan pemerintah yang termaktub dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia alinea ke empat yang menyatakan “kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Kutipan dari pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke empat menunjukkan bahwa jaminan dan perlindungan bagi rakyat tertulis lekat dalam Undang-undang Dasar 1945. Dengan kata lain, rakyat mempunyai hak konstitusi yang dilindungi oleh Undang-undang, sedangkan kewajiban pemerintah adalah melaksanakannya dalam kehidupan bernegara dan kehidupan sosial bermasyarakat, salah satunya adalah memberikan jaminan dan perlindungan hukum serta pengakuan persamaan dihadapan hukum.

Sebagaimana disebutkan di dalam pasal 27 (1) UUD NRI 1945 “segala warga negara bersamaan dalam kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Kemudian di dalam pasal 28 D (1) mengatakan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Dengan kata lain, pasca reformasi 1998 hingga saat ini, negara memberikan jaminan akan perlindungan hukum dan persamaan kedudukan dihadapan hukum dengan tidak mengenal kelas, siapapun itu.

Perlindungan hukum yang lekat dewasa ini erat dikaitkan dengan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu. Terhadap usaha ini pemerintah, sebelumnya melalui lembaga yudikatif (Mahkamah Agung) bersama-sama dengan Lembaga Bantuan Hukum bahu membahu memberikan pelayanan bantuan hukum terutama untuk masyarakat miskin yang tersandung masalah hukum dan tidak sanggup untuk membayar jasa pengacara.

Memperhatikan hal demikian, sebagai solusi terhadap permasalahan tersebut, kini masyarakat kurang mampu bisa menghubungi Lembaga Bantuan Hukum di sekitar tempat tinggalnya. Mereka hanya datang dan menceritakan inti permasalahan, setelahnya mereka tinggal membuatkan surat kuasa khusus kepada advokat untuk pendampingan ketika ada panggilan sidang. Sedangkan advokat sendiri, akan mempertimbangkan sekaligus memberikan jawaban yang responsif apakah bersedia mendampingi atau tidak, disertai dengan alasan-alasan yang meyakinkan.

Bila advokat yang berkantor di Lembaga Bantuan Hukum menerima untuk melakukan pendampingan, bisa dipastikan segala persyaratan menurut ketentuan peraturan perundangan yang berlaku telah dipenuhi sebagaimana undang-undang Bantuan Hukum dan peraturan pelaksana lainnya.

Ketika bicara tentang aturan pelaksana lainnya, maka tidak lepas dari peran peraturan pemerintah dan peraturan teknis seperti peraturan menteri. Sebagai gambaran, saat ini pemerintah tengah menggodok peraturan pemerintah tentang bantuan hukum. Bersama ahli hukum kemudian instansi yang terkait dan lembaga swadaya masyarakat serta beberapa lembaga bantuan hukum, peraturan pemerintah terkait bantuan hukum diharapkan bisa selesai dalam tahun 2012, termasuk peraturan pelaksana teknis lainnya seperti peraturan menteri tentang standarisasi bantuan hukum dan verifikasi maupun akreditasi lembaga bantuan hukum.

Dengan terbitnya undang-undang Bantuan Hukum yang baru, pelaksanaan penyelenggaraan bantuan hukum yang tadinya di Mahkamah Agung, kini beralih ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, undang-undang Bantuan Hukum juga menegaskan, Dewan Perwakilan Rakyat diberikan mandat untuk melakukan pengawasan dan pelaporan hasil pelaksanaan bantuan hukum. Artinya, pertanggungjawaban pelaksanaan bantuan hukum oleh pemerintah Cq Kementerian Hukum dan HAM diserahkan kepada DPR, bukan kepada Presiden.

Namun apapun itu, yang terpenting adalah pelaksanaan bantuan hukum bisa tepat ke sasaran. Jaminan perlindungan hukum dan akses terhadap keadilan bagi masyarakat kurang mampu, berjalan sesuai dengan arah yang tepat. Diharapkan manfaat dari pemberian bantuan hukum bisa langsung dirasakan masyarakat sebagaimana hak konstitusi yang diberikan Undang-Undang Dasar Negara 1945 kepada masyarakat.

Sinergi kuat antara penerima bantuan hukum, pemberi bantuan hukum dan penyelenggara bantuan hukum adalah wujud dari implementasi cita-cita negara yang ingin mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Tidak ada komentar: