Gambar oleh google |
Beberapa waktu yang lalu pemerintah telah mengundangkan UU No. 16 Tahun
2011 tentang Bantuan Hukum. Inti dari UU Bantuan Hukum ini adalah adanya peran
yang tidak bisa dinafikan terkait dengan pemberian akses keadilan yang lebih
bagi masyarakat kurang mampu. Peran tersebut ditahbiskan kepada pemerintah sebagai penyelenggara bantuan
hukum dan peran advokat, paralegal dan dosen sebagai pemberi bantuan hukum.
Sedangkan masyarakat kurang mampu menjadi obyek yang harus diperhatikan, dalam
tataran ini disebut sebagai penerima bantuan hukum.
Jauh sebelum UU Bantuan Hukum diketuk palu, penyelenggaraan bantuan hukum
terpusat di Lembaga Yudikatif (Mahkamah Agung). Namun sekarang, seiring perjalanan
politik hukum di negeri ini, penyelenggaraan bantuan hukum tidak lagi di
Mahkamah Agung, melainkan diserahkan tanggung jawabnya kepada Pemerintah, dalam
hal ini Kementerian Hukum dan HAM RI.
Dengan amanat yang diterima dari UU Bantuan Hukum, saat ini Kementerian
Hukum dan HAM sedang menyiapkan peraturan pemerintah dan peraturan turunan
lainnya. Menurut informasi yang diterima, peraturan pemerintahnya ada 1
peraturan dan peraturan menterinya ada 2 peraturan. Peraturan pemerintahnya
terkait dengan syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana
bantuan hukum, kemudian peraturan menterinya terkait dengan verifikasi dan
akreditasi organisasi bantuan hukum dan standar bantuan hukum.
Dalam rentang yang tidak lama lagi, peraturan-peraturan tersebut akan
disahkan menjadi peraturan yang menjadi guidence
bagi penyelenggaraan bantuan hukum. Bahkan, peraturan menteri tentang
verifikasi dan akreditasi organisasi bantuan hukum sudah berjalan terlebih
dahulu. Seperti yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM yang saat ini melakukan
verifikasi faktual organisasi bantuan hukum di seluruh Indonesia.
Verifikasi faktual organisasi bantuan hukum menjadi sebuah keharusan
sebelum dimulainya pelaksanaan bantuan hukum. Tujuannya adalah untuk melihat
sejauhmana kesiapan organisasi bantuan hukum memberikan layanan bantuan hukum.
Verifikasi juga bisa melihat kemampuan organisasi bantuan hukum mampu melakukan
pelayanan yang terbaik. Manajemen dan pengelolaannya kini lebih dituntut untuk
profesional dengan kinerjanya yang baik. Selain itu, verifikasi faktual menjadi
sebuah gerbang untuk dapat mengakses dana bantuan hukum. Jadi verifikasi
organisasi bantuan hukum adalah awal dari pelaksanaan bantuan hukum.
Untuk mendukung suksesnya verifikasi faktual, banyak pihak yang dilibatkan.
Seperti halnya peran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di seluruh
Indonesia, lalu pihak-pihak terkait seperti organisasi non pemerintah, LSM,
Akademisi dan lembaga adhoc
pemerintah yang bersinggungan langsung dengan bantuan hukum. Pelibatan ini
dimaksudkan agar masyarakat mengetahui sejauhmana kesungguhan pemerintah
melaksanakan UU Bantuan Hukum. Tidak itu saja, lembaga-lembaga tersebut sengaja
dilibatkan untuk menjaring pemikiran guna tujuan dan visi bersama yaitu
pemberian akses keadilan bagi masyarakat.
Akses keadilan bagi masyarakat, khususnya yang kurang mampu adalah hak
konstitusi warga negara yang harus dijamin dan dilindungi. Terwujudnya negara
yang maju, semata-mata didasarkan pada penegakkan hukum, namun penegakkan hukum
yang berkemanusiaan adil dan beradab. Celah atau ruang terhadap kekerasan atas
nama penegakkan hukum, harus ditutup rapat. Penegakkan hukum harus dilakukan,
tetapi juga tidak mengabaikan hak pembelaan terhadap individu, apalagi individu
yang kurang mampu.