Selasa, 08 Februari 2011

Mumpung Belum Terlambat

Seperti banyak orang ketahui, jalan raya puncak merupakan tempat favorit untuk dilewati jika hendak bepergian ke Bandung dari Jakarta maupun Bogor. Keistimewaan jalan raya ini menjadi terkenal seantero negeri. Lihat saja, dengan pemandangannya yang indah, perkebunan teh, hawanya yang sejuk, jalan raya puncak menawarkan keuntungan bisnis yang membuat siapapun berani berinvestasi di sana.

Jalan tembus yang dibangun pemerintahan semasa penjajahan Belanda Jenderal Willem Daendels ini terletak memanjang dari perempatan Ciawi hingga berakhir di Cianjur. Tidak itu saja, pepohonannya yang rimbun dan nyaman, menjadi tempat berteduh bagi sebagian orang yang lewat. Pun tidak ketinggalan, disisi kanan dan kiri jalan raya puncak banyak juga ditemui berdirinya tempat wisata untuk masyarakat. Baik yang dikelola dengan oleh pemerintah maupun swasta dengan jumlah yang tentu tidak sedikit.

Namun, memasuki abad 21, wilayah tersebut kini terancam kehilangan mutiaranya. Sepanjang dari Gadog Bogor hingga Puncak Pass (Rindu Alam) kini bertebaran pusat bisnis yang menawarakan konsep wisata. Dari penyediaan tempat untuk kegiatan perkantoran, penyewaan Village, toko modern, warung-warung pinggir jalan sampai penyediaan jasa perparkiran. Belum lagi penyediaan jasa penginapan seperti villa dan hotel tinggal serta menjamurnya kompleks hiburan. Bayangkan, berapa besar omset pendapatan yang diterima di daerah tersebut.

Namun, dibalik kemajuan daerah tersebut, ternyata daerah puncak menyimpan sejuta kekhawatiran bagi sebagian orang. Sebut saja, tempat yang diharapkan menjadi resapan air, kini terancam tidak berfungsi lagi. Bisa ditebak, tanah yang jenuh dan tidak bisa lagi menahan air menyebabkan bencana longsor dimusim hujan selalu menghantui. Belum lagi ancaman banjir di daerah hilir mengancam Ibukota Jakarta. Tidak dipungkiri, gangguan keseimbangan ekosistem karena perusakan lingkungan adalah penyebab utama dengan aktor yang bernama manusia. Indikasinya adalah terjadi perubahan budaya yang sangat cepat mendukung berubahnya pola pikir masyarakat yang terperangkap dalam pembangunan.

Mengambil istilah orang kampung, “mumpung belum terlambat”, perlu dilakukan kajian kembali terhadap berdirinya bangunan di atas daerah resapan air. Pemerintah daerah harus punya ‘sense’ atas nasib generasi dimasa yang akan datang termasuk pelestarian lingkungan yang harus diperhatikan. (Has)


Tidak ada komentar: