Lahirnya Undang-undang No. 16 Tahun 2011 Tentang
Bantuan Hukum menjelang akhir tahun 2011 lalu, sedikit banyaknya memberi
gambaran mengenai komitmen kuat pemerintah di bidang hukum khususnya akses
terhadap keadilan (pemberian bantuan hukum) bagi orang atau kelompok orang
miskin di Indonesia.
Kuatnya komitmen pemerintah terhadap pemberian
bantuan hukum bagi masyarakat kurang mampu merupakan indikasi keberpihakan pada
kepentingan rakyat. Sebagaimana tujuan pemerintah yang termaktub dalam
pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia alinea ke empat yang
menyatakan “kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Kutipan dari pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke empat
menunjukkan bahwa jaminan dan perlindungan bagi rakyat tertulis lekat dalam
Undang-undang Dasar 1945. Dengan kata lain, rakyat mempunyai hak konstitusi
yang dilindungi oleh Undang-undang, sedangkan kewajiban pemerintah adalah
melaksanakannya dalam kehidupan bernegara dan kehidupan sosial bermasyarakat, salah satunya adalah memberikan
jaminan dan perlindungan hukum serta pengakuan persamaan dihadapan hukum.
Sebagaimana
disebutkan di dalam pasal 27 (1) UUD NRI 1945 “segala
warga negara bersamaan dalam kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Kemudian di dalam pasal 28 D (1) mengatakan “setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum”. Dengan kata lain, pasca reformasi 1998 hingga saat
ini, negara memberikan jaminan akan perlindungan hukum dan persamaan kedudukan
dihadapan hukum dengan tidak mengenal kelas, siapapun itu.
Perlindungan hukum yang lekat dewasa ini erat
dikaitkan dengan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu.
Terhadap usaha ini pemerintah, sebelumnya melalui lembaga yudikatif (Mahkamah
Agung) bersama-sama dengan Lembaga Bantuan Hukum bahu membahu memberikan
pelayanan bantuan hukum terutama untuk masyarakat miskin yang tersandung
masalah hukum dan tidak sanggup untuk membayar jasa pengacara.
Memperhatikan hal demikian, sebagai solusi terhadap
permasalahan tersebut, kini masyarakat kurang mampu bisa menghubungi Lembaga
Bantuan Hukum di sekitar tempat tinggalnya. Mereka hanya datang dan
menceritakan inti permasalahan, setelahnya mereka tinggal membuatkan surat
kuasa khusus kepada advokat untuk pendampingan ketika ada panggilan sidang. Sedangkan
advokat sendiri, akan mempertimbangkan sekaligus memberikan jawaban yang
responsif apakah bersedia mendampingi atau tidak, disertai dengan alasan-alasan
yang meyakinkan.
Bila advokat yang berkantor di Lembaga Bantuan
Hukum menerima untuk melakukan pendampingan, bisa dipastikan segala persyaratan
menurut ketentuan peraturan perundangan yang berlaku telah dipenuhi sebagaimana
undang-undang Bantuan Hukum dan peraturan pelaksana lainnya.
Ketika bicara tentang aturan pelaksana lainnya,
maka tidak lepas dari peran peraturan pemerintah dan peraturan teknis seperti peraturan
menteri. Sebagai gambaran, saat ini pemerintah tengah menggodok peraturan
pemerintah tentang bantuan hukum. Bersama ahli hukum kemudian instansi yang
terkait dan lembaga swadaya masyarakat serta beberapa lembaga bantuan hukum,
peraturan pemerintah terkait bantuan hukum diharapkan bisa selesai dalam tahun
2012, termasuk peraturan pelaksana teknis lainnya seperti peraturan menteri
tentang standarisasi bantuan hukum dan verifikasi maupun akreditasi lembaga
bantuan hukum.
Dengan terbitnya undang-undang Bantuan Hukum yang
baru, pelaksanaan penyelenggaraan bantuan hukum yang tadinya di Mahkamah Agung,
kini beralih ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu,
undang-undang Bantuan Hukum juga menegaskan, Dewan Perwakilan Rakyat diberikan
mandat untuk melakukan pengawasan dan pelaporan hasil pelaksanaan bantuan
hukum. Artinya, pertanggungjawaban pelaksanaan bantuan hukum oleh pemerintah Cq
Kementerian Hukum dan HAM diserahkan kepada DPR, bukan kepada Presiden.
Namun apapun itu, yang terpenting adalah pelaksanaan
bantuan hukum bisa tepat ke sasaran. Jaminan perlindungan hukum dan akses
terhadap keadilan bagi masyarakat kurang mampu, berjalan sesuai dengan arah
yang tepat. Diharapkan manfaat dari pemberian bantuan hukum bisa langsung
dirasakan masyarakat sebagaimana hak konstitusi yang diberikan Undang-Undang Dasar
Negara 1945 kepada masyarakat.
Sinergi kuat antara penerima bantuan hukum, pemberi
bantuan hukum dan penyelenggara bantuan hukum adalah wujud dari implementasi
cita-cita negara yang ingin mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar